Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menguak Misteri Makam Sepanjang 7 Meter di Lampung Utara

18 Agustus 2019   17:15 Diperbarui: 22 September 2019   15:30 11074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam kuno sepanjang 7 meter di Lampung Utara (Sumber: J.Haryadi)

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Begitulah perumpamaan sebuah pribahasa yang maknanya kira-kira begini: seorang manusia yang akan diingat adalah jasa-jasa atau kesalahan-kesalahannya. Perbuatannya akan selalu dikenang meskipun dia sudah masuk ke liang kubur.

Sebuah makam biasanya tidak berbeda dengan makam-makam lainnya, karena pada dasarnya isinya sama yaitu jasad manusia yang sudah meninggal dunia. Makam tersebut biasanya akan terlihat berbeda dilihat ketika dilihat dari bentuknya yang unik atau dilihat dari isinya berupa mantan orang penting.

Salah satu makam yang unik ada di Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Ada sebuah makam yang panjangnya mencapai tujuh meter. Konon kabarnya makam tersebut merupakan tempat bersemayamnya nenek moyang orang Lampung, khususnya yang kini tinggal di Kotabumi. Informasi ini membuat saya penasaran dan mencoba mencari tahu keberadaanya.

Akses Menuju Makam
Berbekal informasi yang minim dari masyarakat setempat, saya mencoba menelusuri lokasi makam tersebut dengan ditemani tiga orang sahabat saya yaitu Rusdiyanto, asal Kabupaten Pacitan, Fakhrurrozi Atma Putra alias Ozi, dan Yudi Almukmin.

Keduanya merupakan penduduk asli Kotabumi. Kami pun berangkat menuju lokasi makam yang terletak di Dusun Ulakdurian, Kelurahan Kotabumi Ilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara.

Jalan yang sudah mulus menuju makam (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Jalan yang sudah mulus menuju makam (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Akses jalan menuju makam yang mengarah ke Dusun Ulakdurian kondisinya ada yang sudah bagus, tetapi banyak juga yang masih berupa onderlagh berasal dari bahasa Belanda yaitu artinya 'lapisan bawah'.

Dalam dunia konstruksi, istilah ini berarti batu belah yang disusun dipermukaan tanah dengan tujuan untuk pengerasan jalan.

Jalan rusak menuju makam (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Jalan rusak menuju makam (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Kami melalui area perkebunan dan pertanian penduduk. Kiri dan kanan jalan banyak terlihat kebun karet, lada, singkong, dan pisang. 

Semakin mendekati area makam, kondisi jalan semakin menyempit, sehingga mobil yang kami tumpangi terpaksa harus berhenti dan parkir di pinggir kebun. Selanjutnya kami menelusuri jalan setapak menuju makam yang jaraknya sekitar 100 meter.

Jalan setapak yang menyempit menuju makam (Sumber: J.Haryadi)
Jalan setapak yang menyempit menuju makam (Sumber: J.Haryadi)
Sebelum sampai ke makam utama, kami melewati sebuah kompleks pemakaman yang dikelilingi pagar tembok, tak jauh dari sebuah pohon besar. Dalam tembok ini terdapat tiga buah makam tua. Konon orang yang dimakamkan di sini merupakan bagian dari keluarga Minak Semelasem makam utama yang panjangnya sekitar tujuh meter.

Makam yang berada di sisi jalan adalah makam salah seorang istri Minak Semelasem, sedangkan kedua makam yang berada disebelahnya belum diketahui identitasnya. Bentuk makam terlihat sederhana, hanya berupa batu nisan tanpa nama.

Kompleks makam istri Minak Semelasem dekat pohon besar (Sumber: J.Haryadi)
Kompleks makam istri Minak Semelasem dekat pohon besar (Sumber: J.Haryadi)
Kompleks makam istri Minak Semelasem yang dikelilingi kebun singkong (Sumber: J.Haryadi)
Kompleks makam istri Minak Semelasem yang dikelilingi kebun singkong (Sumber: J.Haryadi)
Kompleks makam istri Minak Semelasem dan keluarganya (Sumber: J. Haryadi)
Kompleks makam istri Minak Semelasem dan keluarganya (Sumber: J. Haryadi)
Makam Minak Semelasem
Akhirnya kami sampai juga di makam Minak Semelasem yang jaraknya tidak jauh dari kompleks makam sebelumnya. Sayangnya kondisi makam yang sering dikeramatkan ini justru terlihat sangat memprihatinkan.

Kesannya kurang terurus dengan baik. Pagarnya bukan terbuat dari tembok, melainkan terbuat dari besi yang sudah rusak dan berkarat. Beberapa di antara besinya sudah hilang, bengkok, dan hampir rubuh.

Makam Minak Semelasem yang panjangnya mencapai 7 meter (Sumber: J.Haryadi)
Makam Minak Semelasem yang panjangnya mencapai 7 meter (Sumber: J.Haryadi)
Tak jauh dari makam tersebut terdapat sebuah gubuk kecil. Bangunan ini ternyata milik Muhammad Nafsir yang bergelar Suttan Ratu Tulin. Beliau adalah pemilik tanah area makam tua tersebut, sekaligus juga sebagai kuncen atau juru kuncinya.

Saat kami datang, tampak seorang pria paruh baya sedang berada di tengah kebun. Melihat kehadiran kami, beliau segera datang menghampiri kami. Kami pun saling berkenalan dan terlibat obrolan singkat. Ternyata beliau adalah Pak Nafsir, penjaga makam.

Bertemu Pak Nafsir, penjaga makam Minak Semelasem (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Bertemu Pak Nafsir, penjaga makam Minak Semelasem (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Penulis foto bersama Pak Nafsir dan rekan, Rusdiyanto (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Penulis foto bersama Pak Nafsir dan rekan, Rusdiyanto (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Saya minta izin kepada Pak Nafsir untuk berziarah ke makam Minak Semelasem. Beliau semula tampak curiga dan kurang respek atas kehadiran kami, karena dikiranya kami dari kalangan pemerintah atau birokrat. 

Setelah saya jelaskan maksud kedatangan kami hanya untuk meliput dan mencari informasi tentang keberadaan makam tersebut, beliau pun akhirnya menjadi antusias dan bersedia kami wawancarai.

Mengapa awalnya Pak Nafsir menaruh kecurigaan dan berpandangan negatif terhadap kedatangan kami? Ternyata beliau dulu pernah kedatangan tamu, utusan dari beberapa anggota DPRD Kabupaten Lampung Utara yang juga tokoh sebuah partai politik di sana.

Bahkan, beliau mengaku sudah dipanggil dan langsung menghadap mereka. Saat itu beliau dijanjikan akan dibantu mencarikan dana buat memugar makam tersebut. Sayangnya itu semua hanya janji-janji kosong yang tidak terealisasikan sampai sekarang, sehingga membuatnya kecewa.

Setelah mengobrol singkat, Pak Nafsir mengajak mampir ke rumah beliau di Kotabumi, kalau kami serius ingin tahu tentang kisah keberadaan makam tersebut secara lebih detail. Kami pun setuju untuk mampir ke rumah beliau di lain waktu.

Kemudian kami pun masuk ke dalam area makam yang dikelilingi pagar besi untuk berziarah. Tidak lupa kami semua mendoakan almarhum Minak Semelasem dan keluarganya agar mendapatkan tempat yang layak disisi-Nya.

Ojie dan Yudi turut mendoakan arwah almarhum Minak Semelasem dan keluarganya (Sumber: J.Haryadi)
Ojie dan Yudi turut mendoakan arwah almarhum Minak Semelasem dan keluarganya (Sumber: J.Haryadi)
Penulis selfie dengan latar belakang makam Minak Semelasem sepanjang 7 meter (Sumber: J.Haryadi)
Penulis selfie dengan latar belakang makam Minak Semelasem sepanjang 7 meter (Sumber: J.Haryadi)
Siapa Minak Semelasem?
Dua hari berikutnya, saya dan teman-teman berkesempatan berkunjung ke rumah Pak Nafsir. Setelah sepakat menentukan waktu pertemuan via handphone, kami segera menuju ke rumahnya di daerah Kotabumi Ilir. Beliau pun menyambut kami dengan ramah

Setelah disuguhi kopi Lampung yang nikmat dan mencicipinya, saya pun mulai mewawacarai Pak Nafsir. Selain itu, kedua teman muda saya yaitu Ojie dan Yudi pun ikut membantu menggali informasi dari beliau. Obrolan berlangsung hangat penuh kekeluargaan.

Bertamu ke rumah Pak Muhammad Nafsir sambil wawancara (Sumber: Rusdiyanto)
Bertamu ke rumah Pak Muhammad Nafsir sambil wawancara (Sumber: Rusdiyanto)
Menurut Pak Nafsir, cikal bakal masyarakat Lampung yang ada di Kotabumi berasal dari dua keturunan yaitu Minak Semelasem dan Minak Gutti Selango.

Sumber lain mengatakan bahwa kedua orang ini berasal dari keturunan Nyunyai bergelar adat Minak Trio Deso (hidup antara tahun 1670-1775 dan dimakamkan di Canguk Ghaccak, Desa Skipi, Kecamatan Abung Tinggi) yang memiliki dua istri, yaitu Minak Rajo Lemawung berasal dari daerah Melinting, Kabupaten Lampung Timur dan Minak Munggah Dabung (Rendang Sedayu) berasal dari daerah Skipi, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara.

Istri pertama Minak Trio Deso yaitu Minak Rajo Lemawung memiliki anak bernama Minak Penatih Tuho, sedangkan dari istri kedua yaitu Minak Munggah Dabung memiliki dua orang anak bernama Minak Krio Demung Latco dan Minak Kebahyang.

Selanjutnya dari Minak Penatih Tuho menghasilkan keturunan dua orang anak yaitu Minak Semelasem dan Minak Gutti Selango (sumber: Akuan Abung, dikutip dari kumpastuntas.co).

Pak Nafsir menuturkan bahwa suatu hari Minak Semelasem bermaksud pergi dari Kotabumi untuk sebuah urusan dalam kurun waktu tertentu.

Saat itu beliau sudah memiliki tujuh orang istri, tapi tidak punya anak, sedangkan adiknya, Minak Gutti Selango masih bujangan. Minak Semelasem berpesan pada adiknya, jika waktu yang sudah ditentukan dirinya belum pulang, anggap saja sudah meninggal. Beliau meminta agar adiknya bersedia menikahi semua istri-istrinya.

Setelah waktu yang ditentukan terlewati, ternyata Minak Semelasem belum juga pulang. Hal ini membuat Minak Gutti Selango gelisah. Lalu beliau teringat pesan kakaknya agar bersedia menikahi semua istri-istri kakaknya tersebut. Akhirnya karena patuh, Minak Gutti Selango pun menikah.

Suatu hari, terjadi hal yang tidak terduga. Tiba-tiba Minak Semelasem kembali ke Kotabumi dari perantauannya dengan membawa sorang istri baru yang berasal dari Desa Karta, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat sebuah desa tua, dulu sebelum pemekaran daerah ini termasuk ke dalam Kabupaten Lampung Utara.

Tentu saja hal ini membuat Minak Gutti Selango terkejut. Beliau takut kakaknya marah karena sudah mempersunting semua istri-istri kakaknya. Namun, untungnya Minak Semelasem sadar kalau adiknya tidak salah. Beliau paham atas apa yang sudah dilakukan oleh adiknya itu.

Hasil perkawinan Minak Semelasem dengan istri barunya menurunkan anak bernama Minak Peduka (dimakamkan di Tujak, Kabupaten Tulang Bawang Barat) yang melahirkan keturunan orang Kotabumi Ilir, sedangkan Minak Gutti Selango melahirkan keturunan orang Kotabumi Tengah dan Kotabumi Udik.

Setelah bercerita sekilas tentang kisah keberadaan makam Minak Semelasem, Pak Nafsir memperlihatkan kepada kami bukti peninggalan nenek moyangnya yaitu berupa dua buah tongkat dari rotan hitam yang dibungkus kain putih dan sebuah guci.

Kondisi guci sudah tidak utuh, karena pada bagian atasnya sudah pecah (sompel). Namun, secara keseluruhan masih terlihat baik. Benda bersejarah ini kini tersimpan rapi di kediamannya.

Tongkat yang terbuat dari rotan hitam peninggalan Minak Semelasem (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Tongkat yang terbuat dari rotan hitam peninggalan Minak Semelasem (Sumber: Fakhrurrozi Atma Putra)
Sebuah guci yang sudah pecah peninggalan Minak Semelasem (Sumber: J.Haryadi)
Sebuah guci yang sudah pecah peninggalan Minak Semelasem (Sumber: J.Haryadi)
Semoga pemerintah daerah, anggota dewan, para pengusaha, dan tokoh masyarakat Lampung terketuk untuk memperhatikan kondisi situs bersejarah ini.

Kalau dibenahi dan dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin keberadaan makam ini bisa menjadi cagar budaya dan menjadi salah satu objek wisata religi di Kabupaten Lampung Utara.

Semoga bermanfaat dan salam pena kreatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun