Oleh: J. Haryadi
Berita di televisi beberapa waktu yang lalu menyiarkan Tim Densus 88 Anti Teror Polri mengamankan tiga orang Warga Negara Indonesia yang berasal dari Dusun Campang, Desa Sidorahayu, RT.004/03, Kecamatan Abung Semuli, Kabupaten Lampung Utara, karena diduga terlibat dalam jaringan ISIS. Mereka bertiga yaitu Trimanto bin Sarimin (29 tahun), Sofiatun (37) dan Kasiati binti Warkam (50) telah dideportasi dari Istanbul-Turki ke Indonesia dengan pesawat Turkish Airlines TK-56 melalui Terminal 2D di Bandara Soekarno.
Warga asal Lampung tersebut dideportasi Pemerintah Turki karena mereka tertangkap pihak kepolisian Turki ketika akan memasuki wilayah Syria secara ilegal. Setelah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat (19/6/2015) pukul 17.35 WIB, ketiganya dijemput Tim Densus 88 Anti Teror yang dipimpin oleh Kompol Golfried Hasiholan dan langsung dibawa ke Mako Brimob Kelapa Dua, Jakarta.
Adanya berita heboh tentang adanya warga Lampung Utara yang terindikasi terlibat jaringan terlarang ISIS ( Islamic State of Iraq and Syria ) tersebut membuat Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara tersentak kaget. Betapa tidak, pihaknya yang sudah wanti-wanti sejak awal menolak kehadiran kelompok terlarang ini, merasa kecolongan dengan pemberitaan tersebut.
"Kita akui kecolongan. Ke depan saya janji, hal seperti ini adalah yang terakhir kali di Kabupaten Lampung Utara," kata bupati termuda se- Provinsi Lampung kepada wartawan yang menemuinya usai rapat paripurna DPRD Lampung Utara, Senin (21/6/2015).
Agung meminta kepada seluruh camat sampai kepala desa agar melakukan pemantauan dan deteksi dini terhadap semua hal yang mencurigakan. Pihaknya saat ini sedang menyelidiki kejadian ini, karena berdasarkan laporan sementara dari camat dan kades setempat, perilaku Kasiati sekeluarga terlihat wajar, tidak ada yang aneh-aneh. Mereka hanya izin untuk pindah, bukan untuk berangkat ke luar negeri.
Demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah sudah melakukan kordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi terkait dalam menanggulangi bahaya ISIS. Bupati juga sudah memerintahkan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik untuk mengintensifkan forum kewaspadaan dini dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat untuk mengantisipasi keberadaan ISIS di Lampung Utara.
Sementara itu pihak Imigrasi Kelas II Kotabumi yang mengeluarkan paspor ketiga warga Lampung Utara yang terduga pengikut jaringan ISIS tersebut mengaku kalau pihaknya mengeluarkan paspor ketiganya karena dianggap sudah memenuhi persyaratan keimigrasian.
Tata Usaha Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Lampung di Kotabumi, Yulinar Trisia, mengatakan bahwa proses administrasi mereka lengkap dan tahapan membuat paspor juga sudah mereka dilakukan, sehingga paspor mereka dikeluarkan. Bahkan saat tahapan wawancara, ketiganya mengaku akan melaksanakan umroh.
“Sayangnya apa yang dikatakan oleh ketiga warga tersebut tidak sesuai dengan fakta. Hal tersebut menjadi bahan evaluasi dan catatan pihak kami untuk meningkatkan pengawasan dalam proses pembuatan paspor, “ ujar Yulinar serius.
Seperti dilansir dari beberapa media cetak, online dan elektronik, Tim Densus 88 Anti Teror Polri, pada Jumat (19/6/2015) sore sekitar pukul 17.35 WIB, mengamankan tiga warga Lampung Utara di Bandara Soekarno-Hatta, Banten. Ketiganya adalah Trimanto bin Sarimin (29 tahun), Sofiatun (37) dan Kasiati binti Warkam (50). Mereka diduga terlibat dalam jaringan negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Tiga warga Lampung Utara tersebut ternyata berasal dari Desa Sidorahayu, Kecamatan Abung Semuli. Menurut Kepala Desa Sidorahayu, Sugiono, ketiga orang tersebut memang warga desanya. Bahkan kepergian mereka dari desanya bukan bertiga, melainkan berlima (satu keluarga).
"Benar mereka adalah warga Sidorahayu, Trimanto dan istrinya (Sofiatun) pamit hendak ke Kalianda, Lampung Selatan, sedangkan Kasiati Warkam (Ibu Trimanto), Aliman, dan Lusi (istri Aliman) serta anaknya berumur dua tahun pamit pergi ke Padang,” ujar Sugiono saat ditemui awak media di kediaman Aliman.
Sugiono menambahkan, kelima warganya tersebut berangkat dari desanya pada Senin (18/5/2015) sekitar pukul 18.00 WIB dengan menumpang mobil travel berwarna putih.
"Kami tidak mengetahui secara pasti kepergian mereka. Saat pamit pada paman atau kerabatnya di sini mengatakan hendak pergi ke Kalianda dan Padang," ungkap Kepala Desa Sidorahayu tersebut.
Rembuk Desa Atasi Kemarahan Warga
Usai Sholat Tarawih, sekitar pukul 21.00 WIB (Minggu, 28/6/2015) masyarakat Desa Sidorahayu, Kecamatan Abung Semuli, Kabupaten Lampung Utara, mengadakan acara Rembuk Desa (bermusyawarah) dalam rangka untuk menentukan apakah mereka mau menerima kembali atau tidak terhadap ketiga warganya yang baru pulang dari Turki. Hal ini berkaitan dengan pemberitaan media masa beberapa hari sebelumnya yang mengabarkan bahwa ketiganya terindikasi terlibat ISIS dan aliran keagamaan yang menyimpang.
Acara yang berlangsung di kediaman Kasiem, anak kedua Karyati berlangsung hikmat dan penuh dengan kekeluargaan. Beberapa pejabat pemerintah, anggota POLRI, anggota TNI, tokoh agama dan tokoh masyarakat terlihat hadir disana. Tampak Kepala Badan Kesbangpol Lampung Utara Drs. Murni Rizal, M.Si., Kabid. Kewaspadaan Nasional Kesbangpol Lampung Utara Adiguna, SE, MM., Camat Abung Semuli Juwono, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung Utara Drs.H. Mughofir dan Kepala Desa Sidorahayu Sugiono.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Sidorahayu Sugiono mengajak masyarakatnya agar bersama-sama saling menjaga dan saling memperhatikan. Sebagai Kepala Desa, Sugiono tidak bisa secara semena-mena langsung menerima kembali kepulangan ketiga warganya ke desa tersebut tanpa persetujuan masyarakat. Oleh sebab itu pihaknya mengharapkan agar ketiga warga tersebut bersikap jujur dan terbuka terhadap mereka, apakah masih mau dibina atau tidak oleh pemerintah. Jawaban dari ketiganya sangat menentukan sikap warga desa terhadap keberadaan di desa tersebut.
Pada kesempatan itu Camat Abung Semuli Juwono kembali menceritakan kronologis peristiwa yang menyebabkan ketiga warganya yang diamankan oleh Tim Densus 88 Anti Teror Polri setelah pulang dari Turki. Dia berharap agar acara Rembuk Desa malam tersebut bisa menjelaskan secara tuntas kepada masyarakat mengenai alasan kepergian ketiga warganya tersebut ke Turki dan berbagai pertanyaan masyarakat lainnya yang berkaitan dengan pengajian yang selama ini dilakukan dan terindikasi menyimpang dari ajaran Islam.
Setelah diberi kesempatan berbicara, Trimanto yang menjadi juru bicara ketiga warga tersebut terlebih dahulu meminta maaf terhadap warga, khususnya masyarakat Desa Sidorahayu. Dia menyesal dan mengaku sudah salah langkah sehingga mencemarkan nama baik desanya.
Trimanto mengaku kalau dirinya dan keluarga berangkat meninggalkan desanya pada Senin, 18 Mei 2015. Kemudian pada 6 Juni mereka berangkat ke Turki, transit di Istanbul. Lalu pada 7 Juni menuju ke Ankara, ibukota Turki. Dalam perjalanan menuju Syria, mereka terjaring razia polisi Turki.
Mereka diperiksa oleh aparat kepolisian Turki. Semua dokumen dan barang bawaan diperiksa satu persatu. Dokumen mereka dinyatakan lengkap dan barang bawaan tidak ada yang membahayakan.
“Kami diperiksa dan dibawa ke rumah sakit. Lalu dibawa lagi ke polisi dan di interograsi lagi. Akhirnya kami dimasukkan ke dalam tahanan selama 10 hari. Selama dalam tahanan, kami diperlakukan dengan baik. Pada 18 Juni 2015 kami dipulangkan ke Indonesia,” ujar Trimanto dengan tenang.
Trimanto kemudian melanjutkan penjelasannya,”Sampai Indonesia, kami dijemput oleh Densus 88, dibawa ke kantor dan ditanyai semua barang bawaan kami. Kami cuma bawa barang dan tas. Surat kami lengkap. Paspor dan visa ada”.
Selanjutnya Trimanto dan keluarga dibawa ke Rumah Perlindungan dan menginap disana selama 5 hari. Mereka dibina, diberi makan dan minum serta diperlakukan dengan baik.
Pada Jum’at (26/06/2015), mereka diantar ke Lampung. Dari Pelabuhan Bakauheni mereka dibawa ke Rumah Perlindungan. Akhirnya sekitar jam 01.15 WIB mereka tiba di Desa Sidorahayu.
Saat dicecar pertanyaan oleh salah seorang anggota polisi mengenai alasan Trianto dan keluarganya berangkat ke Turki, Trianto menjawab bahwa dirinya terpengaruh oleh ajaran guru ngajinya yaitu Pak Yanto. Guru ngajinya mengatakan kalau diri mereka ingin masuk surga, harus melakukan hijrah seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Mekah ke Madinah. Saat ini menurut Yanto sudah berdiri sebuah negara Islam dan kalau mau masuk surga harus hijrah ke negara tersebut.
Beberapa warga mempertanyakan sikap Trimanto selama ini yang terkesan tertutup dan tidak mau bergaul dengan warga. Kalau ada warga yang memberi “berkat” (makanan hadiah kenduri), tidak pernah dimakan tetapi justru dibuang. Kalau sedang ada pengajian dirumahnya, pintu selalu tertutup dan terkesan tidak boleh ada warga yang ikut pengajiannya.
Menjawab tuduhan tersebut Trimanto menjelaskan bahwa apa yang selama ini dituduhkan oleh warganya sebenarnya keliru. Dia sama sekali tidak pernah membuang “berkat” pemberian warga. Mengenai pintu rumah selalu ditutup ketika sedang ada pengajian dirumahnya, Trimanto beralasan agar anak-anaknya yang masih kecil tidak main kejalan. Dia juga tidak melarang siapa saja yang berminat ikut pengajian dirumahnya.
Saat ada warga yang bertanya apakah dirinya tahu tentang ISIS, Trimanto mengaku tidak tahu menahu tentang ISIS. Kepergiannya ke Turki semata-mata karena keyakinannya atas bujukan gurunya untuk hijrah ke negara Islam. Semula dia dan keluarganya diarahkan ke Turki, tetapi selanjutnya dia mengaku tidak tahu mau diarahkan lagi kemana, karena sudah keburu ditangkap polisi Turki.
Selama ini Trimanto mengaku dipandu oleh gurunya, Yanto, melalui handphone. Dia mengaku tidak mempunyai kelompok, hanya pengajian biasa. Kitab yang dipelajarinya juga sama dengan kitab-kitab Islam pada umumnya yaitu Al-qur’an dan Hadist. Semua dokumen berupa buku-buku yang selama ini dipelajarinya kini disita oleh polisi dan sedang dipelajari ajarannya.
Masyarakat meminta Trimanto dan keluarganya bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Mereka ingin Trimanto dan keluarga tidak eklusif, mau bergabung sholat berjamaah bersama mereka serta mau mengikuti berbagai kegiatan agama lainnya, agar tidak timbul kecurigaan dari masyarakat. Mereka bersedia memaafkan dan menerima Trimanto kembali bersama keluarganya asal mau mengikuti keinginan warga.
Pada kesempatan itu Trimanto dengan tegas menyatakan bahwa dirinya mau bertobat, mau dibimbing ke jalan yang benar, bersedia menjalankan ibadah agama secara normal dan bersedia membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Jika dikemudian hari dirinya dan keluarga melanggar janjinya, mereka bersedia keluar dari desa tersebut.
Sebelum acara ditutup dengan penandatanganan surat penyataan dari Trimanto dan keluarga, Kepala Badan Kesbangpol Lampung Utara Drs. Murni Rizal, M.Si., memberikan sambutannya mewakili Bupati Lampung Utara. Menurut Murni Rizal, Indonesia bukan negara agama, tetapi negara yang beragama.
Kepala Badan Kesbangpol berharap agar warga Nadlatul Ulama (NU) yang ada di Desa Sidorahayu ikut membina Karyati dan keluarganya. “Tolong bina keluarga Bu Kasiyati agar tidak terpecah belah. Urusan keluarga diselesaikan dengan keluarga. Urusan masyarakat diselesaikan dengan masyarakat dan urusan agama dengan tokoh agama,” ujarnya.
Jika ada pengajian, Murni Rizal berharap agar dilakukan secara terbuka dan jangan tertutup. Kalau ada pengajian di rumah dan ada guru yang mengajar, sebaiknya dikenalkan dengan tokoh agama setempat, sehingga ada dialog untuk menghindari kekeliruan.
Acara Rembuk Desa akhirnya selesai dan berakhir sekitar pukul 23.30 Wib dengan sukses. Setelah Trimanto dan keluarga menandatangani surat pernyataan yang disaksikan oleh Camat dan Kepala Badan Kesbangpol Lampung Utara, mereka saling bersalaman dan berpelukan dengan penuh haru.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H