Kita tidak bisa bayangkan bagaimana harga di daerah terpencil seperti ini, jika program rastra dihapus dan digantikan BPNT. Bisa-bisa harga beras bisa mencapai lima sampai sepuluh kali lipatnya.
Jika sudah seperti itu, maka jauh panggang dari api jika kita mengharapakn harga pangan bisa stabil. Alih alih stabil, justru kemungkinan kecemburuan sosial bisa saja terjadi antar daerah jika melihat harga yang berbeda-beda.
Oleh karena itulah, seharusnya pemerintah dalam rapat tingkat menteri harus melibatkan kementerian sosial. Selama ini, Kemenko Perekonomian hanya melibatkan menteri-menteri yang berada dibawah koordinasinya saja. Kementerian tersebut adalah Kementerian Pertanian, Kementarian Perdagangan dan Kementerian BUMN.
Seharusnya Kementerian Perekonomian harus melibatkan lintas sektoral seperti Kementerian Sosial. Mengapa? ya, karena kebijakan pemberlakuan rastra berada dibawah Kementerian Sosial.
Menko Darmin harus memberikan pengertian sekaligus menyadarkan bahwa rastra tidak hanya sebagai jaring pengaman sosial saja, namun juga berfungsi sebagai penstabil harga. Jelaskan juga bahwa rastra dan operasi pasar merupakan dua kombinasi kebijakan yang paling ampuh dalam meredam gejolak kenaikan harga selama ini.
Selain itu beri pemahaman juga, bahwa sampai sekarang beras tetap menjadi komoditas politis, strategis dan ekonomis. Sampai kapan? jawabannya sampai beras tidak lagi menjadi makanan pokok 250 juta rakyat Indonesia. Itulah filosofi beras yang harus dipahami dan diresapi oleh semua pihak terutama pemerintah selaku pembuat kebijakan.
Jika sudah memahami filosofi beras secara utuh maka harga pangan dapat dikendalikan. Jika tidak, jangan sampai untuk kesekian kalinya, beras menampakkan diri sebagai biang kerok kegagalan pemerintahan.
*) Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H