Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Bulan Kemerdekaan RTC ] Tanah, Air dan Bendera

18 Agustus 2016   03:58 Diperbarui: 18 Agustus 2016   04:01 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Gimana menurutmu tempat ini?”

“Bagus,” Hara memamerkan dua jempol tangannya ke depan. “Apa kamu tahu Ram, yang selalu aku takutkan setiap aku melihat tempat seindah ini?”

Rama menggeleng, karena dia yakin tidak akan pernah tahu, tidak akan bisa menebak apa yang ada di pikiran gadis itu. Dia kadang seperti hutan, kadang seperti ombak, susah ditebak, pikirnya.

“Aku takut, generasi selanjutnya tidak pernah melihat tempat ini, seperti saat kita melihat tempat ini sekarang.”

“Maksudmu, masalah pengelolaan tempat-tempat wisata ini?”

“Bisa jadi demikian, semakin tempat itu terkenal, semakin banyak yang datang, semakin sulit menjaganya. Bukankah manusia selalu dijajah penemuannya sendiri? Manusia-manusia semakin pintar, membuat alat-alat yang mempermudah mereka. Tetapi, alat itu juga yang membuat mereka pasif. Manusia membuat game, padahal game tersebut yang pada akhirnya mengendalikan manusia. Manusia membuat penelitian di sebuah pulau, penelitian berbahaya, yang pada akhirnya membuat pulau itu mati. Manusia meneliti setiap virus, setiap penyakit, membuat vaksin, lalu virus dan bakteri semakin kuat, membuat vaksin lagi, menyebar wabah baru, sampai tubuh tidak mampu membentuk antibodi sendiri. Penemuan-penemuan itu selain membawa dampak positif, tetapi juga membuat manusia pasif, perlahan mengikis interaksi dan empati, termasuk pada alam. Padahal, alam butuh waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan diri, manusia tidak akan mampu meniru apa yang terjadi secara alami. Manusia adalah predator yang lebih mengerikan daripada hewan.” Hara menatap ke depan, jauh melewati batas laut itu sendiri, seolah ia tidak sedang berbicara dengan lelaki di sebelahnya.

Rama menangkap kilatan biru kehijauan dari selaput pelangi Hara, dia seperti laut, dengan atau tanpa ombak, tetap susah ditebak dan mematikan. Dia seperti pohon yang berjajar rapat membentuk hutan, hijau, teduh, meski beraneka macam. Dia seperti unsur pembangun, ibu dari alam, yang selalu khawatir atas keselamatan anak-anaknya. Dia mencintai anak-anaknya, dan aku mencintainya...

18 Agustus 2045

Pagi ini, aku duduk bersama ibuku. Dia sedang asik dengan tanaman-tanamannya di “kebun mungil” kami. Alam telah menyisakan sedikit sekali warna hijau-biru untuk kami. Ibuku, Hara, dulu sering bepergian ke tempat-tempat indah di tanah air. Mengabadikan gambarnya, menuliskannya, kadang tulisannya mirip cerpen remaja yang penuh cinta, kadang juga lebih mirip sebuah penglihatan ke masa depan.

Hari ini tepat sehari setelah satu abad kemerdekaan kami. Mau dengar bagaimana kabarnya? Banjir di Jakarta tetap menjadi masalah utama, usaha apa pun tidak banyak mengurangi. Salah pemimpinnya kah? Tidak, saudara-saudara kami masih belum juga mau meraba ke dalam diri masing-masing. Masih belum juga terbangun dari tidur panjangnya, untuk lebih peduli dengan sekitar. Dan akhirnya pusat pemerintahan kembali dipidahkan ke Jogja, lalu kemacetan yang sama sudah menular dari Jakarta ke Jogja, lebih parah malah.

Lalu, kebakaran hutan juga belum merebut banyak perhatian pemerintah. Banyak daerah yang diselimuti kabut abadi, kabut asap. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana bayi dan lansia bisa bertahan di sana, memilukan rasanya, membayangkan setipis apa oksigen di sana. Dan mereka saling berebut oksigen tipis itu untuk tetap hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun