Siapa tidak kenal dengan Dr. Ir. H. Wahyu Saidi, MSc.? Alumni ITB Angkatan’81 ini selain dikenal sebagai dosen, penulis buku dan pembicara seminar, beliau juga lebih dikenal sebagai pengusaha makanan yang sukses. Jatuh bangun dalam membangun bisnis sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Tidak heran beliau selalu santai dan tidak pernah terlihat galau dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapinya.
Wahyu Saidi lahir di Palembang pada 24 Oktober 1962. Ketika masuk usia sekolah, beliau pindah ke Lubuk Lingggau – berjarak 400 Km dari Palembang, mengikuti tugas ayahnya – Ir. Said Harun, yang bekerja sebagai Kepala Dinas Pertanian. Beliau mulai bersekolah di SD Xaverius dan SMP Xaverius di kota ini sampai selesai.
Selama tinggal di Lubuk Linggau ini, Wahyu Saidi mempunyai kesan tersendiri. Saat itu banyak teman-teman sekolahnya yang kdeturunan etnis Tionghoa, dimana orangtua mereka rata-rata bekerja sebagai pedagangan. Pertemanan beliau dengan anak-anak keturunan seperti Ayong, Ahu, Aweng, Ahok, Ahin, Aping, Afen dan lainnya sangat membekas dalam jiwanya dan kelak banyak memberikan inspirasi baginya dalam berkiprah di dunia bisnis. Pertemanan tersebut akhirnya menjadi titik awal tumbuhnya jiwa entrepreneurship dalam diri beliau.
Pada masa itu lulusan 1991 pendidikan S-2 ITB Jurusan Teknik dan Manajemen Industri ini begitu sering bermain dengan teman-temannya itu sambil menunggu toko. Beliau sering menyaksikan temannya itu mendapatkan uang jajan setelah melakukan pekerjaan tertentu. Hal itulah yang membuat anak-anak keturuan etnis Tionghoa tersebut begitu sangat menghargai uang.
Usai tamat SMP, lulusan 2001 pendidikan S-3 Universitas Negeri Jakarta (UNJ) juruasan Manajemen Administrasi Pendidikan ini melanjutkan ke SMA Xaverius I di Palembang. Pendidikan SMA diselesaikannya pada 1981, kemudian meneruskan kuliah di Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada saat itu jurusan ini merupakan jurusan paling populer bagi mahasiswa tingkat pertama bersama ITB. Tentu menjadi kebanggaan tersendiri bisa kuliah di jurusan tersebut.
Menurut Wahyu Saidi, alasannya kuliah di ITB saat itu karena di sana banyak melahirkan orang-orang hebat dan bisa menjadi demonstran. Sayangnya begitu beliau masuk ITB, NKK dan BKK diberlakukan, sehingga dilarang melakukan demonstrasi dan bila melakukannya akan ditangkap karena dianggap melanggar hukum.
Selama kuliah di ITB, ayah dari 2 putri dan 1 putra ini aktif dalam kegiatan kampus, seperti olahraga Karate Kyokushinkai dan ikut mendirikan unit ini di ITB. Beliau juga aktif juga di Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan (PSIK) dan pernah menjadi Ketua Bidang Organisasi Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) ITB. Di samping itu, beliau juga selama 4 tahun aktif sebagai wartawan di Berkala ITB - tabloid yang merupakan media resmi ITB.
Pengalaman Berkarir Dalam Dunia Kerja
Setelah menamatkan pendidikan S-1 ITB, Wahyu Saidi melanjutkan pendidikannya ke pascasarjana di Jurusan Teknik Industri ITB. Selesai mendapat gelar Master of Science (M.Sc), beliau bekerja di Propinsi Lampung . Beliau bekerja di di PT. Dipasena Citra Darmaja (pada 1994 perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan tambak udang terpadu yang terbesar di dunia) sampai memperoleh posisi sebagai HRD Manajer.
Tidak puas sampai di sana, Wahyu Saidi ingin mencoba pengalaman baru. Lalu beliau pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai manajer proyek di Drassindo Group - perusahaan investor dan kontraktor yang membangun jalan tol. Hasil kerjanya sebagai insinyur sipil selama di perusahaan tersebut adalah berupa 10 buah jembatan penyeberangan di ruas tol Pondok Indah sampai Jagorawi.
Sempat Menjadi Pengangguran Sebelum Akhirnya Mulai Berbisnis
Wahyu Saidi mengaku kalau dirinya pernah terlibat dalam persiapan pembangunan jalan tol Sejajar-Kalimalang. Sayangnya pembangunannya terbengkalai akibat terkena imbas krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1998-1999. Perusaan tempat beliau bekerja mati suri dan beliau pun akhirnya job-less alias menjadi pengangguran.
Dalam kondisi yang tidak menentu tersebut tentu tidak banyak pilihan lapangan kerja yang tersedia. Wahyu Saidi lalu berpikir untuk mencoba keberuntungannya dengan alih profesi menjadi seoang pebisnis. Baginya, memutuskan terjun ke dunia bisnis sama saja dengan menyusuri lorong yang penuh dengan ketidakpastian, Sebagai orang yang selalu berpandangan optimis, beliau siap menghadapi tantangan dalam dunia baru yang belum pernah digelutinya tersebut.
“Saya pilih dunia bisnis karena tidak ingin menyerah dan saya berani bersaing.,” tuturnya dengan penuh semangat, sambil mengenang masa lalunya
Bisnis yang pertama kali dilakukan alumni ITB Angkatan’81 ini adalah dalam bidang agribisnis. Saat itu beliau mencoba menanam cabe dan buncis. Seperti para pemula lainnya, usaha tersebut akhirnya tidak berhasiil. Tanamannya tumbuh, subur tetapi buahnya sangat sedikit.
’Rupanya saya salah memberi pupuk. Saat itu saya baru tahu kalau pupuk itu bermacam-macam. Ada pupuk untuk daun, ada pula pupuk untuk buah,’’ ujar Doktor ITB ini sambil tertawa lepas.
Namun jangan sebut namanya kalau pria bertubuh subur dan murah senyum ini kapok. Justru kegagalan memcut dirinya untuk terus belajar dari kegagalannya dan mau terus mencoba usaha bidang lainnya.
Tekad kuat pria asal kota empek-empek ini untuk menjadi seorang pengusaha tidak bisa dibendung. Kemudian Wahyu Saidi mencoba terjun ke bisnis makanan. Beliau lalu mendirikan kedai ikan patin, masakan khas daerah kelahirannya, Palembang,. Sayangnya usaha ini pun tidak berjalan mulus. Pasalnya, kedai itu hanya ramai dikunjungi pada jam tertentu saja. Selain itu, konsumen yang bisa menikmatinya hanya orang dewasa.
Penulis buku bisnis dan pembicara seminar ini pun tidak putus asa. Beliau tetap berpikir keras mencari solusi mencari usaha yang lebbih mudah berpotensi mendulang sukses. Beliau kemudian mulai menganalisis semua menu makanan, mulai dari soto kudus, soto Madura, siomay, bakso, ayam bakar, sampai roti bakar.
Akhirnya Wagyu Saidi mengambil keputusan untuk berbisnis bakmi. Ide membuka warung bakmi diperoleh ketika makan di Restoran Bakmi Gajah Mada (GM) yang sangat terkenal di Jakarta.Beliau kagum pada restoran Bakmi GM yang begitu besar dan selalu penuh pengunjung. Selain itu alasan lainnya adalah karena bakmi dapat dinikmati oleh semua golongan umur, setiap waktu, dan oleh semua lapisan masyarakat.
Mulai Buka Usaha Bakmi
Pada mulanya membuka usaha, alumni SMA Xaverius I Palembang ini mengaku sering terbentur masalah dana untuk mengembangkan usahanya. Namun beruntung beliau saat itu bertemu dengan seorang pensiunan Bank Indonesia yang bersedia memberinya pinjaman modal usaha.
Kemudian Wahyu Saidi mulai belajar membuat bakmi yang lezat. Demi mewujudkan mimpinya memiliki usaha makanan yang sukses, beliau mengundang para pakar kuliner dan analisis rasa. Untuk menguji resep masakannya. Usaha dan kerja kerasnya akhirnya berbuah manis. Beliau pun berhasil memperoleh bumbu penyedap bakmi dan 33 jenis hidangan lainnya.
Tidak lama berselang, berkat Inspirasi dari Bakmi GM, Wahyu Saidi kemudian membuat usaha bakmi dengan naman “Bakmi Langgara”. Beliau membuka outlet pertamanya di Menara Kadin, Jakarta pada tahun 2000. Lokasi tersebut diperoleh beliau dari sahabatnya, yang sudah sukses menjadi pengusaha. Beliau menerapkan teori ATM (Amati, Tiru, dan Modivikasi) untuk memulai usahanya. Melalui teori itersebut, beliau berusaha maksimal agar masakannya memiliki citra rasa seenak Bakmi GM, tetapi dengan harga yang lebih murah.
Outlet pertama Wahyu Saidi ternyata laku keras dan langsung dijejali konsumen. Para pengunjung datang silih berganti membeli bakmi buatannya. Kesuksesan tersebut lantas mengilhaminya untuk melakukan ekspansi usaha dengan membuka cabang kedua di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Outlet kedua ini pun kembali ramai dikunjungi pembeli, sehingga membuat pundi-pundi uangnya semakin tebal.
Selanjutnya, mantan site manajer PT. Gajah Mada Sarana – sebuah perusahaan kontraktor di Palembang,- ini pun kembali melebarkan usahanya. Kali ini beliau membuka usaha bakmi dengan nama “Bakmi Tebet”. Usaha ini pun kembali meraih kesuksesan seperti usaha beliau sebelumnya.
Guna menarik konsumen, Wahyu Saidi membagi usahanya menjadi dua segmen pasar. Usaha Bakmi Langgara diposisikan untuk menarik konsumen dari kelas menengah ke atas, sedangkan Usaha Bakmi Tebet sasarannya adalah konsumen kelas menengah ke bawah. Namun cara seperti ini ternyata kurang berhasil. Secara perlahan, Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet membaur menjadi satu. Efek positifnya justru membuat usahanya terus berkembang dengan pesat. Makanan yang dijualnya pun mulai bervariasi seperti cendol, steak dan lain-lain. Hanya dalam tempo dua tahun, usahanya berkembang menjadi 12 cabang.
Membuka Usaha Waralaba (Franchise)
Naluri bisnis Wahyu Saidi kian liar dan terus memikirkan pengembangan usahanya agar menjadi lebih besar lagi. Beliau lalu berinovasi dengan mencviptakan sistem waralaba (franchise) dan menawarkan kepada masyarakat yang berminat membuka usaha seperti dirinya.
Gebrakan Wahyu Saidi ini ternyata cukup jitu. Terbukti banyak pemilik modal yang tertarik bekerja sama dengannya. Setahun kemudian jumlah cabangnya terus tumbuh mencapai 50 cabang. Setiap tahun tawaran kerja sama untuk membuka cabang baru terus berdatangan, membuat usahanya laris manis bak pisang goreng. Outlet bakminya terus bertambah mencapai ratusan cabang yang tersebar di beberapa kota seperti di kawasan Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Cilegon, Semarang, Yogyakarta, Medan, Pekanbaru, Palembang serta kota-kota lain yang ada di Indonesia. Bahkan beliau juga mengembangkan sampai ke luar negeri, yaitu di negara Malaysia dan Mekkah dengan omset mencapai ratusan juta rupiah.
Pengusaha yang bertempat tinggal di Jalan Rawamangun Muka I No. 22 Jakarta Timur ini menjual waralaba dengan dua nama, yaitu Bakmi Tebet dan Bakmi Langgara. Beliau menawarkan harga waralabanya mulai dari Rp10 juta hingga Rp550 juta per outlet. Hasilnya sangat fantastis. Hanya dalam kurun 4 tahun sejak membuka usaha, outletnya berkembang hingga memiliki 90 cabang.
Kedua nama bakmi miliknya yaitu Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet berkembang sama cepatnya. Dalam waktu 15 tahun, usahanya terus berkembang hingga menjadi 410 outlet, termasuk di dalam maupun luar negeri Beberapa di antaranya berupa gerobak. Omzet satu outletnya bisa mencapai Rp 10 juta per hari.
Kesuksesan Wahyu Saidi dalam bisnis makanan membuat namanya terkenal dan menjadi perbicangan banyak orang. Berbagai media nasional pernah meliput kesuksesannya. Bahkan beliau sering diundang berbagai kalangan sebagai narasumber seminar motivasi bisnis untuk berbicara dan berbagi resep suksesnya dalam mengelola usaha. Beliau juga sering mengisi rubrik entrepreneur di media cetak dan radio. Bahkan, sebuah stasiun televisi di Jakarta pernah mendapuknya menjadi presenter program ‘’Modal Dengkul Dapur Ngebul’’ selama enam bulan.
Namun belakangan bisnis bakminya kian pudar. Karena tidak siap dengan sistem pengembangan, usahanya mulai bermasalah. Setelah 2006, satu demi satu outlet-nya terpaksa tutup karena tak mampu lagi bersaing yang ditandai dengan merosotnya omzet penjualan di beberapa outlet. Rata-rata omzet tiap outlet bakminya turun tajam, hanya berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 5 juta perhari. Sekarang tersisa 12 outlet saja. Itulah outlet miliknya sendiri.
Meski demikian, Wahyu tidak patah arang. Kisah kebangkrutannya dilirik sebuah stasiun televisi di Jakarta. Wahyu kemudian diminta menjadi host program ‘’Berani Bangkrut’’.
Program ini menarik minat seorang pejabat sebuah bank swasta papan atas. Eksekutif itu kemudian meminta Wahyu menjadi motivator bisnis untuk nasabah bank yang ingin belajar menjadi wirasusaha. Wahyu kemudian mengikat kontrak dengan bank tersebut selama tiga tahun sebagai motivator.
Bangga Pernah Membangkrutkan 498 Outlet Bakmi
Biasanya seorang pengusaha merasa senang jika berhasil mengembangkan bisnisnya, apalagi jika memiliki cabang hingga ratusan outlet. Namun hal itu tidak berlaku bagi Wahyu Saidi. Beliau justru berpikiran sebaiknya, bahkan merasa bangga karena pernah mempunyai 410 outlet bakmi, kemudian sukses “membangkrutkan” 398 diantaranya, sehingga hanya tersisa 12 outlet saja.
“Itu harga pembelajaran sebagai pengusaha,” ujar dosen Universitas Negeri Jakarta ini pada sebuah forum yang mendaulatnya menceritakan pengalaman usahanya di Jakarta, pada Rabu, 7 Desember 2011 silam.
“Saya harus menutup 398 diantaranya dan tersisa 12 saja karena saya tidak sanggup mengelolanya,” tutur Wahyu Saidi seperti dikutip dari http://jaringanews.om
Menurut Wahyu Saidi, seiring dengan berkembangnya usaha, diperlukan rentang manajemen yang lebih besar. Seorang wirausaha harus siap mendapatkan bantuan dari orang lain, apakah itu konsultan, para manajer dan sebagainya.
“Pada titik ini saya tidak siap. Saya paling pusing bila diharuskan bekerjasama dengan orang lain. Akhirnya saya memutuskan fokus pada 12 gerai saja,” tutur Wahyu.
Sekarang dengan 12 gerai itu, Wahyu Saidi sudah puas. Setiap bulan pendapatannya berada pada kisaran Rp200 jutaan. Itu sudah setara dengan gaji direktur perusahaan jalan tol, karier yang sudah ditinggalkannya.
Kendati begitu, Wahyu Saidi tidak kapok memprovokasi orang lain untuk keluar dari zona aman sebagai karyawan untuk menjadi seorang entrepreneur.
"Kalau sudah bosan dengan rutinitas, jadilah pengusaha," tuturnya.
Menurut Wahyu, bisnis kuliner itu tidak ada matinya.
"Cuma ini pesan saya, kalau usaha sudah berkembang dan membesar, carilah orang-orang profesional untuk membantu Anda. Jangan Anda tangani sendiri karena kekuatan Anda terbatas," kata dia, mengingatkan pengalamannya sendiri yang pernah gagal .
Wahyu Saidi adalah salah satu contoh pebisnis tangguh. Meskipun beliau sudah ratusan kali bangkrut, tetapi beliau tidak tidak pernah merasa putus asa. Beliau terus bersemangat menularkan virus wirausaha kepada anak-anak muda. Dua belas restoran yang sekarang tersisa, menurut beliau adalah hasil ‘’kelulusannya’’ belajar dari 398 kali kegagalan. Bangkrut memang menyakitkan, tetapi itu lebih baik daripada tidak punya pengalaman dalam berbisnis. Di balik pengalamannya mengalai kebangkrutan, tersimpan ilmu yang mahal luar biasa dan bisa dijadikan pelajaran berharga bagi siapa saja yang ingin sukses berwirausaha.
Sukses Berkat Kerja Keras
Pada awal memulai usaha sebagai tukang bakmi, pagi hari pukul 05.00 WIB Wahyu Saidi sudah berada di Pasar Pulo gadung, agar tidak kehabisan ayam betina afkir atau untuk mendapat caisim (sawi hijau) yang masih segar. Sekitar pukul 06.00 WIB beliau berdesakan dengan belanjaan di atas bajaj, padahal pada saat itu beliau sudah memiliki mobil sedang, tetapi mobil tersebut tidak cocok untuk membawa barang belanjaan.
Sekitar pukul 07.00 WIB beliau mandi, memakai pakaian kaos dan sepatu sandal. Kemudian sarapan pagi dan menyapa anak yang akan berangkat sekolah. Sedangkan siang harinya beliau benar-benar sedang menjadi tukang bakmi sejati,. Pekerjaan memotong sayur, mengelap meja, mencuci piring dan sebagainya benar-beanr dilakukannya sendiri dan menjadi aktifitas hariannya.
Sore sampai menjelang Magrib kegiatan Wahyu Saidi mulai sedikit lenggang. Kadang beliau memaksakan diri untuk pulang ke rumah sebentar. Sesudah Magrib kegiatan memuncak lagi, sampai rumah makan tutup sekitar pukul 22.00 WIB. Masih ada kegiatan beres-beres perlengkapan restoran dan mengevaluasi hasil kerja hari tersebut. Tiba di rumah dengan badan yang penuh lelah sekitar pukul 23.00 malam.
Begitulah aktifitas rutin yang dilakukan Wahyu Saidi selama merintis usaha bakmi. Tidak heran berkat kerja kerasnya tersebut beliau mendulang sukses. Dari kisah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kesuksesan itu tidak hadir secara tiba-tiba, tetapi melalui sebuah proses perjuangan yang cukup panjang, konsisiten dan tanpa mengenal lelah.
Menurut Wahyu Saidi, apapun profesi seseorang sebelumnya, jika serius mau berubah menjadi seorang pengusaha pasti bisa, asal mau melakukan perubahan dalam dirinya. Perubahan adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Ketakutan meninggalkan pekerjaan lama yang nyaman kadang justru membuat kita tidak ingin berubah. Daerah yang nyaman, secara definitif adalah wilayah yang sudah biasa kita jalani, yang senang kita lakukan, ada kepastian, bebas resiko, aman, mudah, tenteram, dan nyaman. Sedangkan wilayah tujuan perubahan adalah wilayah tantangan, di mana ada ketidakpastian, kecemasan, kesulitan dan perlu keberanian untuk menapakinya.
Pribadi yang Ramah dan Mudah Dihubungi
Wahyu saidi memiliki pribadi yang hangat, mudah berbaul dengan siapa saja. Sangat jarang orang sukses yang mudah dihubungi, kecuali beliau sedang rapat. Sesibuk apapun pekerjaannya, beliau akan berusaha mengangkat panggilan telepon yang ada dalam genggamannya. Kalaupun tidak sempat karena terhalang rapat, beliau pasti akan menelepon balik atau membalasnya dengan pesan singkat via sms.
Salah satu contohnya adalah ketika salah seorang wartawan yang meminta nomor telepon beliau melalui salah seorang pegawainya yang bekerja di sebuah restoran. Tanpa canggung dan ragu, pegawai tersebut memberikan nomor handphone bosnya. Tentu ini bukan sesuatu yang lazim, apalagi kepada orang baru yang belum dikenalnya. Itulah saah satu kelebihan Wahyu Saidi. Beliau gambang dihubungi oleh siapapun dan kapanpun meskipun sudah menjadi orang sukses.
Membuat janji telepon dengan dirinya pun tak sesulit kalau kita biasanya bertemu dengan para pengusaha besar. Bahkan saking mudahnya, beliau mengatakan bahwa telepon genggamnya siap dihubungi 24 jam sehari. Orang yang semacam termasuk barang langka dan perlu dilestarikan.
Menjadi inspirator Bisnis Bagi Pengusaha Muda
Sebagai seorang pengusaha sukses, Wahyu Saidi tidak segan-segan membagi ilmunya kepada siapa saja yang ingin terjun ke dunia bisnis. Beliau sering menghadiri undangan sebagai narasumber untuk mengisi seminar bisnis yang diselenggarakan mahasisawa di kampus-kampus. Beliau juga rajin menulis buku tentang bisnis, sehingga menjadi rujukan bagi anak muda yang berminat membuka usahanya sendiri.
Tidak sedikit pengusaha muda yang mengaku berhasil menjalankan bisnisnya karena belajar dari kisah suksesnya dan termotivasi dari sosok Wahyu Saidi. Beliau selalu menekankan bahwa menjalankan usaha itu mudah dan tidak ada kata susah untuk menjadi pengusaha besar. Kalau semua orang yang mau menjalankan usaha siap gila dan mau benar-benar ulet serta kreatif, maka tidak ada kata mustahil jika membuka usaha apapun akan berhasil menjadi orang besar. Hal itulah yang menjadi spirit dan pendorong bagi anak muda untuk mengikuti jejaknya, sehingga beliau menjadi sumber inspirasi begitu banyak pengusaha pemula.
Penulis Buku Produktif
Wahtu Saidi bukan saja senang membaca dan pandai berbicara di depan publik, tetapi beliau juga dikenal sebagai penulis buku produktif. Puluhan buku pernah ditulisnya, mulai dari buku pelajaran (akademis), buku bisnis, buku manajemen, Buku religi, dan juga buku motivasi.
Beberapa buku yang pernah ditulis Wahyu Saidi di antaranya adalah buku berjudul: Biologi Untuk SLTP, Jilid 1-3. Penerbit Armico (1987), Bandung; Buku Kimia SLTA, Jilid 1-3, Penerbit Angkasa (1988), Bandung; Buku; Buku Berani Memulai Bisnis, Penerbit Bening (2005), Jakarta; Buku Cara Gampang Menjadi Tukang Bakmi, Penerbit Iqro-graf (2005), Jakarta; dan Buku Doa dan Dzikir untuk Pebisnis Muslim, Kata Pengantar, Penerbit Iqro-graf) (2005), Jakarta.
Buku lainnya adalah Buku Berjudul Manajemen Pemasaran, Britrz Publisher (2006), Jakarta; Buku 25 Ide Bisnis Paling Kreatif, Iqro-graf (2006), Jakarta; Buku Kiat Sukses Mengelola dan Mengembangkan Bisnis Restoran, MH Publishing (2006), Jakarta; Buku Mari Berkenalan dengan Bisnis, Ikhtiar Press (2006), Jakarta; Buku Asyiknya Berbinsis Restoran : Panduan Untuk Sukses, Enno Media(2007), Jakarta; dan Buku Kewirausahaan, Enno Media (2007), Jakarta.
Aktif Dalam Berbagai Organisasi.
Wahyu Saidi termasuk senang berorganisasi. Beliau mempunyai segudang pengalaman, sehingga hal ini juga menjadi bekal beliau dalam memperluas pergaulan. Selain itu, aktifitasnya dalam organisasi sedikit banyak membantu beliau dalam mengembangkan bisnisnya.
Beberapa organisasi yang pernah diikutinya diantaranya adalah sebagai anggota Redaksi Berkala ITB (1984-1991), anggota redaksi Buletin Teknik & Manajemen Industri (1988-1991), anggota Redaksi Warta Dipasena ( 1991-1994), anggota Pendiri Unit Kegiatan Karate Kyokushinkai ITB (1986), anggota Asosiasi Manajer (AMA) Indonesia, anggota Ikatan Alumni ITB Pengurus Ikatan Alumni Pascasarjana UNJ, dan Ketua Komite Sekolah SMU Diponegoro Rawamangun.
Organisasi lain yang dimasukinya adalah sebagai Bendahara Asosiasi Doktor Pendidikan Indonesia (ADPI), Pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Propinsi Banten, Wakil Ketua Ikatan Alumni Sipil ITB (ALSI ITB), dan Pengurus Departemen Bisnis dan Modal Ventura Ikatan Alumni ITB (IA-ITB).
Aktif sebagai Pembicara Dalam Seminar Bisnis
Sejak 2005 Wahyu Saidi mulai aktif menjadi pembicara seminar bisnis diberbagai kota di seluruh Indonesia. Tercatat beliau pernah menjadi pembicara di seminar Berani Memulai Bisnis di berbagai kota di Indonesia pada 2005, yaitu di Kota Bogor, Cirebon, Banjarmasin, Palangkaraya, Balik Papan, Samarinda, Makasar, Tanjung Redep Kalimantan Timur, dan Tarakan Kalimantan Timur.
Kemudian menjadi pembicara pada seminar Berbagi Pengalaman Bisnis, Universitas Mercubuana, Jakarta (2005), Seminar Cara Cepat Menjadi Milyarder Sukses di Bandung (2005), seminar Merancang Masa Depan, Universitas Tirtayasa di Cilegon (2005), seminar Peluang Membuka Bisnis di Arab Saudidi Jakarta (2005), seminar Jeli Memilih Bisnis Musiman di Solo (2005), seminar Jeli Memilih Bisnis Musiman di Jakarta (2005), Stadium Generale Entrepreneurship, Institut Teknologi Harapan Bangsa di Bandung (2005), Training Leadership Himpunan Mahasiswa Sipil ITB, di Cirata, Purwakarta (2005), dan Tahun 2006-2008, menjadi pembicara seminar di berbagai tempat di seluruh Indonesia rata-rata 3 kali seminggu, termasuk di Hongkong (2 kali).
Pengalaman Lainnya
Selain menulis buku, Wahyu Saidi juga masih sempat menulis dan menjadi pengasuh beberapa rubrik konsultasi bisnis di berbagai media lokal maupun nasional. Beberapa di antaranya adalah menjadi pengasuh tetap rubric konsultasi usaha di Tabloid Kontan, rubrik konsultasi wirausaha (setiap minggu) di Surat Khabar Indopos dan Radar Bogor, rubrik konsultasi wirausaha (setiap bulan) di majalah Insani, rubrik konsultasi wirausaha (setiap minggu) di Surat Khabar Kaltim Pos, Samarinda Ekspres, Radar Banjarmasin Pos, Pontianak Pos, Radar Tarakan, Kalteng Pos, Padang Ekspres, Radar Cirebon, Radar Kendari, Menado Pos, Ambon Ekspres, dan Cendrawasih Pos.
Beliau juga pernah menjadi pembawa acara dan nara sumber di acara Franchise Corner di Radio Bisnis Pas FM Jakarta (setiap selasa malam, jam 20.00-21.00), menulis di berbagai majalah, tabloid dan surat kabar dengan topik entreprenurship & marketing, dan menjadi narasumber di Radio Bahana FM, Trijaya FM, Gaya FM Bekasi, dan Radio Dakta Bekasi
***
Oleh: J. Haryadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H