Sayangnya, kondisi keuangan negara saat itu sedang berat. Angkatan laut kesulitan untuk membiaya kelima kadet tertsebut, sehingga akhirnya diputuskan hanya mengirim dua orang saja yang terpilih yaitu Hamami dan Rebo untuk mengikuti pendidikan sekolah penerbang di Royal Air Force (RAF) - Tentara Angkatan Udara Kerajaan Inggris.
Ada pengalaman menarik saat acara pelantikan Rebo sebagai perwira penerbang. Kebetulan istrinya diundang dan hadir hadir dalam acara wisuda tersebut - bukti undangannya masih tersimpan rapi oleh Ny. Lousia Rebo sampai sekarang. Ketika Rebo sedang baris berbaris di hanggar, Louisa melihat dirinya berbeda dengan tentara lainnya.
"Suami saya kok paling kecil. Dia terlihat paling pendek," ujar Louisa sambil tertawa ketika menjelaskannya kepada penulis.
Belum selesai keterkejutan itu, tiba-tiba Rebo berhenti berbaris dan maju ke depan, keluar dari barisannya. Istrinya terperanjat melihat adegan tersebut. Beliau mengira akan terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan dan mengira ada sesuatu yang tidak beres terhadap suaminya.
Alhamdulillah, ternyata dugaan tersebut keliru. Rebo bukannya akan mendapat hukuman, melainkan mendapat kehormatan untuk menerima wing pertama - kalau sekarang Wing D - dari Komandan RAF.
Louisa  sangat terharu melihat kejadian itu. Kaget campur bangga. Itulah perasaan yang dialami olehnya. Hal ini menjadi catatan penting dan kenangan tersendiri yang tak terlupakan sepanjang hidupnya.
Sambil berkarir di militer, Rebo ikut kuliah program extention di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia dan lulus menyandang gelar Sarjana Ekonomi pada 1973. Kemudian beliau mendapat beasiswa ke Perancis dengan di Universit de Droit, d'Ekonomie & des Science d'Aix-Marseille, Institut de Formation Universitaire et de Recherche du Transport Arien, France; Diploma d'Etudes Suprieures Specialises (DESS) Transports Ariens dan lulus pada 1979. Beliau lulus program doctor di Universit de Droit, d'Economie & des Sciences d'Aix-Marseille, Diplme de Docteur d'Etat dan lulus pada 1983.