Mohon tunggu...
Jumadi Mappanganro
Jumadi Mappanganro Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan traveller

Penikmat kopi. Bermukim di Sulawesi Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ngopi Bareng PSK di Geylang Singapura

9 Februari 2011   08:53 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:40 12971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MALAM telah larut saat kami check-in di Fragrance Hotel-Ruby yang terletak di Jalan Geylang Lorong 20, Singapura. 

Saat itu adalah Jumat malam, 18 Juni 2010 lalu. Kata pemandu kami,  kawasan ini dikenal sebagai zona merah. Saking sering terjadi kasus kriminal. 

Wilayah ini juga dicap sebagai kawasan remang-remang. Di sini, sangat mudah dijumpai para wanita yang menjajakan tubuhnya untuk dinikmati para hidung belang. 

Geylang tak jauh beda dengan Gang Dolly di Surabaya (Jawa Timur) atau Jalan Nusantara di Kota Makassar (Sulawesi Selatan). 

Badan ini sebenarnya agak lelah. Sebab sejak pagi hingga tiba di hotel malam itu, kami telah mengunjungi beberapa tempat wisata di Singapura. 

Karena keliling kota, tak sempat tidur siang. 

Karena kali pertama menginjakkan kaki di Singapura, saya merasa rugi jika melewatkan malam itu dengan hanya tidur di hotel. 

Bukan hanya alasan itu. Keterangan si pemandu tentang Geylang, membuat saya makin penasaran untuk mengarungi kehidupan malam di kawasan ini.  

Setelah menyimpan tas dan bawaan lainnya di kamar, sejenak saya membuka laptop yang terhubung dengan internet. 

Kata kunci 'Geylang' kemudian saya ketik di mesin pencari Google. 

Saya sengaja melakukan hal ini untuk mendapatkan tambahan informasi tentang Geylang. 

Ibarat perang, sebelum ke medan pertempuran, sebaiknya memang mengetahui awal tentang kondisi medan laga. 

Biar tak mati konyol. Hehehe.... Dari beberapa situs yang saya buka, makin menguatkan keterangan sang pemandu. 

1297241176150420080
1297241176150420080

Dari wikipedia menyebut,  pada paruh terakhir 1800-an daerah ini juga telah menjadi tempat berkumpulnya orang Melayu dan Arab yang kaya. 

Di distrik ini banyak berdiri rumah-rumah toko (ruko). 

Suasana Malam 

Setelah mendapat cukup info tentang Geylang melalui fasilitas internet, saya kemudian keluar hotel untuk melihat-lihat suasana malam kawasan ini. 

Saat itu, jam di dinding lobi hotel yang kami tempati telah hampir menunjukkan pukul 23.00 waktu setempat. 

Walau telah larut malam, rupanya di kawasan ini masih ramai orang lalulalang. 

Toko-toko, kedai, dan rumah makan di kawasan ini juga umumnya masih terbuka dan ramai dikunjungi. 

Malam itu, saya menyusuri kawasan ini dengan berjalan kaki. 

Saya tak sendiri. Melainkan bertiga denganjurnalis asal Jakarta yang turut serta dalam rombongan kami. 

Saat asyik jalan-jalan, seorang pria dewasa mendekati kami. 

Ia menawari kami mampir di tempatnya. Juga menawarkan wanita. 

Rupanya bukan hanya pria itu saja yang menghampiri kami. 

Beberapa pria makcomblang lainnya juga mendatangi kami dan menawarkan hal serupa. 

Sebagian pekerja seks komersial (PSK) lainnya tanpa perantara dengan berani mendatangi kami dan menawarkan diri. 

Para PSK ini dengan mudah kami temui di kawasan ini. 

Mereka banyak berdiri di pinggir-pinggir jalan di hampir semua tepi jalan di kawasan ini. 

Mereka umumnya berpakaian seksi yang menggoda. 

Saat menawarkan diri kepada kami, pelacur-pelacur itu ada yang menggunakan bahasa China. Ada pula yang menggunakan bahasa Inggris. 

Kami pun pura-pura bertanya perihal tarif kepada mereka. 

Katanya, tarif sekali booking pelacur itu bervariasi. 

Ada yang menawarkan 30 dollar Singapura (SGD) atau sekitar Rp 210 ribu (kurs 1 SGD = Rp 7.000). 

Ada pula yang menawarkan 50 SGD. Juga ada yang menawarkan  hingga 100 SGD. 

Umumnya memasang tarif 100 dollar Singapura atau setara Rp 700 ribu. 

Melihat wajah para pelacur yang menawarkan dirinya kepada kami, umumnya berkulit putih dan mata sipit. 

Tapi, kata teman, selain etnis China, para pelacur itu juga katanya tak sedikit yang berasal dari etnis India, Melayu, dan beberapa etnis lainnya. 

Tak sedikit pula di antara pelacur itu datang dari Indonesia. 

Beberapa lorong di Jalan Geylang sudah kami susuri. 

Tak terasa, sudah lebih dua jam rupanya kami gunakan waktu untuk 'cuci mata' di kawasan 'merah' ini. 

Saat itu sudah masuk waktu dini hari. Namun suasana di kawasan ini masih terlihat cukup ramai. 

Beberapa toko dan kedai juga masih ramai dikunjungi. 

Saat itu kami memutuskan kembali ke hotel untuk istirahat.

12972410141041708089
12972410141041708089

Ngopi 

Pada pagi hari, saya kembali jalan-jalan ke luar hotel. Hanya berjalan kaki . 

Bermaksud mencari kedai yang menjajakan minuman hangat dan makanan ringan.  

Saat itu, jalan sekitar hotel yang kami tempati mulai ramai. 

Langit terlihat biru keputihan. Cerah. Tapi, aspal jalanan masih tampak agak basah. Mungkin subuh tadi hujan. 

Pagi itu, saya memilih mampir di sebuah kedai kopi yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari Fragrance Hotel-Ruby. 

Kedai ini terletak tepat di pojok pertigaan Jalan Geylang-Jl Geylang Lorong 20. 

Dugaan saya, kedai ini milik pengusaha keturunan India. Pasalnya, seluruh pelayan kedai ini berwajah India. 

Pagi itu kedai ini terlihat ramai dikunjungi. Kursi-kursi di dalam maupun di bagian luar kedai ini, hampir semua terisi. 

Pengunjung kedai ini didominasi kaum lelaki dewasa. 

Namun tak sedikit di antara pengunjung kedai ini adalah kaum perempuan yang umumnya mengenakan pakaian seksi. 

Di kedai ini saya memesan segelas kopi dan sepiring penganan ringan. 

Saya sengaja memilih duduk di bagian luar kedai agar bisa leluasa memandang. Maklum orang baru. 

Saat menyeruput kopi, seorang wanita mengambil posisi duduk di dekat saya. 

Sesekali pandangan saya mengarah ke wanita yang baru saja datang tersebut. Wanita ini berkulit putih. 

Rambut hitam kemilau dan panjang sebahu. Matanya tak banyak beda dengan kebanyakan mata orang China. 

Ia mengenakan baju berlengan pendek. Rok sedikit di atas lutut. Sebuah tas kecil menyertainya. 

Pagi itu ia mengenakan sandal berhak agak tinggi. Ia juga memesan segelas minuman dan penganan. 

Sejurus kemudian, ia mengeluarkan rokok dari tasnya. Dengan santai, ia pun merokok. 

Sontak saya langsung menduga bahwa wanita yang duduk di dekatku ini adalah PSK. 

Dugaan saya memang benar. Saat beberapa menit duduk di kursi tersebut, si wanita ini menawarkan diri. 

Tarifnya, katanya, 30 dollar Singapura (SGD). Sempat saya kaget dengan ulah wanita tersebut. 

Sebab aktivitas para PSK itu tak hanya pada malam hari. Walau hari sudah terang, para PSK itu masih saja beroperasi. 

Tak kalah ramai saat malam hari. Aktivitas para PSK itu rupanya tak saja dijumpai di kedai tersebut. 

Di beberapa emperan rumah toko (ruko) dan lorong-lorong di kawasan tersebut, juga terlihat sejumlah wanita dengan pakaian seksi berdiri. 

Mereka menawarkan diri untuk dinikmati bagi para pelancong yang melintas di kawasan tersebut. 

Saya merasakan hal itu saat jalan-jalan pagi menyusuri beberapa lorong di Jalan Geylang seusai ngopi di kedai. 

Tapi untunglah, ujian berat untuk tak tergoda menikmati tawaran para PSK itu, bisa saya lewati dengan mulus. 

Pengalaman sehari semalam di Geylang membuka sedikit wawasan saya tentang secuil dunia remang-remang ala Geylang. (jumadi mappanganro)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun