Nah, hobi semacam itu tentu memerlukan biaya yang tidak murah. Demi hobi, kaum tajir rela merogoh kocek ratusan juta rupiah hingga miliaran. Bagi mereka tak jadi masalah. Toh, uang mereka berlimpah dan mampu melakukannya. Ini juga namanya menafkahi hobi.
Bagi kaum tajir, mengoleksi benda tertentu atau aktivitas tertentu yang tidak mampu dilakukan oleh kebanyakan orang merupakan sebuah prestise tersendiri. Status sosialnya naik menuju puncak. Hal ini menjadi kebanggan kaum borjuis.
Orang yang tidak mampu sebaiknya tidak ikut-ikutan memaksakan diri. Bisa pusing palak berbie kalau coba-coba melakukannya. Jangan sampai korupsi karena hobi. Alih-alih mau happy, ujung-ujungnya masuk bui. Amit-amit jabang bayi deh.Â
Jadikan hobi sebagai ladang rezeki
Dulu, profesi saya sebagai konsultan di bidang teknologi informasi. Kebetulan latar belakang pendidikan saya sarjana teknik informatika. Sebelumnya saya juga pernah bekerja sebagai programer, sistem analis, guru komputer, dan dosen. Namun, semua itu saya tinggalkan setelah menekuni hobi saya menulis secara konsisten.
Awalnya saya sering menulis diktat untuk bahan ajar di tempat saya mengajar. Saya melakukannya dengan senang hati tanpa meminta royalti dari lembaga pendidikan tempat saya mengajar. Diktat saya bisa dipakai di lembaga tersebut saja saya sudah senang.Â
Sampai suatu hari saya bertemu dengan seorang sahabat batu yang hobi menulis. Rekan saya tersebut menjelaskan kepada saya bahwa menulis pun bisa mendatangkan rezeki alias berpeluang mendapatkan income. Tentu saja hal ini membuat saya tertarik.
Sahabat saya mengajak saya menulis buku berdua dengannya. Dia banyak mengajari saya tentang dunia penerbitan yang masih awam bagi saya. Berbagai trik membuat naskah seperti bagaimana cara mencari topik dan judul yang menarik, cara membuat outline, teknik menulis cepat, mendesain cover buku, dan cara menghibungi penerbit.
Berkat trik yang diberikannya, Alhamdulillah buku pertama saya dengannya langsung terbit dan beredar di jaringan Toko Buku Gramedia. Oh, betapa senangnya saya saat itu. Tentu saja saya mendapat royalti dari hasil penjualannya. Meskipun penghasilan dari royalti belum besar, tapi membuat saya termotivasi untuk terus menulis.
Sambil menulis buku selanjutnya, saya mendirikan komunitas menulis. Saya juga terus mengasah kemampuan menulis saya dengan mempelajari secara otodidak berbagai jenis tulisan, seperti menulis berita, opini, feature, dan cerpen. Tulisan tersebut awalnya cuma saya tampilkan di blog pribadi (gratisan).Â
Saya pun terus mengembangkan komunitas yang saya dirikan sambil berbagi ilmu menulis kepada penulis pemula secara gratis. Tentu saja ilmu saya pun saat itu masih dangkal, jauh dari sempurna. Selain berbagi ilmu, niat saya juga sambil mengasah kemampuan saya menulis.