Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka Bukan Sekadar Memanjat Pinang

18 Agustus 2015   16:57 Diperbarui: 18 Agustus 2015   20:09 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Lomba Panjat Pohon Pinang (sumber gambar: http://Storyza.wordpress.com)"][/caption]

Oleh: J. Haryadi

Apakah ada yang salah ketika kita merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan bermain dalam perlombaan memanjat pohon pinang? Tentu saja tidak, sebab permainan tersebut justru sangat mengasyikkan dan sudah menjadi salah satu tradisi tahunan yang populer untuk merayakan HUT RI bagi masyarakat Indonesia. Bahkan kegiatan ini sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia dan satu-satunya di dunia.

Alat permainan panjat pinang adalah menggunakan sebuah pohon pinang yang tingginya sekitar 4-7 meter dan sudah dikupas kulit batangnya. Kemudian batang tersebut dilumuri oli bekas yang sudah disiapkan oleh panitia perlombaan. Pada bagian atas pohon tersebut, disiapkan gantungan yang terbuat dari bambu dengan bentuk melingkar dan berisi berbagai hadiah menarik. Pada bagian puncaknya biasanya dipasang bendera merah putih sebagai lambang negara kita.

Para peserta berlomba umumnya terdiri dari beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari beberapa orang, umumnya antara 5-7 orang atau tergantung peraturan yang dikeluarkan oleh panitia lomba. Mereka diberi waktu yang sama untuk mencoba memanjat pinang tersebut. Jika waktunya sudah habis dan kelompok tersebut belum berhasil, maka kesempatan memanjat diberikan kepada kelompok lainnya. Begitu seterusnya sampai ada kelompok pemanjat yang berhasil meraih hadiahnya.

Jika ingin memenangkan permainan panjat pinang, setiap kelompok harus memiliki strategi khsusus. Biasanya peserta dalam kelompoknya yang memiliki badan besar dan berotot diletakkan pada posisi paling bawah. Orang yang berada pada lapis kedua yang bertubuh lebih ringan berdiri dipundak peserta pertama. Kemudian peserta ketiga dan seterusnya juga melakukan hal yang sama. Peserta yang bertubuh kecil dan paling lincah biasanya ditempatkan pada posisi akhir dan akan memanjat sampai ke atas untuk meraih semua hadiah yang ada di puncak.

Sejarah Panjat Pinang

Jauh sebelum permainan lomba panjat pohon pinang dikenal di Indonesia, permainan ini sudah terlebih dahulu diadakan oleh Pemerintah Belanda di negaranya. Orang Belanda menggelar permainan lomba panjat tiang setiap tanggal  31 Agustus dalam rangka memperingati hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhemina. Selain itu, mereka juga menggelar lomba panjat tiang pada perayaan hari-hari besar mereka.

Menurut penelitian Asep Kambali (pendiri Komunitas Historia Indonesia) terhadap koleksi museum Tropen, Belanda, ternyata permainan panjat pohon pinang sebenarnya merupakan adaptasi dari sebuah permainan sejenis yang di Belanda dikenal dengan nama "De Klimmast" yang berarti panjat tiang.

Konon, tradisi lomba panjat pinang di Indonesia ini sudah ada sejak zaman pra kemerdekaan, tepatnya pada masa penjajahan Belanda. Pada saat itu pemerintah kolonial Belanda sering mengadakan acara lomba panjat pinang sebagai hiburan ketika mereka mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Peserta yang mengikuti lomba ini hanya orang-orang pribumi. Berbeda dengan "De Klimmast" di Belanda yang pesertanya justru warga negara Belanda sendiri.

Pada masa itu, kaum kolonial tergolong masyarakat kelas atas. Mereka adalah kaum terhormat yang biasa hidup dalam kemewahan dan oleh sebab itu, umunya hadiah yang diperebutkan adalah sesuatu yang biasa mereka pergunakan, seperti makanan berupa keju, gula, beras, gandum serta pakaian seperti kaos dan kemeja. Tentu saja bagi kaum pribumi barang-barang tersebut termasuk barang mewah.

Nah, ketika kaum pribumi sedang bersusah payah memanjat pohon pinang untuk memperebutkan hadiahnya, bahkan tubuhnya sampai kotor terkena pelumas, bahkan terjatuh karena licin, juastru kejadian ini menjadi hiburan bagi orang-orang Belanda. Mereka menonton sambil tertawa terbahak-bahak. Tidak jarang juga ada yang memperolok kelakuan kaum pribumi tersebut yang mau rebutan hadiah yang bagi mereka dianggap barang biasa.

Apa perbedaan antara lomba panjat pinang zaman dulu dengan lomba panjat pinang di zaman kemerdekaan? Kalau zaman dulu, hadiahnya cuma berupa makanan dan pakaian, tetapi zaman sekarang hadiahnya sudah lebih beragam. Selain makanan dan pakaian, biasanya ada juga yang memberi hadiah berupa uang, sepeda, televisi, voucher dan lain-lain.

Perbedaan lainnya adalah terletak pada penontonnya. Kalau dulu, peserta lomba adalah kaum pribumi dan penontonnya adalah bangsa Belanda yang nota bene adalah penjajah. Kaum pribumi yang mengikuti lomba hanya menjadi bahan olok-olok bangsa Belanda yang menontonnya, sedangkan sekarang situasinya tentu berbeda. Peserta dan penontonnya adalah sama-sama bangsa sendiri. Baik peserta maupun penonton sama-sama bisa tertawa lepas, tanpa ada yang merasa terhina, karena semuanya adalah orang yang merdeka dan permainan tersebut murni untuk hiburan semata.

Disinilah pribumi dilecehkan, orang-orang pribumi yang bersusah payah jatuh bangun memanjat tiang licin ini menjadi hiburan tersendiri bagi orang Belanda. Mereka memandang pribumi begitu lucu karena mau berebut untuk sesuatu yang bagi mereka tak berharga.

Pro Kontra Seputar Panjat Pinang

Jika ditinjau dari sejarahnya, sudah jelas lomba panjat pinang ini terdapat makna negatif yaitu pelecehan terhadap kemanusiaan, khususnya dari kaum penjajah terhadap bangsa Indonesia. Betapa tidak, beberapa orang bersusah payah memanjat pohon pinang dengan demi meraih hadiah yang nilainya tidak seberapa menurut ukuran orang Belanda, sementara mereka hanya menonton dan menjadikannya sebagai hiburan semata. Semakin sering melihat peserta terjatuh, justru menambah kelucuan dan menjadi bahan tertawaan kaum penjajah.  

Beberapa masyarakat ada yang tidak setuju kalau permainan ini diteruskan, karena mereka menilai permainan ini kental dengan pelecehan dan mencenderai nilai-nilai kemanusian. Sementara itu bagi masyarakat yang mendukung lomba panjat pinang ini diteruskan, menganggap bahwa perlombaan ini memiliki pesan positif yang mengajarkan orang untuk mau bekerja keras, tidak mudah menyerah, kompak dan mau saling bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan atau cita-cita.

Arti Sebuah Kemerdekaan

Kita sering merayakan hari kemerdekaan bangsa kita dengan beragam cara, tetapi apakah kita sebenarnya memahami arti dari sebuah kemerdekaan? Sebelum terlampau jauh bercerita mengenai arti sebuah kemerdekaan, mari kita lihat arti kata “merdeka” menurut kamus KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia).

Arti kata “merdeka” menurut KBBI (sumber: kbbi.web.id) adalah: 1 bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri; 2 tidak terkena atau lepas dari tuntutan; 3 tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa. Sedangkan arti kata “kemerdekaan” adalah keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya); kebebasan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa makna merdeka adalah terbebas dari belenggu penjajahan, berdaulat, bebas menentukan nasib sendiri, mandiri dan tidak tidak tergantung dengan bangsa lain. Namun faktanya, apakah bangsa kita benar-benar sudah merdeka seutuhnya? Rasanya hal ini kita perlu kaji lebih dalam, karena pada kenyataannya masih banyak penjajahan dalam bentuk ekonomi bahkan politik. Sedihnya lagi, penjajahan tersebut justru dilakukan oleh bangsa kita sendiri.

Mau melihat faktanya? Cukup mudah ! Misalnya masih banyak orang yang belum terbebas dari kemiskinan dan sulit sekali mencari pekerjaan. Lapangan kerja terbatas dan masyarakat miskin harus berjuang sendiri dan hidupnya belum ditanggung oleh negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Fakta lainnya, masih banyak masyarakat yang sakit dan tidak mampu membiayai pengobatannya. Masih banyak masyarakat yang belum mengenyam pendidikan akibat terhimpit ekonomi. Sementara itu di sisi lainnya masih banyak petinggi negara yang melakukan korupsi dan menghabiskan uang negara untuk kepentingan pribadinya.

Kita juga sering melihat prilaku tidak adil yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap masyarakat kecil. Orang yang mencuri karena lapar harus masuk penjara, sementara koruptor dihukum ringan, bahkan tidak sedikit yang terbesa dari jerat hukum karena mampu membayar pengacara mahal yang bisa memplintir hukum.

Kasus penyerobotan tanah, penggusuran, perampasan hak atas harta benda dan penghilangan nyawa di berbagai daerah masih sering terjadi. Masih banyak juga petani yang mengeluh tidak berdaya akibat mahalnya harga pupuk yang mainkan oleh para spekulan. Ada juga pedagang kecil dan petani penggarap yang terjebak oleh ulah rentenir demi membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Belum lagi banyaknya begal dimana-mana sehingga keamanan tidak terjamin dan masyarakat selalu merasa was-was jika bepergian.

Meskipun kondisi negara kita belum sepenuhnya merdeka, tetapi tidak ada salahnya kita tetap optimis dalam mengarungi kehidupan. Juga tidak ada salahnya kita merayakan hari kemerdekaan dengan berbagai lomba dan hiburan yang menarik. Setidaknya kegiatan ini bisa melupakan sejenak kepenatan kita dalam menjalani kehidupan yang ternyata tidak mudah ini.

Mengapa setiap kali merayakan kemerdekaannya, bangsa kita selalu memeriahkannya dengan berbagai perlombaan? Perlu anda ketahui bahwa sejarah adanya lomba 17 Agustusan menurut sejarawan dan budayawan J.J. Rizal, muncul pada era tahun 1950-an.

Masyarakat sendiri yang memunculkan lomba-lomba itu sejak perayaan HUT  Kemerdekaan RI yang ke-5. Sebelumnya tidak ada lomba,” ujar Rizal, seperti dilansir dari Suaracom, Senin (10/8/2015).

Rizal mengatakan bahwa masyarakat pada saat itu begitu antusias ingin memeriahkan perayaan HUT Kemerdekaan RI dengan cara yang menyenangkan. Bahkan presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, adalah salah seorang yang paling bersemangat dengan adanya lomba 17 Agustusan. Sejak saat itu tradisi ini terus berjalan dan meluas ke seluruh tanah air sampai sekarang.

Menurut Rizal, inti dari perlombaan yang dilakukan saat lomba 17 Agustus adalah menggambarkan semangat orang Indonesia yang dulu ingin segera mengakhiri penjajahan Belanda di Indonesia. Semangat juang itulah yang terus dipertahankan sampai sekarang.

 

*** 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun