Sumber gambar: https://pelayananpublik.idTulisan ini mengulas kendala-kendala  yang dihadapi oleh ilmuwan asal Indonesia untuk menerbitkan karya ilmiah dijurnal internasional bereputasi sehingga para pembaca bisa mengambil manfaat dan tindakan dari artikel yang penulis ulas. Berbicara tentang karya ilmiah internasional bereputasi tentunya ada satu hal yang harus ditanamkan dibenak kita sebelum penulis menjelaskan lebih jauh lagi, yaitu apa itu karya ilmiah? apa itu reputasi? kenapa harus di golongkan karya ilmiah internasional? sehingga membentuk rangkaian beberapa kata menjadi "Karya Ilmiah Internasional Bereputasi?".
Karya ilmiah adalah kegiatan menulis atau laporan yang berisi suatu konsep permasalahan untuk memberikan solusi dibuktikan data-data fakta yang telah dikumpulkan berdasarkan metodologi. Tentunya karya ilmiah itu bukan hanya memberikan solusi atas permasalahan didapatkan dengan menganalisis teori yang digunakan, tapi bagaimana cara peneliti mengembangkan teori lalu dianalisis berdasarkan data-data yang didapatkan. Selanjutnya Bereputasi berasal dari kata dasar reputasi yang memiliki makna suatu tindakan yang dijadikan sebagai prioritas.Â
Dan dikatakan karya ilmiah internasional karena menggunakan bahasa resmi PBB yaitu inggris, arab, perancis, tiongkok dll dan tentunya memiliki ISSN bertaraf internasional. Maka dari itu dikatakan karya ilmiah internasional bereputasi karena laporan penelitian memiliki signifikasi keilmuan yang tinggi sehingga menimbulkan topik penelitian yang menarik dan terkini.Â
Bukan hanya itu, namun memiliki dewan redaksi yang bertanggungjawab untuk melakukan review pada artikel yang dikirimkan ke jurnal ditujukan. Pada karya ilmiah internasional bereputasi memiliki dewan redaksi paling sedikit berasal dari empat negara yang berbeda. Artinya para ahli yang akan mengecek kualitas dan kredibilitas artikel yang dikirimkan  oleh peneliti.
Selanjutnya. Berdasarkan hasil survei yang pernah dilansir Thomson Scientific USA (2004) mencatat, bahwa sebaran publikasi ilmiah ilmuwan Indonesia sebanyak 522, jauh di bawah Malaysia 1428, Thailand 2397, dan Singapura sebanyak 5781 publikasi ilmiahnya yang tersebar melalui jurnal-jurnal internasional.Â
Hasil tersebut menunjukkan jika sebaran publikasi ilmiah dari para ilmuwan Indonesia memang kurang menggembirakan dibandingkan negara -- negara Jiran di Asia Tenggara. Selain dari itu, konsep keilmuan yang dipaparkan kurang pembaharuan dan kebanyakan ilmuwan asal indonesia mendaur ulang dari hasil penelitian sebelumnya. Kerangka penulisan bukan hanya bersifat deskriptif tapi harus argumentatif. Tujuan argumentasi didalam tulisan, Â untuk mengembangkan keilmuan yang ditemukan. Untuk itu masalah yang diangkat harus relevan, kejelasan sumber kutipan, penting dan keakuratan bahasa dalam menyajikan argumentasi.Â
 Argumentasi bermula dari asumsi yang memerlukan pembuktian berdasarkan fakta data penelitian. Ketika peneliti mengajukan argumentasi sampai menentukan pendapat salah dan benar lalu membuktikan kebenaran pendapat itu. Argumentasi tidak diarahkan untuk menang seperti  debat yang menjadi pertentangan isu dan juga tidak diarahkan untuk memanipulasi orang lain agar terkesan menarik. Tapi argumentasi harus memiliki moral dengan mengedepankan kebenaran seperti halnya pedagang yang tidak bermoral pasti akan melakukan segala macam cara untuk meyakinkan pelanggangnya.Â
Dalam ranah akademik tidak boleh seperti itu dengan alasan apapun. Karena kredibilitas penulis adalah syarat utama dalam menulis artikel karya ilmiah internasional bereputasi. kegagalan orang indonesia dalam membangun argumentasi biasanya bukan karena kurangnya pengetahuan didapatkan karena adanya anggapan ketika kita setuju atau menolak sebuah pendapat secara terang-terangan sehingga terkesan arogan. Kita lebih nyaman ketidakberpihakan tanpa berpihakan argumentasi yang dibangun menjadi kabur sehingga fokus tulisan menjadi tidak jelas sehinnga tidak membangun fondasi yang menjadikan alas argumentasi pada tulisan.
