Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Perjuangan Nelayan Tradisional Banten Mencari Ikan

28 Desember 2015   15:49 Diperbarui: 28 Desember 2015   16:48 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benar saja, terlihat kepiting “rajungan” yang berhasil menyangkut dijaringnya. Seorang anak kecil bernama Rendi – murid kelas 5 SD yang ikut membantunya, segera memisahkan ikan hasil tangkapan mereka dari jaring yang menjeratnya. Hasil tangkapan ikan tidak begitu banyak. Hanya terdapat beberapa ekor kepiting “rajungan”, beberapa ekor ikan kecil, udang kipas dan udang lobster.

[caption caption="Pak Eko memperlihatkan seekor kepiting “rajungan” hasil tangkapannya (sumber: J.Haryadi)"]

[/caption]

[caption caption="Rendi - bocah kelas 3 SD sedang membntu melepaskan kepiting dari jaring yang menjeratnya (sumber: J. Haryadi)"]

[/caption]

[caption caption="Hasil tangkapan jaring Pak Eko hari ini berupa kepiting, ikan dan udang (Sumber: J. Haryadi)"]

[/caption]Saat mereka sedang bekerja menarik jaring, tiba-tiba cuaca berubah gelap dan hujan pun datang. Kondisi seperti ini merupakan pemandangan yang biasa bagi mereka. Saya pun segera memakai jas hujan yang terbuat dari pelastik untuk melindungi diri dari hujan, sementara Pak Eko dan Rendi masih terus bekerja  menarik jaring dan mengambil ikan yang tertangkap di jaring mereka.

[caption caption="Dalam kondisi hujan deras, Pak Eko dan Rendi tetap bekerja menarik jaring dari dalam laut (sumber: J.Haryadi)"]

[/caption]

[caption caption="Rasa dingin, letih dan lapar tidak membuat semangat Pak Eko dan Rendi luntur dalam bekerja mencari nafkah di lautan (sumber: J.Haryadi)"]

[/caption]Sekira 30 menit hujan pun mulai reda. Hasil tangkapan kali ini ternyata tidak banyak. Menurut pak Eko, jika gelombang laut sedang kecil, hasilnya pasti kurang bagus. Tangkapan justru bagus kalau gelombang laut cukup besar, sebab kepiting yang ada dalam lubang di dasar laut pada keluar dan ikan-ikan juga banyak yang tergiring ke jaring. Namun di sisi lain, jika gelombang laut besar, resiko mereka cukup tinggi dan pekerjaan menarik jaring cukup berat, sebab posisi perahu bergerak ke kanan dan ke kiri cukup kencang terhempas gelombang laut.

RENDI TIDAK MEMILIKI CITA-CITA

Saya sangat kaget sekaligus prihatin ketika mewawancarai Rendi – anak buah perahu, yang biasa membantu Pak Eko melaut ketika sedang tidak bersekolah. Anak berusia sekira 10 tahun yang masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD) ini ternyata tidak mempunyai cita-cita untuk masa depannya. Dia begitu pesimis menghadapi kehidupannya. Betapa tidak, saat ini rendy di asuh oleh neneknya, sedangkan kedua orangtuanya merantau ke Pulau Bangka untuk bekerja menari nafkah menjadi buruh pencari timah di pertambangan ilegal.

Raut wajah Rendi sama sekali tidak memperlihatkan wajah anak-anak yang seharusnya riang gembira. Tatapannya kosong melihat laut lepas yang terhampar dihadapannya. Dia tidak begitu yakin nasibnya akan berubah, karena pada kenyatannya hidupnya penuh dengan derita. Bayangkan saja, upahnya ke laut dihitung berdasakan hasil tangkapan nelayan yang menjadi majikannya. Dirinya hanya diberi upah sebesar Rp5.000 per kg hasil tangkapan. Jika sedang bernasib mujur, hasilnya cukup lumayan untuk mebantu neneknay belanja, tetapi kalau sedang apes, dia harus ikhlas hanya memperoleh uang lelah ala kadarnya.

[caption caption="Rendi – sosok bocah nelayan, yang tidak memiliki cita-cita dalam hidupnya akibat getirnya kehidupan (sumber: J. Haryadi)"]

[/caption]

[caption caption="Rendi, sosok bocah yang sudah terbiasa bermain dengan perahu, jaring dan air laut (sumber: J. Haryadi)"]

[/caption]Saya lantas memberi nasihat dan motivasi kepada Rendi agar tetap tegar dalam mengarungi kerasnya kehidupan. Dia saya ajak berpikir tentang masa depan yang bisa diraihnya, seperti menjadi seorang prajurit marinir, menjadi bandar ikan atau menjadi nelayan sukses yang memiliki banyak perahu. Bocah polos itu hanya menganggukkan kepalanya. Semoga saja perbincangan singkat saya dengannya ada yang membekas dalam benaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun