Siapa yang bercita-cita menjadi penjahat? Menjadi seorang pengedar narkoba? Tentu tidak ada. Begitu pula aku. Dulu, aku bermimpi menjadi seorang pilot---terbang tinggi, membawa harapan dan kebanggaan bagi keluarga. Tapi hidup, ah, hidup tak pernah berjalan seperti dalam mimpi. Segalanya berubah ketika rumah tangga kedua orang tuaku hancur. Ayahku, pria jahanam itu, ketahuan berselingkuh, dan ibuku memilih mengakhiri hidupnya dengan tambang yang menggantung di langit-langit rumah.
Aku masih delapan tahun saat itu, tapi dunia memaksaku menjadi dewasa terlalu cepat. Aku harus menjadi tulang punggung keluarga sekaligus orang tua bagi kedua adikku. Mungkin kalian bertanya, kenapa tidak tinggal dengan ayahku? Heh, aku sudah mencoba. Tapi yang kami terima hanyalah caci maki dari istri barunya, ibu tiri kami. Itu bukan rumah, melainkan neraka kecil.
Aku memilih pergi, membesarkan adik-adikku seorang diri. Hidup adalah perjuangan, dan aku berhenti sekolah untuk bekerja di pasar sebagai kuli panggul. Tapi kehidupan di pasar juga tidak ramah. Setiap hari adalah pertempuran baru melawan rasa lelah, lapar, dan ketidakpastian.
Dan begitulah, mimpi itu perlahan mati. Aku terjerumus ke dunia ini---dunia penuh dosa yang tidak pernah kuimpikan.
"Thom, aku punya pekerjaan yang bisa membantumu membiayai semua kebutuhan adik-adikmu. Ketimbang jadi kuli panggul seperti ini, bayarannya juga cukup menjanjikan," kata Lukas, seorang pemuda yang baru aku temui beberapa hari sebelumnya.
"Apa itu, Lukas? Pekerjaannya bagaimana?" tanyaku, penuh harapan.
"Pekerjaannya gampang. Kamu cukup jadi kurir, tapi jangan sampai ada yang tahu kamu kurir," jelas Lukas. Aku sempat ragu, namun demi kebahagiaan kedua adikku, apa pun akan aku lakukan.
Begitulah awal mulanya aku menjual jiwaku kepada iblis dan menjadi seorang pengedar narkoba. Semuanya berjalan lancar, dan kehidupanku serta adik-adikku menjadi lebih baik. Tapi aku masih merasa ada kekosongan dalam hidupku. Hingga suatu peristiwa tak terduga terjadi.
***
Pada bulan Juli, Lukas tertembak polisi. Aku buru-buru membawanya ke sebuah rumah sakit di kota terpencil yang jauh dari jangkauan polisi. Saat melihat Lukas sekarat, aku kehilangan kendali dan menjadi gila. Aku takut kehilangan dia karena Lukas sudah seperti saudara bagiku.
Ketika aku memaki-maki pihak rumah sakit, seorang perempuan bertubuh mungil tiba-tiba datang dan tanpa aba-aba menamparku.