Mohon tunggu...
Jumardin Muchtar
Jumardin Muchtar Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti / Dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, Samarinda

Info contact instagram @jumardinmuchtar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seuntai Nama yang Terukir di Dalam Doa

10 Oktober 2021   14:50 Diperbarui: 10 Oktober 2021   14:56 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama adalah sebuah doa yang diucapkan ketika orang lain menyebutnya, jika kita memanggil seseorang baik orang itu kita senangi maupun tidak disenangi hendaknya kita memanggilnya dengan nama yang baik agar tuhan senantiasa melimpahkan keberkahan kepada hambanya yang ia rindukan. 

Berbicara mengenai "Seuntai Nama yang Terukir Didalam Doa" adalah merupakan rangkaian yang penuh cinta, kasih, dan kerinduan didalam hati layaknya sosok malaikat yang hadir dimuka bumi ini tanpa tanda balas jasa sedikitpun. 

Begitu banyak pengorbanan orangtua kita yang dilakukan tanpa rasa lelah demi menghidupi sang buah hati agar ia bisa tersenyum dan menikmati kehidupan yang penuh fana ini. 

Dan tak henti-hentinya bersujud diatas sajadah untuk memohon kepada sang Maha pencipta agar kita bisa melewati segala ujian didunia ini dan juga bisa selamat didunia dan akhirat. 

Tidak ada orang tua yang ingin anaknya terjerumus dilembah kesengsaraan dan ia inginkan hanyalah keshalehan anaknya yang tertanam didalam dirinya semata-mata taat kepada sang maha kuasa.

Tapi mengapa sang anak banyak tidak peduli dan tidak mendoakannya? seolah-olah kasih sayang yang mereka berikan tak ternilai dimatanya. Padahal doa anak kepada kedua orangtua adalah kunci penerang dialam barzah dan juga sebagai amalan yang tidak pernah terputus. 

Sebagai generasi cerdas, kita harus membekali ahlak yang mulia dan pengetahuan agama kepada anak kita, agar bisa menjadi generasi beriman dan penuh kedamaian.

Yang kita saksikan sekarang,  ada sebagian besar seorang anak melantarkan kedua orangtuanya di panti jompo karna tidak sanggup untuk merawatnya dengan alasan kesibukan yang menimpa dihari-harinya. 

Segitu teganya kah kita melemparkannya kesana? padahal ketika kita masih kecil mereka rela menghabisi waktunya untuk merawat kita bahkan mereka rela tidak makan sepanjang waktu asalkan anaknya bisa kenyang dan bertahan hidup dipelukannya. 

Pelukan yang hangat yang diselemuti dengan penuh kecintaan, senyuman diwajahnya, dan lantunan doa yang ditanamkan didalam diri kita. Sadarkah kita dengan hal ini dan pantaskah kita menerima semua pengorbanan yang mereka telah lakukan?

Ada satu cerita legenda jepang tentang tradisi membuang orang yang sudah tua di gunung. Entah cerita ini benar atau tidak terjadi di masa lalu yaitu Ubasuteyama menjadi salah satu kisah yang sangat populer di Jepang.  

Ubasuteyama adalah tradisi membuang kerabat atau anggota keluarga yang sakit atau lanjut usia ke tempat terpencil untuk mati. Secara harfiah, Ubasute sendiri berati "pembuangan." 

Dalam kisah masyarakat Jepang zaman dulu, ubasute berati membuang orang tua. Tradisi mengerikan ini dilakukan di hutan, tepatnya di kaki Gunung Fuji, yakni di Hutan Aokigahara yang dikenal juga sebagai hutan bunuh diri masyarakat Jepang.  

Kisah diawali dengan seorang anak melihat ibunya sudah sangat tua dan tak berdaya lagi, ia memutuskan mengikuti tradisi tersebut hanya untuk membuangnya, anak tersebut menggendong ibunya dan membawanya pergi di tengah hutan, ia menempuh perjalanan kurang lebih 100 meter, disetiap perjalanannya sang ibu mencabut ranting pohon dan membuat tanda agar tidak tersesat ketika nantinya ingin pulang. 

Sesampainya ditengah hutan sang anak melepaskannya dan mengucapkan tanda perpisahan, tak lama kemudian sang ibu berkata: "Wahai anakku izinkan aku memelukmu sebagai tanda perpisahan diantara kita berdua, dan ibu masih menyayangimu, kasih sayangku kepadamu tidak pernah berubah hingga sekarang, jika kamu ingin pulang kerumah ikutilah ranting yang ibu sudah menandainya agar engkau tidak tersesat dan bisa selamat sampai dirumah itu bukti kecintaan ibu kepada mu selama ini". 

Lalu sang anak menangis dengan keras dan menyadari semuanya dan ia berkata "Maafkan aku ibu", tak lama kemudian ia membawanya kembali kerumah dan merawatnya dengan baik. 

Mudah-mudahan dari cerita tersebut dapat kita mengambil hikmah didalamnya agar kita bisa berbakti kepada keduaorangtua karna Meskipun kita memberikan harta dan kebahagiaan berifat duniawi itu tak ada artinya dimata Tuhan ketimbang pengorbanan mereka kepada kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun