Sekira 30 menit tiba di rumah. Tiba tiba terdengar suara petir dan geluduk. Laksana pintu jebol, air tumpah dari langit. Hujan turun deras sekali.
Emak bilang, "begitulah cara orang-orang tua dulu menolak (menunda) hujan, dengan melempar CD ke atas genting".
Saya manggut manggut. Meski tak paham korelasinya, faktanya hujan tak turun selama acara resepsi.
Emak saya bukan dukun, bukan pula orang yang mempunyai kemampuan supranatural untuk mengendalikan alam.
Beliau mendapat pengetahuan ini secara turun temurun, yang diwariskan dari generasi sebelumnya secara lisan.
Tidak ada pemanggilan roh. Entah mantra apa yang emak baca dalam hati. Semua terlihat alami dengan keyakinan penuh ke Maha Pencipta.
Terkait dengan cerita saya, adalah Mak Rara, seorang pawang hujan yang kemarin, turun ke lintasan motoGP Mandalika dengan mangkok logamnya.
Ia melakukan ritual memindahkan/menangkal hujan dari area racing motoGP. Aksinya berhasil. "It worked" ujar motoGP di twitter.
Dari kemarin, perdebatan prosesi menangkal hujan ala Mak Rara berlangsung sengit. Rakyat dunia maya baku hantam.
Kelompok tertentu menilai perbuatannya syirik, haram, klenik, dukun. Sementara yang lain menganggapnya bagian dari budaya, kearifan lokal.
Dari perspektif Hak Kekayaan Intelektual (HKI) apa yang dilakukan oleh emak saya dan mak Rara merupakan suatu Pengetahuan Tradisional (PT)