Mohon tunggu...
JULIYANA HERMAN
JULIYANA HERMAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi nonton film

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan Aljabar Linear dalam Hybrid Watermarking Citra Digital

4 Juni 2024   17:13 Diperbarui: 4 Juni 2024   17:21 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.

Untuk perlindungan hak cipta banyak sekali teknik yang bisa digunakan, salah satu teknik yang sering digunakan adalah Teknik Watermarking (Munir, 2010) atau dapat disebut sebagai tanda air, yaitu teknik atau metode menanamkan atau menyisipkan suatu pesan yang bersifat rahasia ke dalam sebuah pesan lainnya yang jelas tetap terlihat dan dapat menyamarkan pesan tersebut dan keberadaan watermark bisa dibuktikan dengan proses ekstraksi. Dalam metode watermarking teknik penyisipan terbagi menjadi 2 (dua) bagian (Munir, 2010), yaitu pertama teknik domain spasial dan selanjutnya teknik domain frekuensi. Teknik domain spasial penyisipan watermark langsung pada objek, sedangkan domain frekuensi menyisipkan watermark dengan mengubah nilai-nilai komponen frekuensi dengan transformasi.

A. Teori dasar

A.1. Discrete Wavelet Transform (DWT)

transformasi DWT dalam pengolahan citra adalah mendekomposisi sebuah citra menjadi 4 bagian frekuensi: satu bagian frekuensi rendah disebut LL, dan tiga bagian frekuensi tinggi disebut HL, LH, dan HH. Gambar 1 menunjukan transformasi DWT dua level.

Transformasi wavelet memungkinkan rasio kompresi yang tinggi dengan citra hasil rekonstruksi memiliki kualitas yang baik. Transformasi wavelet dapat memberikan informasi waktu dan frekuensi secara bersamaan, sehingga memberikan representasi waktu-frekuensi dari sinyal. Discrete Wavelet Transform memiliki kelebihan dalam mengidentifikasi bagian-bagian di cover image, di mana watermark dapat disisipkan secara efektif.

A.2. Discrete Cosine Transform (DCT)

Discrete Cosine Transform (DCT) adalah teknik kompresi citra digital ke dalam format JPEG. Pada kompresi JPEG, DCT menerima masukan berupa matriks citra berukuran 8x8, yang kemudian mengubahnya menjadi matriks frekuensi dengan ukuran sama. Perubahan blok 8x8 piksel menjadi 64 koefisien DCT dapat dilihat pada gambar berikut ini yaitu Enam puluh empat basis fungsi dari 2-D DCT matriks 8 X 8. Gambar 2 menampilkan enam puluh empat basis fungsi dari 2-D DCT matriks 8 X 8.

Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.
Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.

Metode ini juga digunakan secara umum untuk penyisipan watermark ke dalam frekuensi tertentu pada cover image. Sedangkan proses Invers DCT (IDCT) yang merupakan kebalikan dari DCT, akan mengembalikan koefisien pada matriks frekuensi menjadi matriks citra. Inverse DCT ini digunakan untuk ekstraksi watermark dari cover image.

A.3. Singular Value Decomposition (SVD)

Dalam aljabar linier, SVD adalah sebuah faktorisasi dari matriks bilangan nyata atau kompleks yang berbentuk persegi. Beberapa aplikasi yang memanfaatkan SVD adalah dalam bidang pengolahan sinyal dan statistik. Sebuah teorema yang berkenaan dengan SVD bernama Teorema Spektral menyatakan bahwa matriks normal dapat didiagonalkan (direpresentasikan sebagai matriks diagonal pada beberapa basis) secara uniter menggunakan basis vektor Eigen. SVD dapat dilihat sebagai generalisasi dari Teorema Spektral yang berubah-ubah, tidak harus selalu persegi, dan berbentuk matriks.

Misalkan M adalah matriks berukuran m x n. Di dalam matriks tersebut terdapat faktorisasi M dari M = UVT, dimana U adalah matriks uniter m x n, adalah m x n dengan nilai non-negatif pada diagonalnya dan nol pada selain diagonal, serta VT menunjukkan transpose V sebuah matriks n x n. Faktorisasi seperti ini disebut Singular Value Decompisition dari M [33].

  • Matriks V yang berisi himpunan arah vektor input ortonormal untuk matrik M.
  • Matriks U berisi himpunan arah vektor output ortonormal untuk matrik M
  • Matriks berisi singular value, yang dapat dikatakan sebagai skalar gain control, di mana setiap input yang terkait saling dikalikan untuk menghasilkan output yang sesuai.

B. Kerangka metode hybrid watermarking citra digital

Pertama, sistem mengambil gambar host dan menyematkan gambar tanda air ke dalamnya dengan bantuan algoritma penyematan dan kuncinya. Kemudian, sistem mendapatkan gambar yang diberi watermark dan mengirimkannya melalui saluran komunikasi. Terakhir, sistem mengekstraksi citra watermark dengan menggunakan algoritma ekstraksi watermark dan kuncinya. Gambar 3 menunjukkan Penyematan dan ekstraksi tanda air.

Sumber: Begum, M., & Uddin, M. S.
Sumber: Begum, M., & Uddin, M. S.

C. Klasifikasi Metode Hybrid Watermarking Citra Digital

Berdasarkan domain kerjanya, watermarking citra digital dapat diklasifikasikan menjadi domain spasial, transformasi, atau hybrid. Metode domain spasial mencakup algoritma bit paling signifikan (LSB), bit signifikan menengah (ISB), atau tambal sulam. Di sisi lain, metode transformasi atau domain frekuensi mencakup DCT, DFT, DWT, dan SVD. Metode domain hybrid menggabungkan dua atau lebih algoritma domain transformasi. Ini termasuk DCT dan DFT, DCT dan DWT, DCT dan SVD, DFT dan DWT, DFT dan SVD, DWT dan SVD, dan kombinasi DCT, DFT, dan DWT dan lain-lain. Klasifikasi watermarking citra digital ditunjukkan pada Gambar 4 berikut yaitu Klasifikasi Watermarking Citra Digital.

Sumber: Begum, M., & Uddin, M. S.
Sumber: Begum, M., & Uddin, M. S.

D. Implementasi dan Hasil

Dalam percobaan ini, citra Lena 512x512 grayscale diambil sebagai cover image dan gambar Cameraman 256x256 grayscale digunakan sebagai watermark, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 berikut yaitu (a) cover image dan (b) watermark.

screenshot-2024-06-04-121150-665ee1f1c925c477fc4f4ec2.png
screenshot-2024-06-04-121150-665ee1f1c925c477fc4f4ec2.png

Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.

Untuk mengukur kualitas citra pada watermarking, diperlukan alat ukur Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) yang menunjukkan perbandingan antara nilai maksimum dari sinyal yang diukur dengan besarnya derau yang berpengaruh pada sinyal tersebut.

Untuk menentukan PSNR, terlebih dahulu harus diketahui nilai rata-rata kuadrat dari error (Mean Square Error - MSE). Semakin besar parameter PSNR berarti semakin mirip dengan citra asli. Hal ini juga berarti bahwa skema watermark semakin efektif. Citra dengan nilai PSNR >35 dB dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik. Persamaan berikut menunjukkan rumus PSNR dan MSE:

screenshot-2024-06-04-121503-665ee241ed64156b4a770562.png
screenshot-2024-06-04-121503-665ee241ed64156b4a770562.png

Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.

Sedangkan untuk mengukur robustness dari watermark dilakukan dengan menggunakan Normalized Cross Correlation(NC). Persamaan berikut menunjukkan rumus NC:

screenshot-2024-06-04-122011-665ee27d34777c51960a9b82.png
screenshot-2024-06-04-122011-665ee27d34777c51960a9b82.png

Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.

Nilai variance dari Gaussian noise pada percobaan adalah 0,03. Joint Picture Expert Group (JPEG) adalah standar kompresi citra, yang apabila operasi ini dilakukan, komponen citra pada frekuensi tinggi akan hilang. Quality factor yang digunakan pada JPEG compression yang dilakukan sebesar 50. Rotation sebesar 150 dan crop sebesar 25% juga kemudian dilakukan terhadap citra yang disisipi watermark.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai PSNR dari citra yang disisipi watermark berada di atas kisaran 35 dB. Demikian pula dengan nilai NC dari watermark hasil ekstraksi memperlihatkan nilai yang signifikan. Gambar 6 menampilkan hasil percobaan PSNR dan NC.

Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.
Sumber: Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D.

Kesimpulan

Tulisan ini membahas tentang teknik hybrid watermarking pada citra digital menggunakan DWT-DCT dan SVD. Nilai PSNR dan NC yang diperoleh menunjukkan bahwa skema ini menghasilkan watermark yang tahan terhadap berbagai serangan, serta kualitas yang tinggi dari citra yang disisipi watermark. Ini berarti bahwa konflik antara robustness dan imperceptibility yang muncul pada watermarking domain transformasi dapat diatasi. Sebagai tahap pengembangan, hybrid watermarking DWT-DCT dan SVD dapat di kombinasikan dengan teknik optimisasi seperti algoritma genetika dan Particle Swarm Optimization (PSO). Dengan skema yang lebih baik, watermarking dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, seperti autentifikasi dan perlindungan HAKI.


Daftar Pustaka

Hidayat, E. Y., & Udayanti, E. D., Hybrid Watermarking Citra Digital Menggunakan Teknik DWT-DCT dan SVD. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2011 (Semantik 2011), 2-5, 2011.

Begum, M., & Uddin, M. S., Analisis teknik watermarking citra digital melalui metode hybrid. Jurnal Penelitian Teknik, 4-5, 2020.

Shieh, C., Huang, H., Wang, F., & Pan, J., "Genetic Watermarking Based on Transform-domain Techniques," Journal of Pattern Recognition, vol. 37, Mar. 2004, pp. 555-565.

Hemdan, EE-D., El-Fishaw, N., Attiya, G., dan Abd El-Samii, F.,"C11. Teknik watermarking gambar digital hibrid untuk penyembunyian data," dalam Prosiding konferensi sains radio nasional ke-30 , hal. 220--227, Kairo, Mesir, April 2013.

NAAS Al-maweri, WAW Adnan, A. Rahman Ramli, K. Samsudin, dan SMS Ahmad, "Algoritma watermarking gambar digital hybrid berdasarkan DCT-DWT dan auto-thresholding," Security and Communications Networks , vol. 8, tidak. 18, hal.4373--4395, 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun