Berkaitan dengan itu, maka Permendikbudristek PPKS sangat powerful karena setidaknya dapat mencegah dan menangani sebelas kemungkinan kejadian kekerasan seksual baik dalam kampus yang sama maupun antar kampus. Mulai dari mahasiswa terhadap mahasiswa, mahasiswa terhadap tenaga kependidikan, mahasiswa terhadap dosen, dosen terhadap sesama dosen, tenaga kependidikan terhadap dosen, maupun mahasiswa/dosen/tenaga kependidikan terhadap masyarakat umum.Â
Permendikbudristek PPKS : Melindungi dan Mengedepankan Korban Kekerasan Seksual
Hilangnya asas keadilan sering terjadi dalam penetapan sanksi. Alih-alih berpihak kepada korban, sanksi justru berorientasi ke pelaku. Permendikbudristek PPKS mengakomodasi hal tersebut dengan melakukan kategorisasi sanksi mulai dari sanksi administratif ringan, sedang, hingga berat. Pemberlakuan sanksi kepada pelaku harus mempertimbangkan dampak akibat perbuatan kekerasan seksual terhadap kondisi korban dan lingkungan kampus.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi terkait jika ada laporan kekerasan seksual?
Terdapat empat langkah penanganan, pertama adalah pendampingan berupa konseling, layanan kesehatan, advokasi, bimbingan sosial, bantuan hukum hingga pendampingan khusus bagi korban disabilitas. Kedua, perlindungan yaitu jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan, penyediaan rumah aman bagi korban, serta korban atau saksi bebas dari ancaman atas laporan atau kesaksiannya.Â
Ketiga, pemulihan kondisi korban yang melibatkan tenaga ahli seperti psikolog, tenaga medis, pemuka agama, organisasi pendamping korban. Keempat, pemberlakuan sanksi administratif kepada pelaku dengan menimbang dampak terhadap korban kekerasan. Dari sini terlihat bahwa Permendikbudristek PPKS melindungi dan mengedepankan kepentingan korban.
Pencegahan Tindak Kekerasan Seksual Melalui Satuan TugasÂ
Demi menjamin implementasi Permendikbudristek PPKS di lapangan dibentuk satuan tugas pada masing-masing perguruan tinggi yang secara khusus membantu Rektor dan Direktur. Satgas bertanggung jawab memberikan edukasi tentang pencegahan kekerasan seksual, menangani pelaporan berupa tindak lanjut aduan, pemulihan korban hingga mengawasi keputusan bagi pelaku. Mengingat peran vital tersebut maka penting untuk memastikan independensi satgas.Â
Bagaimana jika keputusan dirasa tidak adil oleh korban dan/atau terlapor ? Dijelaskan lebih lanjut, korban dapat meminta Dirjen Diktiristek dan/atau Dirjen Diksi melakukan pemeriksaan ulang.Â
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kemendikbudristek, pembentukan satgas PPKS di tingkat perguruan tinggi negeri telah mencapai 100% pada periode Juli-Oktober 2022. Sementara itu, sebanyak 49 perguruan tinggi vokasi dan 75 perguruan tinggi akademik sudah memiliki satgas PPKS. Capaian ini tentunya sangat menggembirakan karena dalam waktu kurang dari setahun sejak penetapan Permendikbudristek  PPKS masing-masing perguruan tinggi telah responsif dengan membentuk satgas guna menjamin implementasi peraturan tersebut di lapang.Â
Laporan LPSK menyebut bahwa permohonan perlindungan kasus kekerasan meningkat sebesar 25,82% pada 2022. Hal ini membuktikan Permendikbudristek PPKS efektif menangani kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan. Kini, tidak perlu ada lagi kegelisahan orang tua yang hendak menyekolahkan putra-putrinya ke jenjang perguruan tinggi. Tidak perlu lagi ada ketakutan bagi mereka yang bekerja sepenuh hati di lingkungan kampus. Tidak perlu lagi ada keraguan bagi mereka yang bermimpi menuntaskan pendidikan setinggi-tingginya.Â
Selamat menikmati pembelajaran yang aman khususnya bagi para mahasiswi calon srikandi masa depan !Â