Lalu yang tinggal disoroti yaitu faktor produksi. Faktor inilah ternyata yang paling lemah. Data juga sudah membuktikan ternyata produksi memiliki nilai bias yang sangat tinggi. Sehingga wajar jika pasar kekurangan pasokan yang mengakibatkan harga menjadi tinggi.
Indikator kedua untuk meyakinkan negeri ini memang butuh impor adalah stok beras pemerintah. Fakta menyebutkan bahwa stok beras Bulog berada di zona kurang aman yaitu kurang dari 1 juta ton. Sangat riskan sekali. Bahkan stok cadangan beras pemerintah yang ada di gudang sudah minus.Â
Ketiga adalah kondisi panen. Ternyata laporan dari Asosiasi Benih Tani Indonesia melaporkan bahwa ada sekitar 400 ribu hektar sawah, terserang hama wereng. Bisa kita bayangkan berapa juta ton beras yang hilang. Andaikata satu hektar mampu menghasilkan 5 ton beras, maka kita kan kehilangan potensi beras sebanyak 2 juta ton.
Jadi, sampai disini sudah jelaskan bagaimana urgensinya beras impor. Pemerintah tidak boleh berjudi dengan sesuatu yang tidak pasti. Ingat, sebentar lagi akan memasuki lebaran Idul Fitri. Maka stabilnya harga mutlak diperlukan agar tidak ada gejolak ditengah masyarakat.
Namun yang paling penting perlu diingat adalah sebentar lagi kita akan melaksanakan pemilihan presiden (pilpres). Ditengah situasi politik yang tengah memanas, untuk mendinginkannya adalah dengan menjaga ketersediaan stok bahan pangan.
Kembali ke topik awal tadi, jadi siapa yang benar soal polemik beras? Jawabannya adalah bisa kita dapatkan dari pernyataan Mendag Enggartiasto, bahwa keputusan penambahan impor beras adalah hasil keputusan rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kementerian Koordinator Perekonomian.
Ini artinya juga bahwa semua kementerian yang berada dibawah Kemenko Perekonomian, sudah mengetahui dan sepakat soal penambahan impor beras. Tidak terkecuali juga Kementerian Pertanian yang selalu mengatakan bahwa kita surplus produksi dan telah memasuki panen raya. Jadi sudah bisa kita simpulkan bersama urgensi impor beras yang harus dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H