Mohon tunggu...
Julius Hizkia
Julius Hizkia Mohon Tunggu... Administrasi - Pemimpi dan Pemimpin

Jika tidak bisa jadi yang terbaik, jadilah yang pertama. Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebudayaan Jawa dan Agama Islam, Bak "Pinang dibelah Dua"

7 Maret 2022   02:19 Diperbarui: 7 Maret 2022   10:37 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melalui risetnya, Geertz menyampaikan bahwa terdapat tiga substruktur kebudayaan di masyarakat Jawa atau selanjutnya disebut sebagai Trikotomi "Abangan, Santri, dan Priyayi". Selanjutnya, Geertz menjelaskan bahwa Trikotomi tersebut merupakan representasi organisasi moral kebudayaan Jawa yang berusaha menjelaskan pandangan tiap kelompok dalam interelasi antara agama, budaya, dan politik.

Golongan abangan diidentifikasi sebagai golongan yang sangat erat pada aspek animistik dalam beragama, sehingga disebut menjalani kepercayaan keagamaan Jawa yang asli melalui ritual-ritual seperti slametan. Golongan ini terpusat di pedesaan dan sering dihubungkan dengan elemen petani. 

Santri diasosiasikan pada orang-orang yang memiliki sistem kepercayaan yang lebih teratur dan pelaksanaan yang kuat pada ritual pokok agama Islam. Golongan ini terpusat di daerah perdagangan. Terakhir, golongan priyayi merujuk pada kaum elit yang sah, cenderung hinduistik, serta terlibat dalam birokrasi pemerintahan.

Terlepas dari pengelompokan trikotomi tersebut, Greetz secara garis besar ingin menjelaskan bahwa kebudayaan masyarakat Jawa sangat kental dengan perilaku keagamaan dan ritual-ritual kepercayaan. Dia melihat bahwa agama merupakan sistem kebudayaan yang dapat mengatur tingkah laku manusia. 

Geertz secara mantap mampu membagikan pengetahuan mengenai simbol-simbol yang menjelaskan bagaimana hubungan antara struktur-struktur sosial di masyarakat yang berimplikasi pada perwujudan simbol-simbol. Sederhananya, pemikiran Geertz merupakan "peta budaya" yang dapat digunakan untuk memahami bagaimana simbol-simbol memengaruhi dan membentuk kehidupan sosial.

Hasil riset yang dilakukan oleh Geertz ini sejatinya dapat dijelaskan dengan meminjam teori Spradley (1997) yang menjelaskan bahwa perilaku manusia penuh dengan penggunaan lambang dan simbol yang menjadi dasar hasil karya dan perilaku manusia. Artinya, kebudayaan sangat erat dengan simbol-simbol yang diciptakan manusia, serta kebudayaan pun mampu menghasilkan simbol-simbol tertentu yang pada akhirnya membentuk perilaku manusia.

Hal ini juga berkaitan dengan yang disampaikan oleh Durham & Kellner (2006) bahwa kajian budaya berkaitan dengan relasi antara budaya dengan masyarakat yang mencoba melihat ritual dan kegiatan di suatu masyarakat yang berisikan makna. Perilaku yang ditampilkan dari trikotomi masyarakat Jawa oleh Geertz tentu tidak lepas dari bagaimana budaya mereka membentuk pola kehidupan mereka dalam sosial, politik, bahkan ekonomi.

Riset Geertz berhasil menggambarkan realitas masyarakat Jawa yang sangat erat dengan nilai-nilai kultural keagamaan. Agama kemudian tidak hanya berkaitan dengan religiusitas namun juga sangat memengaruhi pandangan dan perilaku politik dan kemasyarakatan. 

Walaupun kategorisasi abangan, santri, dan priyayi ini mulai tidak relevan di tengah pesatnya perkembangan zaman dan teknologi, tetapi hal fundamental bahwa masyarakat Jawa yang agamis merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Sejatinya Geertz hanya ingin menegaskan gagasannya mengenai "The Religion of Java".

Selaras dengan riset yang dilakukan Geertz, Niels Mulder juga melakukan penelitian pada masyarakat Jawa dan berusaha untuk mengamati tentang dasar moral, cara berpikir, serta kepribadian masyarakat Jawa. 

Mulder (1973) dalam bukunya Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa pandangan hidup masyarakat Jawa diungkapkan seperti yang tercermin dalam praktek dan keyakinan agama, yaitu "Javanisme". Javanisme adalah pandangan hidup masyarakat Jawa serta agamanya yang menekankan pada ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan, sikap narima atau menerima segala peristiwa yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun