Dalam tulisannya, Era Purnamasari memaparkan temuan-temuan YLBHI terkait laporan dan aduan yang mereka terima sepanjang 2019 hingga Maret 2020. Dari temuan itu terlihat masih Ada pelanggaran-pelanggaran terhadap hak perorangan, kriminalisasi, pelanggaran terhadap kebebasan sipil, hingga penangkapan sewenang-wenang. Ini artinya belum ada jaminan keamanan dan ketertiban.
Yang lebih mencengangkan lagi, dalam suasana pandemi korona seperti sekarang ini, perampasan-perampasan lahan oleh aparat atau pihak swasta terhadap lahan-lahan milik rakyat di desa malah meningkat. Konsentrasi masyarakat yang terfokus pada pandemi malah dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk merampas lahan milik rakyat.
Pada tulisan selanjutnya, Najib Azca menyoroti keragaman desa-desa di negeri ini. Keragaman itu meliputi keragaman tradisi dan kebudayaan, keragaman bentang alam dan profil komunitas, hingga keragaman penamaan istilah 'desa' di beberapa tempat di Indonesia. Lion Gogali dan Nus Ukru dalam tulisannya membawa kisah dari lapangan, tempat mereka melakukan kegiatan, di Poso dan di Maluku. Sarino adalah satu dari puluhan perempuan asal Desa Tokorondo yang telah berjualan ikan sejak sebelum konflik Poso terjadi. Sarino berjualan ikan di bakul yang diletakkan di atas kepala dan berjalan dari satu desa ke desa lain.
Sejak subuh, Sarino mulai berjalan kaki sejauh enam kilometer, Sarino mendatangi keluarga-kelurga Kristen -- Sarino seorang Muslim -- langgananannya  di wilayah Kasiguncu dan Tangkura. Bukannya tidak takut, tapi Sarino meyakini niat baik mencari rezeki diridhoi Tuhan, dan ia juga yakin orang Kristen yang akan dijumpai akan memperlakukan dengan baik.Â
Saat itu, pembunuhan misterius, penculikan, bom, dan penembakan, hingga mutilasi masih terjadi di Poso. Kedatangan Sarino disambut dengan pelukan dan menjadi momentum warga untuk mempercayakan rasa amannya pertama-tama kepada sesama warga. Sarino mendekonstrusikan rasa aman itu melalui bakul ikan jualannya.
Mompaho adalah tradisi tanam padi di ladang yang masih dilakukan sampai saat ini oleh warga desa Malitu, Kecamatan Poso Pesisir. Tanam padi di ladang ini dilakukan dengan  cara menugal sambil berjalan memutar melawan arah jarum jam. Dalam tradisi ini, warga Muslim dan Kristen saling mempercayakan ladang mereka pada yang lain untuk di kelola. Pada malam hari biasanya sebelum Mompaho, warga tanpa perlu dipanggil akan datang ke tuan rumah untuk memasak bersama. Masak bersama ini disebut Mangore.
Mosango adalah tradisi menangkap ikan bersama bersama-sama di Danau Poso. Alat tangkap Mosango disebut sango, terbuat dari ruas-ruas bambu yang dianyam menyerupai kerucut. Mosango bisa dilakukan  jika pesertanya berjumlah lebih dari 80 orang. Karena itu setiap kali Mosango dilakukan pada saat air Danau Poso surut, warga akan saling memanggil untuk bersama-sama menjalankan tradisi Mosango.
Aktivitas Mosango tidak hanya soal mencari ikan bersama-sama tapi mengandung falsafah saling berbagi rejeki di air. Itu sebabkan setiap kali seseorang berhasil menangkap ikan di sango, akan disambut dengan teriakan riuh rendah dari seluruh topo sango (sebutan bagi mereka yang ikut Mosango) sebagai rasa syukur.
Sementara itu, Wayamasapi adalah tradisi menangkap ikan di mulut Danau Poso dengan menggunakan pagar dari bambu yang dibuat menyerupai eskalator. Waya berarti pagar, Masapi adalah jenis ikat ikan sidat endemik Danau Poso. Pada setiap Wayamasapi, ada tujuh hingga sembilan keluarga yang bergantian berjaga setiap malamnya menunggu ikan Masapi terjebak di dalam bubu yang dipasang di Wayamasapi.
Cerita  Sarino, tradisi Mompaho dari Desa Malitu, Mosango, dan Wayamasapi menggambarkan bagaimana konsep keamanan dan ketertiban itu berakar pada solidaritas dan saling berbagi serta terikat pada alam dan pangan.
Struktur adat di Maluku sudah terbentuk sejak lama. Raja sebagai pemimpin tertinggi sebuah Negeri memiliki peran eksekutif sekaligus spiritual. Â Ada pula Saniri Negeri yang merupakan lembaga yang berperan mengayomi adat istiadat dan hukum adat. Saniri Negeri beranggotakan sekelompok orang yang terdiri dari dari kepala-kepala soa, yakni kepala dari beberapa marga (sebutan sistem kekeluargaan di Maluku yang pada umumnya berdasarkan garis keturunan ayah).
Namun, proses diskusi, negoisasi serta mediasi sebelum keputusan itu dibuat ada ditangan saniri. Proses ini bisa berjalan karena seluruh elemen warga terhubung lewat marga, soa, dan saniri. Ini membuat proses pengakuan hukum efektif dan mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Kelebihan dan Kelemahan Buku
Buku yang berisi banyak pengetahuan yang berasal dari sumbang-gagasan dari para nara sumber berdasarkan pengalaman selama ini dilakukan, layak untuk dibaca dan dimiliki oleh Kepala Desa, Pendamping Desa, Pegiat Desa dan semua warga negara yang tertarik dan peduli  isu tentang desa.
Buku sebagus ini, alangkah di sayangkan tidak di dukung oleh tampilan fisik bukunya. Menurut saya, Â kertas yang digunakan dalam buku ini, kurang mewah baik untuk tampilan covernya maupun kertas cetaknya. Di tambah lagi, sistematika penulisan buku tidak ditulis secara urut bab per bab, tidak dibagi dengan pendahuluan, konten, penutup tetapi langsung ditulis tajuknya saja.
Satu lagi, terkait penggunaan beberapa diksi atau kosa kata asing sebetulnya merupakan kelebihan sekaligus juga kelemahan, disisi lain bagi pembaca akan belanja kosa kata sehingga akan memperkaya perbendaraan diksi bagi pembacanya. Tetapi di sisi lain, ketika sasaran pembaca adalah warga desa atau kampung agak cukup membingungkan dalam memahami diksi-diksi tersebut.
Identitas Buku
Judul Buku        :  KEAMANAN DAN KETERTIBAN : Menghadirkan Rasa Aman dan Perlindungan Masyarakat
Dewan Redaksi    :  Wahyudi Anggoro Hadi, Ryan Sugiarto, Ahmad Musyaddad, Any Sundari, AB Widyanta, dan Sholahuddin Nurazmy
Penerbit           :  Yayasan Sanggar Inovasi Desa
Cetakan           :  Pertama,  Agustus 2020
Ukuran Buku      :  13  x 19 cm
Tebal Buku        :  xxxiv + 95 halaman
Judul Resensi      :  Garansi  Keamanan dan Ketertiban  Ketika Menjadi WargaDesa
Resensator        :  JUNAEDI, S.E.
JUNAEDI, S.E., Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H