Berbuat baik kepada siapa saja itu sangat dianjurkan oleh agama apapun. Perbuatan baik merupakan sebuah tuntutan hidup agar kita bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.Â
Setidaknya itulah yang melandasi berdirinya Rumah Kreasi Cimahi yang digagas oleh Dra. Hj. Nur Libiana Ma'ruf atau biasa disapa dengan panggilan akrab "Bunda Nur".
"Sebetulnya berdirinya Rumah Kreasi ini berawal dari suatu keprihatinan. Saya melihat kondisi Kota Cimahi yang memiliki  keterbatasan sehingga tidak memungkinkan kita untuk mengembangkan hal-hal lain selain kreativitas.Â
Akhirnya saya mencoba membuat rumah ini menjadi tempat orang berkreasi untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya, khususnya di bidang seni," ujar Bunda Nur dengan ramah, disela-sela kesibukannya mempersiapkan kegiatan Pelatihan Membuat Face Shield bagi para penyandang disabilitas.
Rumah Kreasi Cimahi yang digagas sejak 2007 dan  dibuka secara resmi pada 2009 ini, juga berkaitan dengan amanat dari almarhumah ibunya yang menginginkan rumah tersebut menjadi tempat belajar, mendidik orang yang tadinya tidak bisa, menjadi bisa. Intinya, mengajarkan orang lain menjadi lebih berdaya melalui pelatihan keterampilan non formal yang diselenggarakannya. Â
Sudah banyak andil Rumah Kreasi Cimahi ini dalam memberdayakan masyarakat, khususnya bagi kalangan yang kurang mampu secara ekonomi.Â
Kegiatan sosial yang dilakukan di antaranya pelatihan keterampilan di bidang menggambar, desain fashion, membatik, modivikasi teknis batik lukis, tata busana, cosplay, kriya perca kain dan sampah plastik, tata boga, dan sebagainya.Â
Bahkan, Bunda Nur tak segan-segan ikut membantu memberi modal usaha kepada anak-anak binaanya. Ada juga yang dibantu disalurkan bekerja dengan menitipkan kepada para rekannya yang sudah menjadi pengusaha sukses.
Pelatihan Membuat Face Shield Ethnic bagi Penyandang Disabilitas
Sabtu, 25 Juli 2020 pagi, beberapa anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Cimahi telah berkumpul. Mereka hadir atas undangan Bunda Nur untuk mengikuti Pelatihan Membuat Face Shield Ethnic secara gratis. Bahkan, Rumah Kreasi Cimahi juga memberikan uang transport sebagai pengganti ongkos kepada peserta yang hadir.Â
Semua peserta, panitia, dan tamu undangan yang hadir wajib melaksanakan protokol kesehatan, seperti diperiksa suhu tubuhnya dengan menggunakan thermo gun, mencuci tangan menggunakan sabun, dan memakai masker. Para peserta juga diberi pelindung wajah (face shield) secara gratis oleh panitia dan wajib dipakai selama kegiatan berlangsung.
Setelah mengisi daftar hadir, semua peserta didaulat foto bersama untuk mengabadikan momen tersebut. Peserta yang hadir dan ikut foto bersama di antaranya anggota dan pengurus PPDI Kota Cimahi, termasuk ketua, sekretaris, dan pembinanya.Â
Hadir juga para tamu undangan lainnya yaitu Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC), Deden Maulana A.Drs, M.Ds; Ketua Bidang Kerja Sama DKKC, Lukmanul Hakim; dan Sekretaris DKKC, Yanti; serta Ketua Forum Pelukis (Forkis) Cimahi, Agus Hamdani.
Dalam kata sambutannya, Bunda Nur mengatakan bahwa kegiatan di Rumah Kreasi Cimahi tersebut bertujuan untuk terus berbagi ilmu terapan yang bermanfaat.Â
Selain itu, alumni Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Seni Patung Angkatan 1978 ini berharap agar keterampilan ini dapat dijadikan sebagai bekal untuk membuka usaha bagi para penyandang disabilitas sehingga nantinya bisa membantu menjadi jalan rezeki dan keberkahan hidup bagi mereka.
Mengapa Rumah Kreasi Cimahi memilih membuat face shield? Karena jangka waktu pemakaian kain sangat  terbatas, yakni hanya empat jam, dan baru boleh digunakan kembali setelah dicuci atau menggantinya dengan masker kain yang lain sehingga akan lebih boros dan kurang efektif. Berbeda dengan face shield yang lebih praktis dan nyaman digunakan.
"Kelihatannya ke depan, face shield ini akan banyak dibutuhkan, terutama selama dan setelah masa AKB selesai, dan saat sistem belajar di sekolah kembali dimulai. Namun, pemakaiannya harus tetap jaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan," jelas ibu tiga orang anak ini dihadapan para peserta pelatihan.
Selanjutnya Bunda Nur berharap setelah pelatihan ini, para peserta dapat mengembangkan keterampilan membuat face shield ethnic tersebut dengan kreasinya masing-masing.
Kalau dalam pelatihan tersebut banyak menggunakan lem (double tape) sebagai perekatnya karena dia hanya mengajarkan konstruksi dasarnya saja. Selanjutnya mereka bisa menerapkannya dengan menggunakan mesin jahit sehingga hasilnya pun akan lebih baik.
Penyandang Disabilitas Perlu Diperhatikan, Bukan DikasihaniÂ
Pembina PPDI Kota Cimahi, Ventje Alen atau biasa dipanggil Opa, pada kesempatan tersebut mengatakan bahwa dia sangat berterima kasih dan mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh bunda Nur sebagai founder Rumah Kreasi Cimahi.
Kegiatan tersebut tentunya akan menambah wawasan dan pengetahuan anggota PPDI dalam mencari peluang usaha di tengah krisis ekonomi sebagai dampak pandemi corona atau covid-19 yang turut melanda Indonesia.
Menyangkut keberadaan PPDI, Opa menjelaskan bahwa oraganisasi yang dibinanya sampai saat ini belum memiliki sekretariat sendiri. Saat ini mereka masih menumpang di salah satu ruangan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Citeureup, Kota Cimahi.
Menurut Opa, saat ini anggota PPDI Kota Cimahi yang tercatat berjumlah sekitar 100 orang yang terdiri dari 40% laki-laki dan 60% perempuan. Akivitas sehari-hari mereka ada dua, pertama memperkenalkan diri ke masyarakat.
Kedua, membuat kegiatan-kegiatan, pertemuan-pertemuan, punya rencana kerja, bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan beberapa instansi-instansi pemerintah.Â
"Salah satu kegiatan kami di antaranya seperti yang dilakukan oleh Bunda Nur di sini yaitu mengadakan kegiatan pelatihan keterampilan untuk para anggota kami," ungkap Opa dengan serius.
Kaitan dengan pendataan anggotanya, selama ini PPDI sudah memanfaatkan media sosial (medsos) seperti WhatsApps (WA). Selain itu mereka juga berkordinasi dengan para pengurus RT dan RW se Kota Cimahi. Â Â
"Memang ini belum terjangkau semua. Karena menurut data dari dinas sosial, itu kurang lebih 1000 lebih. Tapi kalau didata dari KPU, itu ada 1.600. Tapi kenyataan di lapangan lebih dari 1.600," tambah Opa menjelaskan tentang keberadaan jumlah anggota perkumpulannya.
Laki-laki yang dulunya suka berolahraga dan tertarik membina para penyandang disabilitas sejak 2007 ini berharap agar masyarakat peduli dan mau memperhatikan keberadaan para penyandang disabilitas, serta  tidak memandang sebelah mata terhadap mereka.
"Lihatlah perbedaan, jangan melihat kelemahannya. Mereka itu adalah sebagian besar dari kita, bukan sebagian kecil. Tapi jangan sampai kita melihat mereka itu seperti memiliki suatu kelemahan. Justru dibalik kelemahan mereka itu, ada kelebihannya. Kita juga memiliki kekurangan sehingga bisa saling mengisi dan saling bersinergi," jelas Opa lebih lanjut.
Opa menghimbau agar masyarakat ikut memberi support dan kesempatan kepada para penyandang disabilitas dan jangan melihat mereka seperti orang yang terbelakang. Tujuannya supaya mereka mampu mandiri dan bisa hidup layak seperti masyarakat umum lainnya.
"Mereka ini tidak mau dikasihani, tapi mau diperhatikan," pungkasnya.
Sementara itu Ketua PPDI Kota Cimahi, Muhammad Taufik sangat menyambut baik kegiatan ini. Dia juga turut senang dan berterima kasih atas dedikasi Bunda Nur dari Rumah Kreasi Cimahi yang telah memberikan bantuan dan perhatian terhadap keberadaan para penyandang disabilitas, khususnya yang berada di Kota Cimahi.
"Setelah pelatihan ini kawan-kawan bisa menjadi contoh untuk produksi face shield sehingga bisa membuka usaha sendiri dan dijual secara pribadi," ujar Taufik.
Taufik berharap agar kawan-kawannya jangan minder dan tetap percaya diri dalam bergaul di masyarakat. Dia berharap mereka mempunyai kemampuan sendiri sehingga mampu hidup secara mandiri.
Laki-laki berusia 42 tahun yang menjabat sebagai Ketua PPDI sejak 2018 ini mengatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya sering bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Cimahi dalam melatih keterampilan anggotanya.
Kalau mereka sudah memiliki bekal yang cukup yaitu berupa ilmu dan keterampilan, maka besar kemungkinan ini bisa dijadilkan modal untuk hidup mandiri.
"Kemarin ini programnya kerja sama dengan disnaker. Alhamdulillah kemarin itu direkrut ikut pelatihan barista, otomotif, desain grafis, dan menjahit," ujar Taufik yang berprofesi sebagai atlit angkat berat ini menjelaskan.
Ternyata, selain berprofesi sebagai seorang atlit, taufik juga mempunyai usaha lain yaitu sasana olahraga berupa gyms  yang terletak di Gang Sukasari No.187, Cibeureum, Kota Cimahi.
Melalui usaha "Scorpion Gyms" miliknya itulah taufik dapat menghidupi keluarganya. Sementara itu penghasilannya dari seorang atlit tidak setiap hari diperolehnya, melainkan ketika sedang ada pertandingan atau kejuaraan. Jika ada even nasional atau internasional, Taufik biasanya mewakili Kota Cimahi sebagai atlit utusan daerah.
"Saat-saat seperti itulah saya mendapat gaji secara rutin dari pemerintah untuk biaya latihan selama beberapa bulan sampai menjelang pertandingan," pungkasnya dengan ramah dan penuh semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H