Mohon tunggu...
Julinda Jacob
Julinda Jacob Mohon Tunggu... Konsultan - Orang rumahan

Seorang ibu rumah tangga yang menuangkan hasil pandangan mata dan pendengaran dalam kehidupan keseharian

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sisi Lain Raja Ampat, Papua Barat

8 Desember 2015   22:21 Diperbarui: 11 Desember 2015   09:28 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tidak ibu, sekolah tidak libur, bapa guru dan ibu guru tidak datang mengajar, mereka ke Waisai untuk belanja”.

Ooohh...berarti besok guru kembali dan kalian akan belajar seperti biasa ya, aku menegaskan.

”Tidak ibu, guru hanya datang satu hari dalam setahun dan kami belajar sendiri” Apaa???..hanya sekali dalam setahun???...Bagaimana kalau sudah kelas 6 dan harus mengikuti ujian negara? “kami belajar sendiri ibu"

Aku hanya terperangah mendengar cerita anak-anak Selpele. Untuk memuaskan rasa penasaran, aku konfirmasi kepada ketua adat yang merangkap kepala kampung yang sejak tadi duduk menemani kami di dermaga. Beliau membenarkan cerita anak-anak.

Sudah cukup lama Selpele tidak punya guru, sekolah terbengkalai, guru hanya datang 1-2 hari dalam setahun. Guru-guru honor yang ditempatkan disini, hanya rajin saat berstatus honorer. Setelah diangkat menjadi pegawai tetap mereka tidak pernah datang lagi. Rupanya mereka memilih menjadi honorer di Selpele dan pulau-pulau di Raja Ampat lainnya hanya modus untuk memudahkan diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara.

“Kami dan anak-anak senang apabila ada relawan-relawan dari Pulau Jawa yang membantu mengajar disini” lanjut Ketua Adat. Mereka anak-anak muda yang sopan, baik hati dan tidak membeda-bedakan kami. Kami banyak mendapat pengetahuan dari mereka, rasanya itu sudah cukup daripada guru honorer yang hanya memikirkan diri sendiri saja, tapi sayangnya mereka tidak pernah lama, ujar ketua adat menyuarakan isi hatinya.

Aku hanya diam, dalam hati membenarkan apa yang beliau sampaikan. Cuaca sudah bersahabat, kami melanjutkan perjalanan, mengucapkan selamat tinggal, mohon doa selamat dan berharap bisa berjumpa kembali, aamiin...

Sejenak aku melupakan ungkapan hati ketua adat dan anak-anak Selpele, melanjutkan wisata ke beberapa pulau lainnya dan kembali bermalam di Dive Lodge Resort, Pulau Mansuar. Dua hari kemudian, jelang senja di pulau Mansuar, resort akan kedatangan tamu salah satu pejabat pemerintah pusat yang akan bermalam beserta rombongan. Ada tarian penyambutan yang akan dibawakan anak-anak dari pulau Aerborek. Aku tidak ingin melewatkan momen ini. Setelah mandi sore, berdandan simpel, aku ke dermaga ditemani suami ingin menyaksikan atraksi ini.

Satu jam menunggu, tamu belum jua tiba, suami kembali ke kamar, aku tetap berada di dermaga berbincang dengan anak-anak Aerborek, menanyakan cita-cita mereka. Beragam cita-cita yang mereka sebutkan ada yang ingin menjadi dokter, perawat, guru, polisi, tentara, kowad dll. Jarak tempuh Aerborek ke Mansuar hanya 2 jam perjalanan speedboat. Anak-anak Aerborek ditemani dua orang dewasa yakni Bapa Paul pelatih tari dan neng Maya. Mengapa kupanggil neng? Neng adalah panggilan khas adat sunda kepada anak perempuan.

Maya berasal dari Jawa Barat, tepatnya dari Cihanjuang, Kabupaten Bandung Barat yang berdekatan dengan Cimahi dan sangat dekat dengan tempat tinggalku di Sariwangi. Tidak dinyana akan berjumpa dulur Sunda, tetangga, di wilayah timur Indonesia. Betapa kecilnya Indonesia!!! Maya adalah mahasiswi lulusan Universitas Parahyangan Bandung yang merupakan volunteer Barefoot Conservation, sebuah yayasan konservasi sosial yang berkedudukan di Kanada sebagai relawan guru Bahasa Inggris di pulau Aerborek.

Sebagai relawan, Maya tidak mendapatkan gaji. Barefoot Conservation hanya menyediakan akomodasi dan transportasi selama 6 bulan bertugas sebagai relawan di Aerborek. Saat bertemu, sudah masuk bulan ke-6 Maya mengajar disana, dan aku belum sempat monitor apakah dia melanjutkan pengabdiannya atau selesai 6 bulan saja. Aku berbincang dengan Maya mengenai pendidikan anak-anak Aerborek dan ternyata masalahnya persis seperti Selpele, ketiadaan guru. Guru datang hanya 1-2 hari dalam sebulan. Selebihnya mereka belajar sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun