Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta di Titik Nadir

23 April 2020   09:39 Diperbarui: 23 April 2020   09:46 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: www.quizony.com)

Sudah tiga bulan Yon Hu Gelisah. Kelakuan istrinya sama sekali berubah. Sifatnya benar-benar lain, dingin laksana gumpalan es dalam freezer. Entah apa yang merasuki pikiran Lie Tian, wanita yang sudah dinikahinya selama 25 tahun itu.

Pagi ini Lie Tian sudah bersolek. Ibu dua anak itu dandanannya begitu menor. Rambutnya dibiarkan terurai bergelombang. Bibirnya dihiasi lipstik merah menyala. Harum tubuhnya menyebar kemana-mana, membuat siapa saja yang mencium aromanya bisa terpesona.

Yon Hu hanya bisa memandang istrinya dengan seribu tanda tanya. Ia masih duduk terpaku tak jauh dari televisi, sambil memainkan handphone-nya. Sementara istrinya sejak tadi kerap lalu lalang dihadapannya, tanpa ada sepatah kata pun terucap dari bibirnya yang seksi.

"Mau pergi kemana Ma? Kok kelihatannya sibuk sekali," tegur Yon Hu mencoba membuka percakapan.

Lie Tian cuma menoleh sebentar dengan wajah sedikit masam. Lalu kembali lagi ke kamar seperti sebelumnya. Sesekali dia mengaca sambil memperbaiki dandanannya, seolah-olah belum yakin dengan penampilannya sendiri. Kemudian ia memeriksa isi tas berwarna merah marun kesayangannya. 

Lima menit kemudian wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu sudah keluar dari kamarnya. Dia berjalan agak cepat bak peragawati papan atas, berlalu di depan suaminya yang masih duduk termangu. Kemudian ia membuka pintu depan dan langsung menuju mobil sedan berwarna silver di garasi rumah mereka. Selanjutnya segera tancap gas dan pergi entah kemana.

Lelaki lulusan perguruan tinggi negeri teknik tertua di Kota Bandung yang bekerja di perusahaan tambang asing itu hanya bisa diam membisu, seperti orang bodoh. Rasa kesal, marah, dan sedih bercampur menjadi satu. Tak terasa butiran air jernih berlinang di pelupuk matanya. Namun, buru-buru disapunya menggunakan sapu tangan  agar tidak tumpah dan membasahi pipinya yang mulai berkerut.

***

Dua minggu berselang, Yon Hu pulang dari tugas luar kota. Dia langsung masuk rumah dan bergegas menuju kamarnya. Saat sudah mendekati kamar, terdengar suara tawa membahana dari dalam. Langkah kakinya pun diperlambatnya, lalu berhenti persis di depan pintu. Terdengar dengan jelas suara percakapan mesra istrinya dengan seorang lelaki melalui handphone yang sengaja diperbesar volumenya. 

Andrenalin Yon Hu segera naik bak speedometer yang berada dilintasan balap. Denyut nadinya bergerak kencang. Giginya gemeretak menahan emosi. Matanya nanar, terbelalak semakin membesar, bagai harimau lapar yang siap menerkam mangsanya.

Dengan penuh amarah Yon Hu membuka kamarnya. Benar saja, sang istri yang sedang asyik berkomunikasi dengan seseorang sontak terkejut. Wanita cantik itu tidak menyangka kalau kepulangan suaminya secepat itu. Setahunya, seharusnya Yon Hu pulang dua hari lagi, bukan sekarang.

"Mas sudah pulang?" sapa Lie dengan wajah terkejut.

Lie Tian tidak menyadari kalau suaminya memang sengaja tak memberitahu perihal kepulangannya yang dipercepat. Semula memang rencananya Yon Hu pergi ke luar kota selama lima hari. Namun, karena ada urusan lain yang mendesak, ia diminta direkturnya agar pulang lebih awal. Wajar saja kalau sang istri kaget melihat kedatangannya.

"Ya. Aku sudah pulang! Kenapa? Mama kaget ya?" ujar Yon Hu ketus, sambil berusaha merebut handphone istrinya.

"Mas, apa-apaan ini. Jangan kasar begitu Mas," balas Lie, sambil berusaha menghindari tangan suaminya dan berusaha mempertahankan handphone-nya.

Suami istri yang sudah lama tidak harmonis itu tampak seperti anak kecil. Keduanya tak mau mengalah. Sang suami berusaha merebut handphone, sementara sang istri berusaha mempertahankannya mati-matian. Namun, apa daya kekuatan wanita. Tenaga Yon Hu jauh lebih besar sehingga berhasil merebut gadget istrinya dan segera membawanya keluar kamar.

Lie tidak bisa berbuat banyak kecuali menangis sekeras-kerasnya di kamar. Sementara itu Bi Ijah -- pembantu keluarga mereka,  hanya bisa memperhatikan kejadian itu dari ruang tengah. Wanita tua yang masih terhitung kerabat jauh Lie itu tampak ikut murung dan sedih menyaksikan kejadian tersebut. Ia tidak bisa berbuat banyak. Apalah daya dirinya yang hanya seorang pembantu rumah tangga.

Yon Hu memeriksa semua isi handphone Lie satu persatu. Sebagian akun media sosial (medsos) yang saat itu kebetulan sedang terbuka diperiksanya dengan seksama. Beberapa chat istrinya dengan beberapa teman medsos-nya yang rata-rata lelaki muda terdapat di sana. Selain lelaki lokal, beberapa di antaranya berasal dari luar negeri,seperti dari India, Timur Tengah, dan Australia.

Isi percakapan via chat dalam akun medsos Lie membuat Yon Hu meradang. Betapa tidak, sebab di sana banyak terdapat kata-kata sanjungan dan obrolan bernada mesum yang ditujuakan kepada istrinya itu.

***

Sejak pertengkaran hebat itu, hubungan keduanya semakin jauh. Masing-masing pihak tidak saling bertegur sapa. Meskipun mereka masih tinggal serumah. Bahkan, masih tidur satu ranjang. Namun, keduanya sudah tidak memiliki kemesraan lagi. Entah sudah berapa kali Lie minta cerai kepada Yon Hu, tetapi laki-laki pendiam itu justru menantang balik. Dia justru meminta agar istrinya yang menggugat cerai dirinya.

Anehnya, tidak satu pun di antaranya mereka yang benar-benar pergi ke pengadilan. Lie mengharapkan Yon Hu yang aktif menceraikannya, tetapi sebaliknya sang suami justru tidak mau melakukannya. Yon Hu masih memikirkan dampak perceraian terhadap anak-anak mereka. Di sisi lain, tingkat kesabarannya sudah semakin menipis dan benih-benih cinta yang dulu pernah dirajut mereka, kini seakan-akan tinggal serpihan-serpihan kecil yang tak berguna.

Kelakuan Lie ini telah membuat buyar konsentrasi kerja Yon Hu. Dia sama sekali tidak menyangka kalau efek dari medsos begitu dahsyat dan mampu mengoyak-ngoyak mahligai rumah tangganya. Kalau tahu dampaknya bisa seperti ini, tentu tak akan mau Yon Hu mengajari istrinya menggunakan internet. Tadinya dia hanya ingin agar Lie punya hiburan lain selain menonton televisi agar pengetahuannya bertambah dan mempunyai banyak teman di medsos.

Pria yang pernah mengenyam pendidikan pascasarjana di Jerman itu ingat saat pertama kali istrinya minta diajari cara menggunakan internet dan media sosial. Selama ini istrinya dikenal gaptek dan cuma menggunakan handphone-nya untuk menelepon saja.

"Mas, ajarin aku internet dong," pinta istrinya manja ketika itu, saat baru menerima hadiah handphone terbaru sebagai hadiah ulang tahunnya.

"Tumben nih. Biasanya mama gak mau belajar internet. Mama kan pernah bilang kalau mama malas buka internet, takut baca berita hoax dan bikin pusing," balas Yon Hu saat itu.

"Iya Mas. Itu kan dulu. Masak teman-temanku semua sudah pakai medsos, cuman aku sendiri yang belum pake. Aku mau dong sekarang diajarin," rengek Lie.

"Gak usah Ma, nanti terpengaruh dengan obrolan gak penting. Jangan-jangan cuma ngomongin orang aja. Bisa tambah dosa tuh," jelas suaminya.

"Ah Papa mah nuduh Mama yang tidak-tidak. Cuma mau pake internet aja ribet. Kan kalau Mama banyak teman, jadi gak bete di rumah. Ini hanya untuk hiburan aja kok Pa," rayu Lie sambil menyender di sisi Yon Hu.

"Ya sudah, nanti Papa ajari. Tapi janji ya, jangan sampai Mama kebablasan dan lupain tugas istri," jawab Yon Hu yang membuat Lie sumringah.

Ya, sejak itulah Lie belajar internet dan medsos. Otaknya yang encer membuat wanita itu cepat menyerap apa saja yang diajarkan suaminya. Tidak aneh kalau berbagai aplikasi yang ada di handphone-nya segera dilalapnya dalam waktu singkat.

Sayang sekali, perkenalan Lie dengan beberapa teman lelaki barunya di Facebook membuatnya terlena. Semula dia hanya iseng meladeni mereka. Semakin lama hubungannya semakin jauh. Semula hanya sekadar chating. Kemudian merambah ke hubungan yang lebih jauh, saling tukar foto, dan nomor pribadi. Semua ini dilakukan Lie tanpa sepengetahuan suaminya.

Ternyata beberapa lelaki iseng yang tampan dan terlihat masih muda itu sangat pandai merayu Lie sehingga membuat Lie terpedaya. Padahal, belum tentu itu akun asli. Bisa saja itu akun bajakan atau akun abal-abal yang selama ini sering dipakai untuk menipu para wanita.

Salah satu teman gelap Lie adalah seorang lelaki muda yang mengaku bernama Aldo. Dia itu terlihat berpenampilan perlente, ramah, dan sering memuji Lie. Ngakunya sih sebagai pengusaha muda dan eksportir komoditi hasil bumi.

Beberapa penampilan Aldo di album fotonya terlihat sebagai lelaki sukses dan bonafid. Dia acap kali berpose di tempat-tempat mewah dan keren.Jika melihat foto-foto itu, pasti akan membuat wanita mana saja tertarik padanya, termasuk Lie. Tidak aneh kalau bisa terpedaya dan dimabuk cinta.

Aldo berjanji serius akan menikahi Lie kalau wanita itu mau menceraikan suaminya. Memang selama ini Lie mengaku hubungannya dengan sang suami sudah tidak harmonis. Dia mengaku sering mendapat perlakukan buruk dari sang suami dan sedang proses gugat cerai. Padahal apa yang dilakukan oleh Lie hanya tipuan semata, agar Aldo lebih sayang padanya.

Kini nasi sudah menjadi bubur. Cinta kedua insan itu semakin suram dan sedang berada di titik nadir. Rumah tangga mereka berada di ujung kehancuran. Bisakah biduk rumah tangga pasangan yang dulu harmonis ini diselamatkan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun