[caption caption="Ilustrasi gambar oleh J. Haryadi"][/caption]
Oleh: J. Haryadi
Sudah menjadi kebiasaan saya, sepulang sekolah sekitar jam 10 pagi, biasanya saya bermain gundu (kelereng) bersama teman-teman sebaya di halaman rumah. Siang itu cuaca cukup panas, sehingga badan saya berkeringat. Setelah puas bermain, saya bergegas ke kamar mandi yang terletak di belakang rumah untuk membersihkan diri. Kemudian saya bermaksud ke ruang tamu untuk mengambil pakaian yang tersimpan di lemari. Pada saat itu usia saya sekitar 8 tahun.
Selain saya, rumah orangtua kami dihuni juga oleh kakak perempuan saya yang memiliki lemari pakaian di ruang tengah. Sedangkan lemari yang ada di ruang tamu digunakan untuk menyimpan pakaian saya, pakaian kedua orangtua saya, pakaian kakak dan adik laki-laki saya.
Sebenarnya saat itu indra keenam saya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di rumah tersebut. Getarannya terasa sekali dan membuat hati saya merasa kurang nyaman. Namun karena sudah terlanjur berjanji dengan teman-teman untuk bermain lagi di luar rumah, maka saya beranikan diri membuka lemari untuk berganti pakaian.
Seperti layaknya anak-anak seusia saya, ketika mencari pakaian biasanya dilakukan dengan cara mengacak-acak pakaian yang sudah disusun rapi. Pakaian saya dan adik-adik disusun pada tempat yang sama, terpisah dengan pakaian kakak dan kedua orangtua saya.
Saat itu saya melihat ada sesuatu yang aneh ditumpukan pakaian kedua orangtua saya. Tidak seperti biasanya, saya melihat pakaian tersebut agak menyembul ke atas, seolah-olah ada sesuatu yang ditutupinya. Pakaian itu sepertinya mulai bergetar dan bergerak perlahan, begitu lembut, sehingga membuat saya penasaran untuk membukanya.
Meskipun mulai merasa takut, tetapi saya coba memberanikan diri untuk membuka pakaian tersebut. Ketika tangan saya mulai menyentuhnya, tiba-tiba tangan saya langsung tersedot dan menempel di pakaian tersebut. Sepertinya ada sebuah tarikan magnet yang sangat kuat. Kemudian saya merasakan ada udara dingin mengalir deras ke kulit tangan, masuk ke aliran darah dan terus merambah ke tubuh saya, sehingga membuat tubuh saya menggigil. Saya berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya, tetapi kekuatan itu ternyata cukup besar. Saat itu saya benar-benar merasa sangat ketakutan.
Saya mencoba berteriak untuk meminta tolong, tetapi lidah saya sepertinya terkunci dan mendadak kaku. Tidak ada suara yang keluar dari mulut saya. Saya benar-benar bingung harus berbuat apa. Sementara benda asing dibalik pakaian itu terus bergtar semakin kencang. Dalam situasi yang menegangkan tersebut, saya teringat dengan nasihat guru ngaji yang mengajarkan saya agar membaca ayat-ayat suci Al-qur’an jika merasa ketakutan terhadap sesuatu.
Dengan sisa-sisa keberanian yang masih ada, sebisanya saya mencoba membaca ayat suci Al-Qur’an yang saya hafal. Tentu saja membacanya hanya dalam hati, sambil mata terus memandang ke arah gundukan pakaian yang mulai terguncang-guncang tersebut. Sungguh ajaib, tiba-tiba tangan saya terhempas ke atas, sambil mencengkram pakaian yang menutupi benda asing tersebut.
Apa yang terjadi selanjutnya yang membuat saya hampir mati berdiri? Ternyata benda yang menyembul tersebut adalah seonggok kepala manusia dengan wajah yang menyeramkan. Rambutnya lebat, panjang, kusut, dan acak-acakan. Wajahnya yang keriput dipenuhi dengan bentol-bentol seperti kutil dengan aneka ukuran. Matanya melotot seperti mau keluar, sehingga urat-urat matanya yang merah begitu jelas terlihat. Sosok misterius itu menjulur-julurkan lidahnya yang panjang ke arah saya, persis seperti lidah seekor ular phyton yang akan memangsa buruannya.
“Tooo ...too ....toolooong!” teriak saya kaget, sambil terhentak beberapa langkah ke belakang.
Aneh, mulut saya yang tadinya kaku mendadak menjadi bersuara kembali. Tubuh saya lalu terjatuh dan terjerembab ke lantai. Pakaian dari lemari pun ikut berceceran di lantai. Tanpa berpikir panjang, saya berusaha bangun dan berlari sekuat mungkin, sambil terus menjerit minta tolong.
Sayangnya teriakan saya hanya sia-sia belaka. Maklum kondisi di rumah saat itu sedang kosong. Kebetulan semua orang sedang tidak berada di rumah. Saya pun terpaksa berlari menuju ke rumah tetangga dan menceritakan semua kejadian yang saya alami. Namun mereka hanya tertawa dan tidak mempercayai apa yang saya ceritakan. Mungkin saja karena waktu itu saya masih kecil dan kejadian itu dianggap mereka hanya halunisasi saya saja. Padahal saya benar-benar menyaksikannya dengan mata kepala saya sendiri.
Sejak saat itu saya menjadi trauma dan tidak pernah berani membuka lemari pakaian itu sendirian. Setiap habis mandi dan ingin ganti pakaian, selalau minta ditemani oleh orangtua atau kakak saya. Saya selalu meminta mereka untuk mengambilkan pakaian saya.
***
Catatan:
Cerita tersebut diangkat dari kisah nyata, pengalaman seorang teman yang langsung menceritakannya kepada penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H