Mohon tunggu...
Jumardin Muchtar
Jumardin Muchtar Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti / Dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, Samarinda

Info contact instagram @jumardinmuchtar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi Ideologi Panji Gumilang Berdasarkan Teori Semiotika Rolland Barthes

6 Agustus 2023   09:20 Diperbarui: 6 Agustus 2023   09:25 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: majalah.tempo.co

Akhir-akhir ini media mensoroti adanya penyimpangan ajaran agama islam yang dipimpin oleh Syekh Prof. Dr. (HC) Panji Gumilang di Pondok Pesantren Al-Zaytun yang di anggap sesat dimata Masyarakat Indonesia. 

Di artikel ini membahas mengenai kontroversi Ideologi Syekh Prof. Dr (HC) Panji Gumilang berdasarkan teori Semiotika Rolland Barthes. 

Penulis membahas ideologi yang dianggap kontroversi lalu menganalisis dengan pendekatan semiotika Rolland Barthes. Ideologi dengan keislamannya dinilai dicampur adukkan sehingga menimbulkan persepsi baru yang dapat melenceng aqidah atau keyakinan ajaran agama Islam. 

Sebelum itu,  beliau pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Gontor  namun tidak selesai pada tahun 1966 dan Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jurusan Sastra dan Kebudayaan Islam dan juga telah dianugerahi Doktor Honoris Causa  bidang Management Education and Human Resources oleh International Management Center Association (IMCA) pada tahun 2004. Itu biografi ringkas sebagaimana penulis paparkan. 

Dari biografi prof. Panji Gumilang kira-kira apa yang bisa kita kritisi sebelum melangkah ke Ideologi tersebut?.  Dari segi pendidikan dasar kesilamannya, beliau tidak sempat menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor dengan alasan tertentu. 

Sebagaimana yang dikutip dari media Viva.co.id  Bambang Setyo mengatakan "Beliau (Panji Gumilang) pernah belajar di Gontor, tapi tidak lulus di Gontor. Dari disini kita bisa berpikir, mengapa beliau tidak lulus? padahal dipikir-pikir beliau adalah seorang professor, pernah mendapakan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa bahkan beliau adalah seorang syekh. 

Menurut pemahaman penulis, gelar Syekh tidak sembarang orang yang memakai gelar tersebut, karena syekh atau syaikh berasal dari kata bahasa arab yang berarti "tetua", "terhormat", dan "yang mulia" Secara termenlogi, syekh atau syaikh adalah gelar kehormatan seseorang yang dituakan atau dimuliakan karena memiliki ilmu agama yang tinggi untuk menyebarkan agama islam di pelosok negeri. Gelar syekh tidak bisa begitu saja diberikan layaknya ijazah. 

Ada banyak  hal yang harus dikuasai dengan orang-orang yang bergelar syekh atau orang-orang yang memiliki ingatan kebangetan kuat dalam mengaplikasikan ajaran islam misalnya menguasai kitab-kitab dari sahih Bukhari, sahih Muslim , Sunan Abud Dawud, Turmuzi, Ibnu Majah,pemberi fatwah ahli hadis, Fikih dan masih banyak yang lainnya.  

Dari sini, penulis tidak menyalahkan keislaman syekh prof. Panji Gumilang, tapi yang perlu digaris bawahi beliau telah mencampur adukkan ideologi Isa Bugis dengan keislamannya. 

Apa itu idelologi Isa Bugis? Ideologi Isa Bugis konon berasal dari Yahudi, memandang  Agama Islam dengan tolok ukur rasio (pemikiran menurut akal sehat) dan menolak hal-hal prinsipil jika bertentangan dengan rasio (akal sehat) maka ajaran ini lebih diutamakan rasio daripada nash (Al-Qur'an dan Hadis). Selain dari itu, ajaran Isa Bugis umumnya diikuti oleh kaum intelktual yang lebih menggunakan akal dan pikiran. 

Jika seseorang memiliki iman, ketaqwaan lemah dan fakir ilmu maka bisa jadi terpengaruh dengan ajaran Isa Bugis. Golongan ini tidak memercayai mukjizat para nabi. Konon menurut golongan Isa Bugis mukjizat hanyalah cerita dongeng dan bisa jadi isi Al-Qur'an sudah tidak asli lagi karena sudah ada campur tangan manusia dalam proses penulisan mushaf Al-Qur'an sebagaimana diceritakan mukjizat para nabi didalam Al-Qur'an. Na'udzubillah, akal atau pikiran manusia memang begitu liar, karena orang yang berilmu belum tentu berilmu dihadapan Allah SWT. Tingkatan ilmu ada tiga tingkatan dan tingkatan pertama itu yang paling rendah yaitu:

1. Tingkatan pertama: ilmu yang dimiliki oleh seseorang akan membuatnya menyombongkan diri dan menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain.

2. Tingkatan kedua: jika seseorang memilii ilmu itu sudah mulai rendah hati dengan ilmu yang dimilikinya.

3. Tingkatan ketiga: ketika orang yang memiliki ilmu sadar bahwasanya ia tidak mengetahui apa-apa.

Dari ketiga tingkatan tersebut kita bisa mengaris bawahi bahwasanya semakin ia memiliki ilmu, maka ia semakin sadar bahwasanya ia ternyata adalah orang yang sangat bodoh dan tidak mengetahui apa-apa dan terus belajar untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

Dengan demikian, perilaku atau ciri khas dari golongan Isa Bugis adalah menerjemahkan dan menganalisa islam berdasarkan teori pertentangan dengan kata lain berusaha mengilmiahkan ajaran agama dengan kekuasaan serta menolak hal yang tidak masuk akal. Bukankah Allah SWT berfirman:

"Tidakkah kamu ketahui bahwa milik Allah lah kerajaan langit dan bumi sehingga ia dapat berbuat apa-apa yang dikehendakinya dan tiada bagimu selain Allah" (Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 107)

Maksud dari surah Al-baqarah ayat 107 adalah Allah SWT memberi petunjuk kepada hambanya bahwa Allah lah yang mengatur semua makhluk apa yang dikehendakinhya. Allah menguji hamba-hambanya dan ketaatan mereka kepada rasul-rasulnya melalui hukum nasakh. Untuk itu, Allah memerintahkan sesuatu karena didalamnya terkandung kemaslahatan yang hanya Allah sendirilah mengetahuinya. Ketaatan yang sesungguhnya adalah mengerjakan apa yang telah diperintahkan, mengikuti rasulnya dalam membenarkan apa yang diberitakan serta menajuhi segala larangannya. 

Selain itu, didalam ayat 107 surah Al-Baqarah terkandung makna bantahan keras dan penjelasan yang terang kepada kekufuran orang-orang Yahudi dan kepalsuan keraguan mereka yang mengira bahwa nasakh merupakan hal yang mustahil, baik menurut rasio mereka maupun menurut apa yang dikira oleh sebagian dari kalangan mereka yang bodoh dan mengingkari seperti dalil atau Al-Qur'an dibuat-buat begitu saja. Jadi, sudah jelas bahwa Al-Qur'an itu Kalam Allah dan hanya Allah lah yang mengetahui makna dari isi Al-Quran itu sedangkan kita sebagai hamba hanya diperintahkan untuk taat atau beriman kepada Allah agar kita bisa selamat baik dunia maupun diakhirat.   

Jika golongan Isa Bugis memercayai bahwa wahyu atau mukjizat Allah kepada para nabi adalah sebuah cerita dongeng maka dari itu Allah sudah membatasi pikiran mereka yang masuk akal bagi Allah menjadikan pikiran mereka tidak masuk akal untuk melihat siapa saja hambanya yang beriman kepadanya karena Allah maha mengatur semuanya apa yang kita tidak ketahui.

Jangan heran jika Prof. Panji Gumilang memberikan salam dengan berbau yahudi karena sudah melekat didalam dirinya dengan pemahaman Isa Bugis, dan memodifikasi isi Al-Qur'an dan Sunnah yang menurutnya dapat diterima oleh Akal. Misal, beliau mengatakan bahwa Al-Qur'an bukan perkataan Allah tapi karangan Rasulullah SAW yang didapat dari wahyu. Maka disinilah letak kesalahpahaman dalam menafsirkan ayat Suci Al-Qur'an, menafsirkan ayat berbeda dengan menerjemahkan ayat. Menafsirkan adalah mengkaji lebih mendalam pada ayat tersebut dengan membahas asbabul nuzul, sebab diturunkan ayat tersebut jadi lebih mendalam. 

Ada juga prof Panji Gumilang mengatakan bahwa khatib pada saat shalat jumat juga diwajibkan kepada wanita agar tidak menjadi diskriminasi. Maka pernyataan tersebut bertolak belakang dengan ajaran islam bahkan hukum islam pun bertolak belakang dengan 4 mazhab yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafii, dan Hambali. Dalam 4 mazhab pun bersepakat bahwa yang wajib menjadi khatib adalah Laki-laki maka tidak sah shalat Jumat seseorang jika khatibnya seorang wanita karena ajaran islam bukan dilandaskan pancasila sebagai landasan utama yang mengakui sebagai mazhab Bung karno tapi berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah.

Dari pembahasan yang diatas, dapat dianalisis dengan teori semiotika yang biasa dikenal sebagai ilmu tentang tanda. Karena setiap bahasa memiliki lambang bunyi atau pesan-pesan tertentu yang dapat diinterpretasikan kepada masyrakat agar dapat menyamakan konsep pemahaman sang penutur kepada penerima pesan. Lalu kenapa penulis menggunakan semiotika Rolland Barthes dalam menganalisis tanda pada ucapan atau pemahaman Prof. Panji Gumilang dalam mendefiniskan Islam? karena dengan menggunakan teori Rolland Barthes penulis dapat menginterpretasikan dari segi makna yaitu dengan makna denotasi, konotasi serta mitos. 

Makna denotasi adalah makna yang jelas dan disepakati secara konvensional sehingga  dapat dijelaskan hubungan penanda dan
petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan makna konotasi adalah makna tersembunyi atau tidak jelas Tahap ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi sehingga melahirkan dengan konsep mitos. Menurut Barthes, denotasi merupakan tanda yang penandanya mempunyai tingkat kesepakatan yang tinggi yang menghasilkan makna sesungguhnya. Bagi Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama sedangkan konotasi merupakan sistem signifikasi tingkat kedua. 

Tahap denotasi ini baru menelaah tanda dari sudut pandang bahasa dalam hal ini yaitu makna harfiah. Dari pemahaman bahasa ini, kita dapat masuk ke tahap kedua, yakni menelaah tanda secara konotasi. Pada tahap ini konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Dalam teori semiotik Barthes, terdapat juga mitos sebagai sistem pemaknaan tingkat kedua.  Sebagai contoh: ada ayat Al-Qur'an yang terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 2, Allah SWT berfirman:

"Kitab (Al-Qur'an) ini yakni dibaca oleh Muhammad SAW bahwa tidak ada keraguan didalamnya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa" (Surah Al-Baqarah ayat 2)

Dari ayat diatas terdapat makna denotasi dan konotasi sebagaimana yang Prof. Panji Gumilang dalam memaknai ayat tersebut. Pada kata "Kitab (Al-Qur'an) ini yakni dibaca oleh Muhammad SAW", maksudnya adalah Al-Qur'an merupakan firman atau perkataan Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai petunjuk umat manusia, jika manusia memiliki problem dalam kehidupan maka untuk menyelesaikan suatu masalah solusinya ada didalam Al-Qur'an. Selain dari itu, juga sebagai pedoman kehidupan untuk mentaati perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Kemudian kata " tidak ada keraguan didalamnya" adalah sebagai tanda bahwa Al-Qur'an merupakan sumber yang jelas dan memberikan jalan alternatif untuk menganalisis kejelasan tersebut. Ketika orang-orang tidak berdaya dalam menentangkan Al-Qur'an, maka jelas bagi mereka bahwa didalam Al-Qur'an tiada ruang kesamaran dan pintu masuk keraguan. Kemudian, "sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa" bermakna petunjuk yang mengarahkan mereka pada kebenaran . Ada Ulama memahami sebagai petunjuk yang mengantarkan pada tujuan karena itu dia diperhadapkan dengan dhalalah berlaku hanya untuk orang yang menerima sampai pada tujuan.

Kata "Petunjuk" secara spesifik dilekatkan pada orang yang bertaqwa karena mereka menerima petunjuk dan mengambil manfaat dari nash (Al-Qur'an dan Sunnah) bagi orang yang berfikir. Menurut Imam Al-Baghowi dalam tafsir Ma'alimul Tanzil mengutip bahwa surah al-baqarah ayat 2 mengandung kata perintah untuk tidak meragu-ragukan isi Al-Qur'an agar terhindar dari kemusyrikan , dosa besar dan dosa keji. 

Maka penjelasan dari pemaknaan diatas adalah merupakan makna denotasi karena maknanya bersifat konvensional, jelas,  realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasinya adalah bahwa kitab ini dibaca oleh Muhammad sebagaimana kita membaca sebuah infotmasi bahwa Al-Qur'an adalah sabda rasulullah yang didapat dari wahyu  sebagai petunjuk bagi umat manusia. Prof Panji Gumilang memahami bahwa kitab suci umat muslim ini bukan ucapan langsung dari Allah melainkan karangan Rasulullah sehingga beliau meragukan Al-Qur'an. Memang Alllah tidak langsung menginfromasikan kepada Nabi Muhammad, karena adanya Malaikat jibril yang bertugas sebagai penyampai infromasi atau wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Jika Allah langsung memberikan wahyu kepada Muhammad SAW maka Malaikat Jibril menjadi pengangguran dong hehe bercanda. Itu semua Allah sudah mengatur alam semesta ini dan menciptakan para malaikat untuk beribadah kepadanya dan semua malaikat memiliki tugas nasing-masing.  Maka itulah makna konotasi yang dapat mengantarkan mitos atau makna yang tidak kuat atau tidak bersifat konvensi.

Sebenarnya masih banyak lagi kontroversi dalam penyimpangan agama islam yang dilakukan oleh Prof. Panji Gumilang, karena tulisan ini sudah terlalu panjang lebar dan penulis hanya memberikan contoh kontroversi ideologi yang dianalisis melalui semiotika Barthes dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun