***
"Selamat malam, Pandu. Tidurlah, matamu butuh diistirahatkan."
"Kamu ngapain di sini? Kalau Erlangga tahu dia akan membunuhku." aku tertawa, entah kenapa setiap menyebut nama Erlangga aku tidak bisa menahan tawa.
"Kamu yang selalu membawaku ke sini, bagaimana aku bisa pergi. Tidurlah." dia mengecup bibirku lembut.
Aku pernah merasakan ini, bibirnya yang manis yang kusesap terus menerus, sampai dia yang mengakhiri ciuman kita. Sakit, katanya.Â
Aku pernah merasakan ini, mendekapnya di lengan kiriku, membiarkan dia terlelap dengan wajah teduh yang kupandang terus sampai subuh. Sampai aku lupa bahwa aku sama sekali tidak memejamkan mata semalaman.
 Aku pernah merasakan ini, persis, sama. Aku menyentuh ujung bibirnya dengan jariku, dia diam, tidak memarahiku seperti tadi siang. Aku menciumnya, lagi dan lagi.
* * *
"Bisa bertemu hari ini? Di cafe Terserah dekat kantormu."
Sebuah pesan singkat aku kirim kepadanya, jam diponselku menunjukkan angka 14.45.Â
Masih ada waktu untuk mencari alasan ke Erlangga untuk menemuiku, jika Emilia mau.