Jika pada tahun 2017, pemerintah menganggap stock aman yang harus tersedia di gudang BULOG adalah 1,5-2 juta ton. Namun pada tahun 2018, dengan dihapuskannya program rastra maka stock beras nasional dibawah 1 juta sudah dikategorikan aman.Â
Hal dikarenakan stock tersebut biasanya dipakai untuk menyalurkan rastra selama 4 bulan pada tahun depannya, operasi pasar menjelang akhir tahun, hingga percepatan rastra serta cadangan beras untuk berjaga-jaga sebagai antisipasi mundurnya masa tanam.
Untuk rastra selama 4 bulan, stock yang harus disalurkan per bulan berkisar 300 ribu ton atau total 1 juta ton. Operasi pasar dibutuhkan sekitar 250 ribu ton, percepatan rastra juga dibutuhkan 500 ribu ton. Itulah mengapa, stock akhir tahun harus berada diatas 1,5 juta ton baru dikatakan aman dan tidak impor.
Namun semenjak perubahan kebijakan perberasan pada tahun 2018 rastra menjadi BPNT, BULOG yang menyalurkan beras sebanyak 250-300 ribu ton per bulan, praktis tidak ada beras yang disalurkan sama sekali. Akibatnya sudah bisa dipastikan stock beras impor menumpuk di gudang-gudang BULOG. Itulah mengapa aneh, baru kali ini Dirut BULOG melakukan penolakan terhadap impor beras. Hal inilah juga yang pada akhirnya menimbulkan kekisruhan.
Namun Ombudsman selaku lembaga pengawas kebijakan publik, jeli melihat pangkal permasalahan yang terjadi. Ombudsman menarik kesimpulan besar bahwa penetapan program BPNT sebagai pemicu komplikasi. Hal ini dikarenakan, kebijakan penerimaan impor beras tidak disertai dengan pembaruan kebijakan skema distribusi bagi Bulog, termasuk penerapan disposal stock policy.
Oleh karena itu, kebijakan yang salah terkait perberasan jangan diteruskan kembali. Harus ada evaluasi mendalam yang harus dilakukan pemerintah untuk mengembalikan kebijakan perberasan semula yaitu program beras sejahtera (rastra). Jika pemerintah tetap ngotot melaksanakan program BPNT tanpa memikirkan dampaknya maka sudah bisa dipastikan kejadian kejadian diatas akan terjadi lagi. Malahan dampaknya akan lebih besar lagi dari sekedar kisruh.
Koordinator Jaringan Masyarakat Pangan Indonesia (JAMPI)
Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H