Mereka diperiksa oleh aparat kepolisian Turki. Semua dokumen dan barang bawaan diperiksa satu persatu. Dokumen mereka dinyatakan lengkap dan barang bawaan tidak ada yang membahayakan.
“Kami diperiksa dan dibawa ke rumah sakit. Lalu dibawa lagi ke polisi dan di interograsi lagi. Akhirnya kami dimasukkan ke dalam tahanan selama 10 hari. Selama dalam tahanan, kami diperlakukan dengan baik. Pada 18 Juni 2015 kami dipulangkan ke Indonesia,” ujar Trimanto dengan tenang.
Trimanto kemudian melanjutkan penjelasannya,”Sampai Indonesia, kami dijemput oleh Densus 88, dibawa ke kantor dan ditanyai semua barang bawaan kami. Kami cuma bawa barang dan tas. Surat kami lengkap. Paspor dan visa ada”.
Selanjutnya Trimanto dan keluarga dibawa ke Rumah Perlindungan dan menginap disana selama 5 hari. Mereka dibina, diberi makan dan minum serta diperlakukan dengan baik.
Pada Jum’at (26/06/2015), mereka diantar ke Lampung. Dari Pelabuhan Bakauheni mereka dibawa ke Rumah Perlindungan. Akhirnya sekitar jam 01.15 WIB mereka tiba di Desa Sidorahayu.
Saat dicecar pertanyaan oleh salah seorang anggota polisi mengenai alasan Trianto dan keluarganya berangkat ke Turki, Trianto menjawab bahwa dirinya terpengaruh oleh ajaran guru ngajinya yaitu Pak Yanto. Guru ngajinya mengatakan kalau diri mereka ingin masuk surga, harus melakukan hijrah seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Mekah ke Madinah. Saat ini menurut Yanto sudah berdiri sebuah negara Islam dan kalau mau masuk surga harus hijrah ke negara tersebut.
Beberapa warga mempertanyakan sikap Trimanto selama ini yang terkesan tertutup dan tidak mau bergaul dengan warga. Kalau ada warga yang memberi “berkat” (makanan hadiah kenduri), tidak pernah dimakan tetapi justru dibuang. Kalau sedang ada pengajian dirumahnya, pintu selalu tertutup dan terkesan tidak boleh ada warga yang ikut pengajiannya.
Menjawab tuduhan tersebut Trimanto menjelaskan bahwa apa yang selama ini dituduhkan oleh warganya sebenarnya keliru. Dia sama sekali tidak pernah membuang “berkat” pemberian warga. Mengenai pintu rumah selalu ditutup ketika sedang ada pengajian dirumahnya, Trimanto beralasan agar anak-anaknya yang masih kecil tidak main kejalan. Dia juga tidak melarang siapa saja yang berminat ikut pengajian dirumahnya.
Saat ada warga yang bertanya apakah dirinya tahu tentang ISIS, Trimanto mengaku tidak tahu menahu tentang ISIS. Kepergiannya ke Turki semata-mata karena keyakinannya atas bujukan gurunya untuk hijrah ke negara Islam. Semula dia dan keluarganya diarahkan ke Turki, tetapi selanjutnya dia mengaku tidak tahu mau diarahkan lagi kemana, karena sudah keburu ditangkap polisi Turki.
Selama ini Trimanto mengaku dipandu oleh gurunya, Yanto, melalui handphone. Dia mengaku tidak mempunyai kelompok, hanya pengajian biasa. Kitab yang dipelajarinya juga sama dengan kitab-kitab Islam pada umumnya yaitu Al-qur’an dan Hadist. Semua dokumen berupa buku-buku yang selama ini dipelajarinya kini disita oleh polisi dan sedang dipelajari ajarannya.
Masyarakat meminta Trimanto dan keluarganya bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Mereka ingin Trimanto dan keluarga tidak eklusif, mau bergabung sholat berjamaah bersama mereka serta mau mengikuti berbagai kegiatan agama lainnya, agar tidak timbul kecurigaan dari masyarakat. Mereka bersedia memaafkan dan menerima Trimanto kembali bersama keluarganya asal mau mengikuti keinginan warga.