Mohon tunggu...
julio purba kencana
julio purba kencana Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya orang di persimpangan kiri jalan

Mahasiswa filsafat, aktif menulis sastra dan telah menerbitkan beberapa buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Sepi di Panti Alma

31 Desember 2024   19:07 Diperbarui: 31 Desember 2024   19:07 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Pengalaman tentang kehidupan terkadang juga dipelajari bukan hanya dari cerita roman tetapi juga dari kisah-kisah yang absurd sekalipun.
(Julio Purba Kencana)

"Roni, ayo masuk," ucap Suster Ima membujuk Roni, seorang penyandang keterbelakangan mental. Sudah hampir empat jam Roni duduk di depan Panti Alma, tempat ia dititipkan sekaligus bersekolah. Ia duduk diam selama empat jam bukan tanpa alasan. Ia menanti dan ternyata selalu menunggu ayahnya menjemput seperti biasa.

"Kenapa lagi dia, Ima?" tanya Suster Alin, salah satu staf senior di panti tersebut.

"Ini, Suster, Roni hampir setiap hari duduk berjam-jam di depan panti tanpa mau masuk kalau tidak dipaksa dan dirayu," ucap Suster Ima dengan nada sendu menjawab pertanyaan Suster Alin.

"Sudah, biarkan saja. Kita juga sudah sering memberi pengertian kalau ayahnya sudah lama meninggal, tapi dia saja yang tidak mau percaya serta menerima kenyataan," kata Suster Alin sembari meninggalkan Suster Ima yang masih memandangi Roni.

Roni sebenarnya bukannya tidak tahu kalau ayahnya telah meninggal. Ia tahu dan sangat kehilangan sosok ayah yang begitu mencintainya. Yang Roni tidak dapat pahami adalah mengapa para saudaranya dan keluarganya yang lain sama sekali tidak peduli dengan dirinya. Seolah-olah ia dilupakan dan dianggap mati juga, sama seperti ayahnya. Jangankan untuk menjemputnya dari panti, menengok atau sekadar menanyakan kabarnya pun keluarganya yang lain tidak pernah. Padahal keinginan Roni begitu sederhana, ia hanya ingin menaburkan bunga dan berdoa di makam ayahnya.

Keadaan ini membuat Roni sadar akan kekurangan yang ia miliki, kekurangan yang membuatnya terlambat atau bahkan terbatas dalam memahami sesuatu. Namun kenapa harus dia yang menerima semuanya? Karena kekurangannya, ia dijauhi dan diasingkan bahkan oleh keluarganya sendiri. Bahkan sesekali saat Roni marah, ia memukul-mukul dirinya sendiri dan terkadang juga menangis di tengah malam hanya karena ia sedih akan keadaan dirinya yang berkekurangan.

Ia melakukan semua itu sebagai bentuk protes kenapa dia dilahirkan sebagai orang yang memiliki kekurangan. Tidak ada yang memahami Roni, tidak ada yang mengerti dia. Itulah yang Roni rasakan. Selain ayahnya, tidak ada yang benar-benar menyayangi dan menganggap dia sebagai manusia utuh seperti yang lainnya. Bahkan Suster Ima yang terlihat sangat peduli padanya pun, itu hanya sebatas rasa kasihan.

Roni memang memiliki kekurangan, tapi bukan berarti ia tidak bisa merasakan keterasingan dan kesepian. Meskipun berjiwa anak-anak, ia sudah berusia lebih dari 30 tahun. Itulah yang membuat anak-anak panti lain sulit menerima kehadiran Roni di antara mereka. Jadilah Roni yang semakin tenggelam dalam keterasingannya.

Roni juga sering bertanya-tanya di dalam hatinya pada Tuhan. Mengapa ia diciptakan hanya untuk berada dalam penderitaan? Namun pertanyaan itu lambat laun menghilang dari benaknya karena Roni sudah lelah bicara sendirian. Bahkan dalam hatinya, Roni sudah mempunyai anggapan bahwa benar Tuhan itu tidak ada.

Ketika sedang memikirkan semuanya itu, tiba-tiba Roni dikagetkan oleh sentuhan hangat dari tangan Suster Ima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun