Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Masa Depan Pangan dalam Kendali Buwas

4 Oktober 2018   14:06 Diperbarui: 5 Oktober 2018   16:31 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Kompas.com/Markus Yuwono)

Perseteruan perlunya impor dan tidak impor adalah salah satu rangkaian polemik pangan yang terjadi selama ini. Semua seakan tidak pernah berakhir dan masyarakat sudah mulai bosan mendengar berita semacam ini lagi. 

Kekisruhan ini jelas-jelas sangat menunjukkan lemahnya koordinasi antar lembaga. Hal ini juga menggambarkan potret bahwa negeri ini memang butuh lembaga pangan baru yang mampu mengkoordinasikannya pada tataran Kementerian.

Kita maklumi bersama, mengapa kisruh polemik pangan antar lembaga di tanah air selalu terjadi. Kemenko Perekonomian yang sebenarnya juga membawahi bidang pangan seakan tidak mampu meredam permasalahan pangan yang terjadi. 

Lemahnya fungsi koordinasi yang dilakukan oleh Kemenko Perekeonomian, sebenarnya dapat kita maklumi bersama. Terlalu banyak urusan ekonomi Negara yang harus diselesaikan Kemenko Perekonomian dan tidak hanya urusan beras.

Kemenko Perekonomian terlalu banyak yang dikerjakan sehingga tidak fokus terhadap dunia pangan tanah air.  Apalagi situasi perekonomian global sekarang tidak menentu seperti perang dagang antara China dan AS, merosotnya nilai tukar rupiah, pengangguran, inflasi, bencana alam dan lainnya. 

Kesemuanya butuh konsentrasi penuh untuk mengatasinya secara cepat dan tepat. Sehingga wajar jika Kemenkoperekonomian sering terlambat terhadap permasalahan pangan yang terjadi belakangan ini dan lebih mempercayakan dengan Kementerian teknis dibawahnya seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan BULOG.

Inti dari kisruh ini adalah tidak adanya kelembagaan yang kuat yang mampu menyingkronisasikan kepentingan antar lembaga. Namun, pemerintah luput membaca pangkal masalah yang terjadi selama ini. Hampir semua pihak lupa dengan amanat yang sudah ada di UU Pangan N0 18 tahun 2012 yang menyiratkan dibentuknya lembaga pangan nasional.

Badan Pangan Nasional, seharusnya sudah terbentuk semenjak tahun 2015, jika mengingat amanat UU Pangan yang menyatakan bahwa badan tersebut harus terbentuk sejak tiga tahun diundangkan pada tahun 2012. Namun pemerintah seakan tidak mau mempercepat pemebentukkannya, karena mungkin Kementerian lain merasa tersaingi dengan pamor lembaga baru ini.  Padahal pembentukan Badan Pangan nasional merupakan kunci utnuk mengatasi polemik pangan yang terjadi.            

Andaikan Badan Pangan Nasional sudah terbentuk, maka polemik pangan bisa diminimalisir. Hampir beberapa tahun terakhir carut marut pangan semakin nampak saja. Mulai dari kelangkaan bahan pangan, naiknya harga, mafia pangan, penyelundupan, penimbunan hingga perubahan kebijakan seperti Permen dan Perpres. 

Andaikan lembaga ini sudah ada, maka kasus pangan dan overlapping kebijakan satu dengan kebijakan yang lain tidak akan terdengar. Hal ini dikarenakan pembuat kebijakan tunggal terkait masalah pangan nasional merupakan kewenangan lembaga pangan.

Desakan pembentukan badan pangan nasional sebenarnya sudah sering disuarakan. Mulai dari aktivis, akademisi hingga politisi di DPR sebagai perwakilan rakyat. Bahkan karena desakan yang semakin kuat maka pemerintah yang dalam hal ini Menteri Pertanian Dr. Amran Sulaiman berjanji dihadapan Komisi IV DPR RI tanggal 7 Juni 2017, untuk mengumumkan pembentukan Badan Pangan Nasional setelah Hari Raya Idul Fitri.  Namun faktanya, sampai sekarang lembaga itu tidak kunjung nampak batang hidungnya (baca: tempo.co).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun