Mohon tunggu...
siregar akhmad junaedi
siregar akhmad junaedi Mohon Tunggu... -

Suka mencari keindahan di sela-sela alam tropis. Baginya keindahan itu terpaut di alam liar, termasuk di kutil-kutil katak licin, hingga di antara gigi solenoglipha ular viper. Dia senang mengajak hunting foto, dan rupanya banyak yang menghindar karena takut pantatnya dientup, mau....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Palestina, Pena dan Ibu (Impian Fathina 'Allila)

27 Agustus 2012   17:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dalam ajaran agama Islam jelas termaktub dalam Surah Al-Kaafirun ayat 6 berbunyi ‘Bagi kamu agama kamu, dan bagiku agamaku,’" terang Fathina dengan nada lembut, “Agama adalah rahmatan, yang mengatur dunia dengan kebaikan. Dengan menjalankan agama masing-masing, kita bisa hidup damai seperti di kelas ini.”

Belakangan, isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) kerap diperalat untuk kepentingan tertentu. Di antara keempat isu itu, agama menjadi sasaran empuk dalam mengembangkan tipu muslihat. Tiba-tiba seseorang menjadi alim dan meneriakkan ayat-ayat yang baru dihafalnya. Kemudian dia menjadi pemuka agama gadungan dan memanggil ahli-ahli penyulap agama menjadi kata-kata mutiara yang terasa sejuk dan dingin. Anehnya, tak sampai setahun kemudian penjara mengkerangkengnya dengan dalih melanggar “ajaran agama” yang dianutnya. Termasuk itu korupsi, tipu muslihat dan dosa-dosa besar lainnya.

Waktu jaman Sayyidina Umar Bin Al Khattab, perbedaan keyakinan cukup dijungjung tinggi. Oleh karena itu, penaklukan daerah tidak pernah membinasakan tempat ibadah. Tidak memperbudak hamba yang telah menyerah atau memaksakan agama Islam kepada mereka. Khalifah Umar hanya ingin menyampaikan pesan kecil bahwa Islam itu adalah rahmatan lil ‘alamin.

Fathina baru sadar bahwa dia telah menerangkan materi yang terlalu dalam bagi anak-anak yang masih hijau. Anak kecil yang tak mengenal perseteruan karena perbedaan fitriyah. Mereka hanya tahu indahnya permainan. Bermain dengan siapa saja dan bercerita apa saja. Fathina terbawa emosi melihat adanya bangsa dan agama yang merasa unggul, Yahudi. Bukit Sion yang diklaim bangsa Yahudi sebagai tanahnya menjadi malapetaka bagi Palestina. Dari sinilah induk semang semua masalah berdarah di Timur Tengah.

Yahudi adalah bangsa nomaden yang banyak bermigrasi ke tanah-tanah lain di dunia. Karena pengkhianatannya terhadap majikannya di tempat baru, Yahudi menjadi bulan-bulanan pengusiran. Yahudi pernah dipulangkan dari Mesir oleh Fir’aun dan paling dicari di Jerman. Jerman sendiri menganggap Yahudi sebagai duri dalam daging di perekonomian mereka yang dikuasai Zionis.

***

Jam telah menunjukkan pukul lima sore. Raut muka anak sekolah mulai memancarkan sinar meriah layaknya menunggu sebuah gol dari pemain bintang. Teng … teng … teng!!! Satu per satu siswa-siswi menutup buku dan memasukkannya ke dalam tas.

Meskipun mendidik anak selalu menyenangkan, tetap saja tenaga dalam pikiran terkuras. Hanya canda dan tawa yang membuatnya tetap kokoh di yayasan pendidikan tersebut. Seperti biasa sambil menunggu sudako, Fathina mengingat persediaan bahan masakan dan buah untuk dijus nanti malam. Di pinggir jalan dia merogoh kocek lima ribu rupiah untuk mendapatkan jambu biji asal Medan Tuntungan yang terkenal manis.

“Ya Allah, Engkau masih memberikan salah satu nikmat terbesarmu,” tangannya diangkat dan glek-glek-glek. Fathina memiliki keahlian dalam olah kuliner, baginya menaikkan rasa kuliner adalah bagian dari rasa syukur kepada Rabb. Soal taste dan racikan rempah, dia memiliki standar sendiri. Tidak heran Fathina memiliki koleksi buku-buku dan kliping resep-resep yang tentu berlabel halal.

Ba’da sholat Isya, Fathina membuka laptopnya. File puisi yang disimpan di desktop yang belum sepenuhnya rampung menarik memori pilu penjajahan Israel. Aliran darahnya naik ke ubun-ubun.

Astagfirullah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun