Pemahaman globalisasi bagi tumbuh kembang anak
Globalisasi dipandang sebagai perkembangan pesat yang dapat dikekola dalam kehidupan manusia dan memiliki pertukaran pandangan terhadap dunia dari berbagai aspek di dalamnya. Aspek tersebut dapat mempengaruhi manusia mulai dari aspek ekonomi, politik, hingga sosial-budaya melalui pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik pada tatanan sosial. Melalui globalisasi, masyarakat pun dapat semakin mengenal adanya kebudayaan yang berbeda dapat memberikan nilai positif.
Kebudayaan yang berbeda memberikan sebuah pengenalan pada anak untuk mampu menerima setiap perbedaan yang ada, serta sarana eksplorasi menyatukan perbedaan menjadi satu kesatuan yang utuh. Di samping itu, globalisasi juga menghadirkan sarana yang baik dalam perkembangan anak terutama di bidang teknologi, di mana pengelolaan informasi, perluasan wawasan, dan proses pendidikan menjadi sangat mudah.
Kini, 42,1% anak sekolah sudah melibatkan teknologi gadget yang relatif tinggi di kehidupannya untuk menjalani berbagai tahap pembelajaran. Digitalisasi yang terjadi membuat anak dapat mempelajari segala perubahan yang ada sebelumnya dan kemudian menganalisis atau mengelola suatu sumber untuk memecahkan masalah. Namun, terlepas dari sisi positif yang dilahirkan globalisasi dan digitalisasi, hal ini juga memiliki aspek negatif tersendiri karena mempengaruhi tingkah laku, kesenjangan sosial, dan perubahan pola pikir masyarakat terutama daya pikir anak.
Tantangan yang dihadapi orang tua di era globalisasi
Perkembangan globalisasi yang semakin pesat membuat kita dapat dengan mudah mengakses informasi apa saja yang tersedia di internet. Ketika seorang anak di bawah umur menemukan sebuah informasi tanpa menyaring pesan dengan benar, bukan tidak mungkin mereka akan dengan instan terpengaruh oleh orang asing yang memberikan informasi dan banyaknya berbagai gambar atau tayangan video yang kurang baik.
Pengaruh tersebut terjadi karena usia anak yang masih sangat belia belum dapat mengimbangi kemampuannya untuk menyaring informasi secara mendalam dan berpikir secara kritis. Sehingga, adanya berbagai macam efek teknologi yang sejatinya ditemukan untuk mempermudah kehidupan, justru menjadi tantangan bagi orang tua karena sulit rasanya jika melarang anak untuk tidak terlalu menggunakan teknologi di era saat ini.
Dahulu sebelum mengenal gadget, anak-anak akan bermain dengan temannya secara langsung seperti memainkan boneka, ular tangga, bernyanyi, petak umpet, menonton dengan media televisi dan lainnya. Namun, di zaman yang sudah dipenuhi dengan teknologi yang canggih ini, anak-anak lebih cenderung bermain game tembak-tembakan atau menonton video melalui YouTube. Perubahan ini tentu membawa kekhawatiran bagi orang tua terhadap anaknya dikarenakan isi konten yang dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku. Â
Anak dapat belajar perilaku baru ketika mereka melihat konten yang ditonton secara langsung maupun tidak langsung dengan adanya sebuah rangsangan, kemudian membuat respon mengenai rangsangan tersebut baik secara positif maupun negatif. Merujuk pada teori kultivasi, Gerbner mengatakan bahwa seorang anak melihat dan belajar dari apa yang ada di lingkungan, dan media merupakan alat utamanya. Maka, ketika sedang bermain media sosial, atau menonton suatu tayangan yang mengandung konten kekerasan, anak akan secara tidak langsung menyerap informasi ke dalam kognisinya dan mungkin meniru adegan kekerasan secara nyata. Pernyataan itu dapat terjadi karena adanya rangsangan dari media yang kemudian di respon oleh penonton.
Bagaimana peran orang tua dalam menghadapi setiap anak?Â
Orang tua adalah tonggak utama dalam pembentukan karakter setiap anak. Anak memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda sehingga orang tua harus memperhatikan segala aspek kehidupan dalam diri anak dengan memberi pendidikan karakter yang baik. Sikap yang harus dimiliki orang tua dalam menghadapi anak di era globalisasi adalah kesabaran, kesiapan mendengar maupun memahami kondisi yang sedang anak hadapi, afeksi dengan penuh kasih, dan menjadi agen sosial yang membantu anak untuk dapat mengembangkan konsep diri dan peran sosial, serta dapat mengarahkan anak ke jalan yang benar.
Peran ini tak kalah penting dalam penggunaan gadget. Walaupun gadget memiliki banyak informasi yang dapat menumbuhkan wawasan, namun di satu sisi gadget dapat mempengaruhi anak dalam tingkat emosional sebesar 25%, masalah belajar sebesar 7%, kesehatan mata sebesar 6%, kognitif, dan motorik anak sebesar 3%. Seperti kasus di atas dalam lingkup dunia game dan adanya konten yang kurang baik, maka orang tua harus mengawasi setiap anak dalam menerima informasi maupun game yang akan dimainkan.
Terdapat beberapa hal yang dapat orang tua lakukan untuk membatasi anak dalam bermain gadget:
- Memberikan durasi selama 30 menit -- 1 jam.
- Mengatur aplikasi yang ramah untuk anak-anak.
- Memberikan pembelajaran mengenai lingkup sosial mana yang harus diterapkan dan tidak.
- Mengalihkan ke sesuatu yang lebih bermanfaat seperti mengajak anak bermain maupun menghabiskan waktu di luar.
- Memberikan pemahaman bahwa untuk sikap kekerasan pada tayangan media massa adalah sebuah rekayasa hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah professional agar anak tidak mengikuti adegan tersebut.
Di sisi lain, orang tua dapat memberikan bimbingan terhadap setiap anak diluar gadget seperti:
- Mengembangkan hobi.
- Cara mengendalikan emosi yang baik.
- Bagaimana anak harus bersikap sopan dengan orang lain.
- Membangun waktu yang berkualitas dengan saling berinteraksi.
- Memberikan materi pembalajaran yang sesuai dengan usia anak.
Akibat jika parenting tidak berjalan dengan baik
Kesalahan peran orang tua dalam mendidik anak yang akan mengakibatkan perilaku penyimpangan. Anak akan bertingkah laku seenaknya tanpa mendengar ucapan orang tua dan memiliki pemikiran bahwa peran yang orang tua berikan kurang memenuhi dalam penumbuhkan karakter seorang anak. Kesalahan peran orang tua dapat terjadi seperti meniru peran orang tua lain, membuat keseharian anak dengan penuh kesibukan tanpa adanya waktu untuk diri sendiri, terlalu sibuk dengan kehidupannya sendiri, terjebak dalam sebuah kompetensi pengambilan peran, tidak memberikan contoh yang baik pada anak, tidak dapat mengontrol emosi dalam mendidik anak, dan kurangnya kasih sayang.
Jika orang tua mendidik anak dengan sikap tersebut, besar kemungkinan anak akan menjadi keras kepala, merasa kesepian, nakal, dan emosional. Bahkan, anak berpotensi mengikuti segala pembaharuan dalam era globalisasi secara bebas hingga melakukan tindakan semaunya sendiri tanpa pertimbangan panjang akan resiko yang mungkin terjadi.
Oleh karena itu, orang tua harus memiliki dasar kepemimpinan yang baik untuk dapat menjadi contoh bagi setiap perilaku anaknya. Segala peran orang tua sangat dibutuhkan dalam pembentukan karakter anak dari kecil hingga dewasa. Dengan demikian, orang tua harus memiliki pemikiran yang panjang untuk mengambil langkah dalam bertindak sebelum menjadi contoh bagi anak-anak dan mengelola segala peranan dalam dirinya untuk menjadi pribadi yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H