Untuk membangun pondasi argumentasi yang lebih kokoh, maka harus membuktikan kredibilitas penulis didalam tulisan kita. Kita harus menyakinkan para pembaca bahwa kita tahu masalahnya dan kitalah orang yang tepat dalam membahas topik tersebut sehingga menimbulkan tulisan yang jelas, adil terhadap argumentasi yang dibantah, memberikan bukti yang relevan benar atau salah, terbukti atau tidaknya asumsi bukan prioritas (harap dicatat bagian ini).Â
Yang terpenting adalah bagaimana para pembaca bisa mengerti tulisan kita dalam mengajak kebenaran. Sama halnya dengan berdakwah mengajak kepada khalayak ramai dengan dibuktikan hadis dan ayat disampaikan dalam kebenarannya (hanya perumpamaan saja sehingga para pembaca bisa mengerti). Kebenaran yang dimaksud bukan kebenaran bersifat absolut dan universal tapi yang dimaksud adalah kebenaran temporal berdasarkan masalah yang diperdebatkan.Â
Maka dari itu, kita tidak boleh fanatik didalam tulisan ilmiah dengan pandangan seperti ini, nyawa atau nada tulisan kita tidak bersifat agresif. Saya memberikan contoh seperti orangtua menjelaskan dengan sabar kepada anaknya tentang arti kedisiplinan dalam mengatur waktu dengan memberikan alasan untuk tidak telat dalam melakukan kegiatan.Â
Pasti ada anak akan berkata didalam hati untuk tidak setuju dalam penjelasan orangtuanya paling tidak anak itu mengerti atau dia merasa dihargai karena orangtuanya menjelaskan dengan sabar. Oleh karena itu, memulai argumentasi dengan kecurigaan, kehati-hatian dan keingintahuan. Kita mengajukan pertanyaan bukan hanya sekedar apa, siapa, mengapa, dimana,dan bagaimana tapi yang terpenting adalah "bagaimana jika.......".
Selanjutnya yang menjadi kendala adalah persoalan dana, banyak ilmuwan atau peneliti memiliki kapasitas dalam menulis karya ilmiah internasional bereputasi tetapi tidak memiliki persiapan dana. Hal yang dilakukan menyelipkan dana dari hasil gajian kita atau mengajukan proposal pendanaan dilingkup instansi seperti universitas, kementrian dan kantor pemerintahan setempat.Â
Lalu anda harus mengemukakan kenapa itu menjadi terpenting dan apa keuntungan terhadap instansi. Karena setiap jurnal memiliki fee yang berbeda sesuai pada tingkatan jurnal yang akan ditujukan. semakin tinggi tingakatannya maka semakin mahal fee yang akan dibayarkan seperti halnya jurnal berindeks scopus memiliki tingkatan quartile mulai quartile 1 sampai 4.
Terakhir, penulis memohon maaf jika ada kalimat yang kurang menyenangkan dari penjelasan diatas. Penulis hanya membagikan pengalaman untuk merubah mindset pembaca agar segera melakukan tindakan dalam karya tulis ilmiah maka dari itu izinkan penulis memposting background scopus agar kredibilitas penulis terjaga juga sebagai doa dan motivasi untuk melakukan publikasi ilmiah dengan niat mengembangkan ilmu pengetahuan karena penulis masih berada tahap pembelajaran.
Demikianlah artikel ini semoga bermanfaat bagi para pembaca. Ulasan diatas bukan niat mamerkan untuk menimbulkan kesembongan tapi dengan niat membagikan pengalaman agar ilmuwan indonesia bisa bertambah dari data  base Thompson maupun kemendikbud dikti sehingga melahirkan ilmuwan berintegritas dan taat terhadap kode etik publikasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H