Mohon tunggu...
Julita Manurung
Julita Manurung Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Sistem Informasi Universitas STMIK Triguna Dharma

Saya hobi nonton, hobi makan. Pokoknya hobi yang membuat batin saya bahagia itu udah pasti.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Bukan Dilan 1990 [Part 3]

22 Juni 2019   10:59 Diperbarui: 22 Juni 2019   16:16 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tuut..tuut.. handphoneku berdering beberapa kali. Saat kulihat notifikasinya, ternyata tertera nama Dilan. 

"Udah tahu sekarang waktunya tidur, ini orang malah nelfon segala lagi. Mendingan, aku matiin aja deh handphone aku,"ucapku dalam hati.

Tuut..tuut.. Panggilan masuk dari Dilan kembali muncul. Karena penasaran, aku pun mengangkatnya.

"Iya, ada apa?"

"Belum juga aku bilang halo. Langsung nanya ke intisarinya ya kamu!"

"Kamu punya jam dinding gak dikamar?"

"Ya punyalah, emangnya kenapa sih? Batre jam kamu rusak? Mau aku beliin sekarang?"

"Bukan itu!"

"Terus apaan?"

"Coba kamu lihat jam berapa sekarang."

"Jam setengah 12 malam. Memangnya kenapa?"

"Pake nanya lagi kamu! Ini udah waktunya tidur kali."

"Jam segini udah tidur? Duh, kamu ini lucu banget ya!"

"Lucu apanya, kalau aku tidur jam segini. Aneh banget sih kamu!"

"Kamu tahu gak, omelan kamu barusan udah memakan waktu selama 5 menit."

"Maksudnya?"tanyaku kebingungan.

"Kalau kamu ngomel-ngomel terus, pembicaraan kita bisa sampai pagi lho!"

"Sayangnya, aku gak mau tuh bicara sama kamu sampai pagi. Bisa-bisa, kuping aku kena racun gombalnya kamu. Udah dulu ya, aku matiin telefonnya. Bye!" ucapku sambil menonaktifkan handphoneku.

Malam telah berlalu, dan mentari pagi datang menyambut hari yang baru.

"Saatnya berangkat,"ucapku sambil mencium tangan kedua orangtuaku.

"Kamu kelihatannya semangat sekali hari ini. Ada apa sih?"tanya ibuku penasaran.

"Urusan anak muda bu."

"Jadi, kalau urusan anak muda, ibu gak boleh ikut campur?"

"Bukannya gak boleh bu. Tapi, umur ibu sudah lewat dari kualifikasi."

"Kamu ini ada-ada aja sih! Memangnya ibu mau melamar pekerjaan."

"Yasudahlah bu, aku berangkat dulu ya kesekolah."

"Iya, kamu hati-hati dijalan."

Selama diperjalanan, hatiku berdebar-debar gak karuan. Ini semua disebabkan, karena sahabatku Milea mengabarkan kepadaku, bahwasanya hari ini ada murid baru. Murid baru itu mempunyai wajah yang tampan, yang bisa memikat semua kaum hawa. Ya, begitulah sedikit informasi yang aku dapatkan dari Milea.

"Neng, mau turun dimana? Ini sebentar lagi mau sampai pangkalan lho!"ucap supir angkot tersebut.

"Astaga bang, sekolahku udah kelewatan jauhnya."

"Neng sih, pakai melamun segala. Mikirin apa sih, sampai-sampai bisa lupa berhentinya dimana!"

"Mikirin cogan bang."

"Cogan apaan?"

"Cowok ganteng lho! Masa gitu aja gak tahu sih bang!"

"Ya, namanya saya tidak anak gaul neng."

"Bang, bisa putar balik gak? Aku tambahin deh ongkosnya."

"Maaf neng, bukannya saya gak mau. Tapi saya sudah dekat sama pangkalan. Kalau nanti saya ikuti permintaan neng, dan ada yang melihat saya narik lagi padahal udah sampai pangkalan, saya bisa dipecat neng."

"Berarti ada gilirannya ya bang?"

"Iya neng, jadi semuanya kebagian."

"Yaudah deh, aku turun disini aja bang."

"Maaf ya neng."

"Iya gak apa-apa kok bang. Lagian ini bukan salahnya abang. Ini ongkosnya, kembaliannya ambil aja."

"Makasih neng,"ucap si supir angkot sambil berlalu pergi.

"Duh, gimana nih! Dari tadi, angkot gadak lewat sama sekali. Bisa telat nih, kalau aku diam terus disini, nungguin yang gak pasti."

"Halo cantik, mau kemana?"

"Apaan sih!"ucapku marah

"Mau ke sekolah kan? Yaudah bareng aku aja."

"Kamu siapa sih? Memangnya kamu tahu sekolahku dimana?"

"Nih, lihat!"ucapnya sambil membuka jaket yang dikenakannya dan menunjukkan seragam sekolahnya.

"Kamu siapa sih? Coba buka helm kamu!"

"Jangan dibuka, nanti kamu gak mau lagi kalau aku yang boncengin."

"Yaudah deh, terserah kamu aja! Yang penting, aku gak telat sampai sekolah."

"Pegangan yang erat ya."

"Harus banget?"

"Ya, kamu gak mau?"

"Gak mau ah, enak aja kamu. Aku kan gak kenal sama kamu."

"Oke, kita kenalan dulu sebelum berangkat. Namaku Nathan, nama kamu siapa?"

"Namaku Salma."

"Nama kita serasi ya, seperti nama pasangan yang ada di film Dear Nathan Hello Salma."

"Itu kan cuma film."

"Terkadang, sebuah film bisa menyatukan para pemain. Dan aku rasa, itu bisa terjadi ke kita berdua."

"Udah deh, sekarang kamu buruan nyalain motornya. Kalau mau ngobrol, nanti aja di sekolah."

"Oke,"ucapnya sambil melaju dengan kencang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun