Mohon tunggu...
juli triantoro
juli triantoro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ironi di Negeri Sendiri

8 Oktober 2015   09:51 Diperbarui: 8 Oktober 2015   10:01 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan harga jual memang menjadi permasalahan yang sangat krusial bagi petani. Harga jual dapat sewaktu-waktu melonjak tinggi dan sebaliknya juga dapat turun drastis. Disaat harga tinggi, panen mereka sedang tidak banyak dan disaat panen mereka banyak, harga sangat rendah bahkan tidak cukup sekedar balik modal untuk biaya panen sehingga lebih baik membiarkannya membusuk di ladang daripada harus tekor. Hal ini mungkin disebabkan karena petani hanya bisa menerima berapapun harga yang ditentukan oleh para tengkulak. Petani tidak bisa mematok harga jual produk mereka karena kalah dalam penawaran. Penanganan pasca panen yang kurang maksimal menyebabkan produk mudah sekali rusak atau bahkan sudah rusak yang menyebabkan para tengkulak menghargai rendah produk mereka karena tidak mau rugi ketika dijual kembali.

Jika petani mau mengolah menjadi makanan siap saji mungkin harga jualnya menjadi lebih tinggi. Kami pun menjadi berpikir untuk mengadakan pelatihan pengolahan hasil pertanian. Akantetapi, ternyata sebagian besar dari mereka sudah berkali-kali mendapat pelatihan dari dinas maupun instansi lainnya tapi tidak berjalan. Lalu kenapa tidak berjalan? Kata mereka “Repot, tidak ada yang mengurusi”. Bayangkan saja dari pagi hingga sore suami-istri berladang bersama bahkan sering pula membawa anak mereka yang masih kecil. Dan ketika pulang tentulah mereka lelah dan malas untuk mengaplikasikan apa yang mereka peroleh dari pelatihan itu. Kalaupun mereka bisa mengolah hasil pertaniannya, belum ada pasar yang dapat menampung dan membeli produk olahan mereka. Hanya jika ada pesanan saja mereka akan membuatnya, sedang warga sekitar tidak mungkin menjadi target konsumen mereka karena harganya yang relatif mahal dan hampir semuanya adalah petani.

Permasalahan yang dihadapi oleh petani sepertinya tidak dapat diselesaikan secara individual oleh masing-masing petani saja. Diperlukan wadah untuk petani lebih mempunyai kekuatan sehingga diperlukan kelembagaan petani yang jelas. Dari hasil survey yang kami lakukan, didapat bahwa di setiap dusun sudah ada kelompok tani bahkan lebih dari satu kelompok tani pada satu dusun. Di tingkat desa ada gabungan kelompok tani yang sekretariatnya ada di balai desa. Kelompok-kelompok tani itu diharapkan dapat menjadi wadah bagi petani untuk berbagi ilmu dan bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi oleh setiap anggotanya.

Idealnya ada pertemuan rutin yang diagendakan oleh masing-masing kelompok tani agar fungsi dan peran kelompok tani ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. Akantetapi, di lapangan ternyata hal ini sulit ditemukan dimasing-masing kelompok. Beberapa dari mereka hanya menggunakan kelompok tani sekedar untuk mengajukan bantuan pupuk dari pemerintah. Selebihnya hanya sebuah perkumpulan para petani tanpa ada esensi yang jelas. Secara kelembagaan juga tidak jelas yang dapat dilihat bahwa tidak ada pergantian kepengurusan. Hal ini menjadi masalah karena tidak ada regenerasi sehingga teknologi baru susah untuk masuk dikalangan petani. Pertanian mereka hanya mengandalkan instinct petani yang mereka dapat dari pengalaman berpuluh-puluh tahun di lapangan.

Memang susah mengubah sistem pertanian kita tanpa adanya dukungan dari setiap elemen. Kamipun mencoba menggait pemerintah untuk bersama-sama mengatasi permasalahan ini mengingat massa KKN kami yang hanya dua bulan dirasa sangat singkat untuk mengubah sistem yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di kalangan petani. Mulai dari tingkat RT hingga desa sudah kami ajak berdiskusi bersama satu meja dengan petani. Kami berharap ini menjadi suatu keuntungan bagi petani desa serang agar lebih diperhatikan oleh pemerintah setempat.

Tidak kalah penting, juga peran negara sebagai pembuat kebijakan tertinggi. Sebagai negara agraris seharusnya perhatian pemerintah ditujukan kepada petani secara massif. Tapi apakah benar seperti itu? Kita tengok dari peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bisa dikatakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum berpihak pada pertanian, termasuk dibukanya kran impor produk pertanian dan rendahnya posisi tawar petani terhadap bank. Beberapa kebijakan seperti kebijakan harga, perdagangan, subsidi, structural, pengaturan, fasilitas, dan intervensi perlu dikaji ulang. Apakah sudah sesuai dengan kepentingan petani atau belum. Y

ang tidak kalah penting, juga peran penyuluh dalam pendampingan petani. Diharapkan paling tidak mereka mampu menghubungkan petani dengan pemerintah dengan menyampaikan aspirasi mereka. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah, petani akan terus terpinggirkan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang semakin hari menguasai sector pertanian dari hulu hingga hilir.

Sudah selayaknya petani menjadi tuan rumah di negara yang katanya negara agraris. Dengan berbagai masalah pertanian yang ada dibutuhkan kesadaran dari semua komponen masyarakat bahwa ini bukan cuma permasalahan bagi petani saja tetapi adalah permasalahan kita semua sebagai satu bangsa di negara kita tercinta. Permasalahan yang paling mendasar adalah mindset masyarakat yang masih perlu diubah. Mindset tetang pertanian yang masih dikatakan sebagai pekerjaan orang rendahan. Padahal tanpa ada petani maka takkan ada makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Apakah kita akan selalu menutup mata seolah-olah itu bukan rusan kita? Mari kita dengarkan rintihan mereka.

Miris memang, katanya aih negara agraris tapi petaninya selalu merasa menjadi yang terpinggirkan. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk membela dirinya. hanya sesekali angan-angan penghidupan yang lebih baik menjadi penghibur dikala lelah bergelut "perang" diladang. perang dengan hama, penyakit, cuaca, bahkan sengketa lahan menjadi permasalah yang terus terjadi. mereka hanya pasrah pada nasib, ikhlas menerima apa yang diberikan sang pencipta.

Mereka bilang, “Semua ini sudah menjadi takdir yang di atas. Kami hanya bisa bersabar menunggu kehidupan yang hlebih baik dimasa yang akan datang. Allah itu adil menciptakan manusia dengan berbagai kondisi, ada yang di atas ada yang di bawah. mungkin kami sekarang ada di bawah tapi sesuatu saat kami akan ada di atas. saat itulah kami akan membawa negeri ini menjadi negara agraris sesungguhnya. Negara yang menhargai kerja keras kami.”

Siapapun kita, pasti ada hal yang bisa kita lakukan untuk mereka. Jika Anda adalah seorang petani maka tetaplah semangatlah selalu untuk terus berinovasi dengan teknologi yang lebih baik dan yakin bahwa pekerjaan Anda adalah pekerjaan yang mulia. Jika Anda adalah pejabat pemerintah maka buatlah kebijakan yang mengedepankan kepentingan petani dan buanglah jauh-jauh kepentingan golongan apalagi pribadi. Jika Anda bekerja di industri pertanian maka jadikanlah petani sebagai mitra perusahaan bukan menjadi alat untuk membesarkan perusahaan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun