Hari Aksara Internasional diperingati setiap 8 September. Tanggal tersebut menjadi sakral ketika pada 17 November 1965, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) -Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya- mengumumkannya sebagai peringatan untuk menjaga pentingnya melek huruf bagi setiap manusia, komunitas, dan masyarakat.
Mengapa melek aksara menjadi penting diperingati atau diperbincangkan? Karena tanpa aksara, dunia ini menjadi buta. Pengetahuan akan jalan ditempat.Â
Teknologi akan berkutat secara lokal dan lambat menyebar. Kita akan berputar pada zaman dan peradaban kelam yang tak maju-maju alias jalan di tempat.
Bisa kita bayangkan hidup tanpa aksara. Komunikasi hanya dilakukan secara verbal dan ilmu pengetahuan akan terputus, tidak bergerak maju dari zaman ke zaman.Â
Penemuan aksara membuat manusia menjadi semakin cerdas. Ilmu pengetahuan cepat berkembang karena selalu terekam dalam catatan.Â
Generasi selanjutnya tinggal membaca dan mmempelajarinya untuk kemudian meneruskannya sehingga estafet pengetahuan dari waktu ke waktu semakin bertambah.
Aksara berkaitan erat dengan tulisan. Lahirnya aksara dengan beragam bentuknya membuat manusia mengembangkan budaya tulis dan membaca. Tanpa ada tulisan maka tidak ada bahan bacaan.Â
Oleh sebab itu keduanya harus dikembangkan secara paralel agar ilmu pengetahuan semakin maju dan wawasan manusia semakin berkembang luas.Â
Kumpulan aksara akan membentuk kata. Begitu pula kumpulan kata akan membentuk kalimat. Kombinasi berbagai kata akan menghasilkan makna yang dapat dirasa sehingga membuat manusia bertindak dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.Â
Salah dalam menyusun kalimat akan berdampak negatif. Oleh sebab itu diperlukan kecerdasan otak dan kedewasan sikap ketika merangkainya.
Buah pikir yang dituangkan oleh beberapa orang dalam berbagai bentuk tulisan bisa menjadi bersinergi dan saling melengkapi, meskipun isinya mungkin saja berbeda. Justru perbedaan itu menjadi indah karena merupakan warna dari kehidupan itu sendiri.
Kumpulan pikiran manusia dari zaman ke zaman jika disatukan akan menimbulkan sebuah kekuatan. Oleh sebab itu betapa pentingnya aksara yang mampu menyatukannya.Â
Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban tentunya bertujuan agar manusia menjadi lebih sempurna dan lebih beradab. Jika pengetahuan yang ada disalahgunakan maka bisa menimbulkan kehancuran bagi umat manusia dan alam semesta.
Aksara, Literasi, dan Budaya Baca
Bicara tentang aksara tentu berkaitan erat dengan budaya baca, sedangkan membaca bagian dari literasi. Pengertian literasi sendiri sebenarnya cukup kompleks dan dinamis. Namun, umumnya masyarakat masih memaknainya secara sempit yaitu hanya dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis.
Secara etimologis istilah literasi sendiri berasal dari bahasa Latin "literatus" yang bermakna "orang yang belajar". Dalam hal ini, literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis, sama seperti pendapat Grabe & Kaplan (1992) dan Harvey J. Graff (2006) yang mengartikan literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis (able to read and write).
Pendapat dari Education Development Center (EDC)  dan National Institute for Literacy (NIT) sedikit berbeda dan memaknainya literasi dengan pengertian yang lebih luas. EDC memaknai literasi sebagai kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya, sedangkan NIT memaknai literasi sebagai kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.
Menurut pandangan Hendra Gunawan (Ketua Komite Literasi, Bahasa, Sastra, dan Tradisi Lisan, Dewan Kebudayaan Kota Cimahi -- DKKC), makna hari aksara bertujuan untuk menggugah tingkat kesadaran masyarakat terhadap budaya baca dan tulis, serta tetap mengingat akar budaya bangsanya (prilaku, adat istiadat, dan kearifan lokal).Â
Seseorang dikatakan intelek, visioner, dan memiliki lompatan berpikir yang melesat jauh ke depan jika dalam dirinya masih tertanam keluhuran budi dari tradisi leluhurnya.Â
"Budaya baca dan tulis dijadikan pembiasaan disetiap jenjang pendidikan. Setiap peserta didik diwajibkan membaca beragam buku, baik fiksi maupun nonfiksi, selanjutnya mereview isi buku tersebut," ujar Hendra disela-sela kesibukannya dalam mempersiapkan peringatan hari aksara di Imah Seni Cimahi.
Jika budaya baca tidak digalakkan maka manusia akan menjadi terbelakang, tak ubahnya dengan masyarakat yang miskin peradaban. Membaca mampu menambah wawasan dan membuat orang menjadi cerdas.Â
Oleh karena itu budaya baca perlu kita giatkan agar masyarakat tidak terbelenggu dengan pemikiran sempit sehingga mereka mampu berpikiran luas.
Pendapat lainnya datang dari Bunda Puji, seorang pendongeng asal Kota Cimahi. Pendiri "Dongeng Semesta" ini mengatakan bahwa Peringatan Hari Aksara terus dilakukan oleh dunia setiap tahun sebagai wujud memajukan agenda keaksaraan ditingkat global, regional, maupun nasional.
Minat baca bangsa Indonesia masih tergolong rendah, setidaknya ini mengacu kepada hasil penelitian Program For Internasional Student Assesment yang dikeluarkan oleh Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) tahun 2015. Penyebabnya tidak lain karena masih banyak orang yang buta aksara.
"Tanpa huruf, tanpa aksara, maka dunia menjadi gelap gulita. Awalnya peradaban dimulai dari tulisan. Oleh karena itu betapa pentingnya kita mengenal peradaban. Aksara atau skrip merupakan simbol yang dilekatkan pada berbagai media seperti kertas, batu, daun lontar, kulit binatang atau kayu. Adanya aksara masa lalu atau masa kini sangat berpengaruh pada karya literasi," ujar Bunda Puji yang juga merupakan alumni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.
Hal senada disampaikan oleh Yudistira Purana Shakyakirty alias Mang Ujang La'if yang dikenal sebagai seorang Pakar Aksara Sunda Buhun asal Kota Cimahi, "Tanpa aksara, siapapun tidak akan jadi apa apa. Sudah sewajarnya apabila kita merasa berhutang budi terhadap aksara. Bahkan kita wajib memperingatinya setiap setahun."
"Dengan aksara, kita tahu masa lampau. Melalui aksara pula kita dapat mendokumentasikan segala sesuatu dan dapat mempelajari ilmu pengetahuan. Dengan aksara kita tahu berbagai aturan, seperti agama dan lain-lain sehingga kita sadar jika kita tidak tahu aksara, kita tidak akan seperti sekarang ini," pungkas pendiri lembaga budaya Sunda "Gentra Pamitran" ini dengan nada serius.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H