Mohon tunggu...
Jumardin Muchtar
Jumardin Muchtar Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti / Dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, Samarinda

Info contact instagram @jumardinmuchtar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Ilmuwan Indonesia Sulit untuk Tembus Jurnal Internasional Bereputasi?

19 Februari 2023   03:01 Diperbarui: 21 Februari 2023   17:25 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka dari itu, kita tidak boleh fanatik didalam tulisan ilmiah dengan pandangan seperti ini, nyawa atau nada tulisan kita tidak bersifat agresif. Saya memberikan contoh seperti orangtua menjelaskan dengan sabar kepada anaknya tentang arti kedisiplinan dalam mengatur waktu dengan memberikan alasan untuk tidak telat dalam melakukan kegiatan. 

Pasti ada anak akan berkata didalam hati untuk tidak setuju dalam penjelasan orangtuanya paling tidak anak itu mengerti atau dia merasa dihargai karena orangtuanya menjelaskan dengan sabar. Oleh karena itu, memulai argumentasi dengan kecurigaan, kehati-hatian dan keingintahuan. Kita mengajukan pertanyaan bukan hanya sekedar apa, siapa, mengapa, dimana,dan bagaimana tapi yang terpenting adalah "bagaimana jika.......".

Selanjutnya yang menjadi kendala adalah persoalan dana, banyak ilmuwan atau peneliti memiliki kapasitas dalam menulis karya ilmiah internasional bereputasi tetapi tidak memiliki persiapan dana. Hal yang dilakukan menyelipkan dana dari hasil gajian kita atau mengajukan proposal pendanaan dilingkup instansi seperti universitas, kementrian dan kantor pemerintahan setempat. 

Lalu anda harus mengemukakan kenapa itu menjadi terpenting dan apa keuntungan terhadap instansi. Karena setiap jurnal memiliki fee yang berbeda sesuai pada tingkatan jurnal yang akan ditujukan. semakin tinggi tingakatannya maka semakin mahal fee yang akan dibayarkan seperti halnya jurnal berindeks scopus memiliki tingkatan quartile mulai quartile 1 sampai 4.

Terakhir, penulis memohon maaf jika ada kalimat yang kurang menyenangkan dari penjelasan diatas. Penulis hanya membagikan pengalaman untuk merubah mindset pembaca agar segera melakukan tindakan dalam karya tulis ilmiah maka dari itu izinkan penulis memposting background scopus agar kredibilitas penulis terjaga juga sebagai doa dan motivasi untuk melakukan publikasi ilmiah dengan niat mengembangkan ilmu pengetahuan karena penulis masih berada tahap pembelajaran.

Sumber: https://www.scopus.com
Sumber: https://www.scopus.com

Demikianlah artikel ini semoga bermanfaat bagi para pembaca. Ulasan diatas bukan niat mamerkan untuk menimbulkan kesembongan tapi dengan niat membagikan pengalaman agar ilmuwan indonesia bisa bertambah dari data  base Thompson maupun kemendikbud dikti sehingga melahirkan ilmuwan berintegritas dan taat terhadap kode etik publikasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun