“Artis Cantik Maudy Ayunda Didapuk Jadi Jubir Presidensi G20 Indonesia”
Rasa kantuk seketika lenyap saat membaca sebuah tajuk berita yang tertulis di atas. Sebagai sesama Awardee, sebutan khusus penerima beasiswa LPDP besutan Kementrian Keuangan, saya cukup lama mengamati rekam jejak Maudy Ayunda. Secara pribadi, saya tidak merasa ada yang salah jika pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate memilihnya sebagai tim juru bicara Presidensi G20 pada 31 Maret lalu.
Satu-satunya yang ingin saya protes justru tajuk berita di atas, kata “Artis Cantik” sepertinya kurang tepat dipilih. Selain, mengerdilkan sosok Maudy yang tak hanya seorang artis namun juga akademisi berprestasi lulusan universitas terbaik dunia, lebih jauh kata-kata tersebut juga secara tidak langsung menempatkan perempuan pada posisi inferior, bahwa perempuan divaluasi hanya berdasarkan ketertarikan akan rupa.
Apakah kita lupa bahwa perempuan juga punya daya ?
Bicara Soal Perempuan, Bicara Soal Kesetaraan
Mengamati beragam reaksi masyarakat akan penunjukan Maudy, saya geleng-geleng kepala. Peristiwa ini memancing perdebatan, menuai sederet pro dan kontra. Memang banyak yang mendukung namun tak sedikit juga yang menganggap pemerintah telah salah langkah.
Mereka yang tidak setuju berpendapat bahwa Maudy masih nihil pengalaman di bidang ekonomi, politik, dan diplomasi sehingga dikhawatirkan sang jubir tidak dapat menunaikan tugasnya secara maksimal.
Sebagai sesama perempuan, perasaan saya terluka. Sosok Maudy yang dapat dikatakan cerminan perempuan “kelas atas” yang berpendidikan kenyataannya masih dipandang sebelah mata. Lantas bagaimana dengan perempuan-perempuan di tingkat akar rumput (grass root) yang tercatat masih kesulitan mengakses informasi, teknologi, dan sumber daya ekonomi ?
Ahh… saya jadi teringat pengalaman getir saat masa putih abu-abu. Hadir dengan visi dan misi untuk organisasi, saya mencalonkan diri sebagai ketua umum. Proses demi proses seleksi saya lewati dengan penuh dedikasi. Mirisnya, kendati mengantongi suara terbanyak saya harus gigit jari karena posisi ketua umum diserahkan kepada kandidat laki-laki.
Alih-alih diberi penjelasan yang rasional, kepemimpinan saya diragukan karena saya seorang perempuan...
Keraguan publik terhadap Maudy hingga pengalaman pribadi “tak jadi ketua umum” mungkin bisa menjadi representasi bagaimana dunia memandang perempuan. Berdasarkan laporan Bank Dunia Women, Business, and the Law 2022, tercatat sebanyak 2,4 Milyar perempuan berusia produktif masih terbelenggu ketidaksetaraan dalam memperoleh kesempatan ekonomi.
Tak hanya itu, International Labour Organization mencatat wanita melakukan 80% pekerjaan yang tidak dibayar (unpaid care work) atau sekitar 4,1 kali lebih lama dibandingkan laki-laki di Kawasan Asia Pasifik. Sederet data tersebut menunjukkan bahwa perempuan masih belum cukup terwakilkan dalam skala ekonomi global.
Presidensi G20, Harapan bagi Kemajuan Perempuan. Benarkah demikian?
Sebagian besar dari kita pasti sudah tidak asing dengan G20, momen bersejarah yang dihelat hanya sekali setiap generasi (20 tahun) telah banyak digaungkan di berbagai platform. Dua Jempol ! saya mengapresiasi pemerintah khususnya Bank Indonesia maupun pelaku industri digital yang telah berhasil menyosialisasikan perihal G20 ke masyarakat luas.
Apa yang istimewa dari pelaksanaan G20 tahun ini bagi Indonesia?
Sebuah kehormatan, Indonesia akan memegang Presidensi G20 tahun ini sebagaimana hasil dari Riyadh Summit dua tahun lalu. Terpilihnya Indonesia di tengah pandemi membuktikan persepsi positif dunia atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis pandemi Covid-19. Lebih jauh, Presidensi G20 juga merupakan bentuk pengakuan terhadap Indonesia sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Adakah yang istimewa dari Presidensi G20, khususnya bagi kemajuan perempuan Indonesia?
Sebagai tuan rumah, dapat dikatakan Indonesia memegang peran strategis dibanding negara anggota lainnya. Indonesia memiliki wewenang menyusun agenda pembahasan pada G20 agar mendukung dan berdampak positif terhadap pembangunan dan pemulihan perekonomian dalam negeri.
Dengan mengusung tema “Recover Stronger, Recover Together”, isu mengenai perempuan menjadi salah satu agenda prioritas pada Presidensi G20 tahun ini utamanya dalam mengusung penciptaan ruang yang setara, inklusif, adil, dan berkelanjutan bagi perempuan baik dalam rumah tangga, ekonomi, hingga perlindungan bagi pekerja migran perempuan.
Komitmen pemerintah dalam memprioritaskan isu mengenai perempuan pada G20 secara konkret diwujudkan melalui keterlibatan Woman20 (W20), forum dialog yang akan mewakili suara perempuan dalam hal kesetaraan gender di ruang publik, kesehatan, pemberdayaan ekonomi perempuan, serta keberpihakan terhadap perempuan disabilitas dan perempuan pedesaan.
Di bawah koordinasi Woman20, diharapkan isu penting mengenai peran perempuan khususnya di masa krisis pandemi, ekonomi, dan perubahan iklim mendapat perhatian serius di tingkat global. Terlebih, fakta di lapangan menunjukkan bahwa perempuan memiliki resiliensi tinggi untuk pulih dari krisis pandemi.
Fakta di atas ibarat angin segar bagi kemajuan perempuan dunia, khususnya Indonesia.
Perempuan Untuk Dunia dan Indonesia. Besarkah Peran dan Potensinya ?
Dari tadi bicara mengenai perempuan panjang lebar, saya mengerti bahwa kemudian akan muncul sederet pertanyaan.
“Kenapa perempuan harus menjadi prioritas pembangunan ?”
“Apa pentingnya peran perempuan, khususnya bagi negara kita ? ”
“Seberapa besar potensi perempuan bagi kemajuan ekonomi ?”
Mari kita jawab dengan data dan fakta.
Badan Pusat Statistik (2021) mencatat sebanyak 49,8% atau 135,24 juta jiwa penduduk Indonesia adalah perempuan. Menariknya, 68,52% penduduk perempuan di Indonesia berada di usia produktif (15-64 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan capaian pembangunan di masa sekarang dan masa mendatang.
Stigma “perempuan ujung-ujungnya hanya di dapur” sudah tak lagi relevan. Faktanya, perempuan memiliki andil besar terhadap perekonomian nasional. Tercatat, sebanyak 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) bergantung pada perempuan. Luar biasa bukan ?
Kementerian Koperasi dan UKM RI mengatakan perempuan merupakan tulang punggung ekonomi nasional. Tercatat lebih dari 50% UMKM di Indonesia dimiliki dan dijalankan oleh perempuan. Berdasarkan data juga diketahui sebanyak 34% usaha menengah, 56% usaha kecil, dan 52% usaha mikro di Indonesia dimiliki dan digerakkan oleh perempuan.
Lalu, bagaimana peran perempuan dalam perekonomian global ?
Senada dengan kondisi di dalam negeri, perempuan di tingkat global juga memegang peranan penting sebagai pelaku UMKM. Human Development Report hasil kolaborasi ILO, MC Kinsey, dan IFC mencatat lebih dari 30% UMKM global dimiliki oleh perempuan. Bahkan, perempuan memiliki potensi luar biasa dalam mendukung ekonomi global.
World Economic Forum mencatat jika perempuan diberikan ruang setara untuk berpartisipasi dalam ekonomi global diprediksikan akan meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto sebesar 28 triliun USD pada 2025 mendatang.
Presidensi G20, Mengikis Batasan yang dihadapi Perempuan sebagai Pelaku Utama UMKM
Dalam menjalankan UMKM, perempuan menghadapi berbagai batasan baik batasan finansial maupun non finansial. Dari segi finansial misalnya, masih rendahnya inklusi keuangan perempuan. Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan inklusi keuangan perempuan sebesar 75,15 tertinggal dibanding laki-laki dengan nilai 77,24.
Sejalan dengan itu, masih terdapat gap antara literasi keuangan perempuan dan laki-laki sebesar 3,81. Padahal inklusi keuangan dan literasi keuangan merupakan komponen yang sangat penting dalam menunjang kegiatan bisnis UMKM, tanpa keduanya mustahil mewujudkan UMKM yang berdaya saing.
Banyak literatur menyebutkan keterbatasan modal menjadi masalah yang kerap dihadapi oleh pelaku UMKM. Sementara itu, International Finance Corporation mencatat perempuan masih menghadapi diskriminasi dalam mengakses kredit.
Di tingkat global misalnya, diketahui pelaku usaha perempuan hanya memperoleh kredit sebesar 286.750 juta USD Dalam periode yang sama, pelaku usaha laki-laki mendapat kredit dengan nilai yang jauh lebih tinggi sebesar 675.244 juta USD.
Tak hanya itu, Ernst & Young Analysis mengungkapkan suku bunga pinjaman yang diberlakukan kepada perempuan lebih tinggi senilai 15,9% dibandingkan laki-laki yang hanya 15,2%. Begitu pula dari tenor atau waktu pengembalian pinjaman, perempuan diberikan rata-rata jangka waktu yang lebih pendek (35 bulan) dibandingkan laki-laki (37 bulan).
Dari segi non finansial, pemasaran adalah kendala konkret yang dihadapi srikandi penggerak UMKM. Senada dengan yang diutarakan Bapak Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia bahwa platform digital efektif membantu UMKM dalam memulihkan usahanya. Selain itu, digitalisasi juga meningkatkan akses pasar dan inklusi keuangan khususnya melalui penggunaan layanan keuangan digital.
Sayangnya, data justru menunjukkan bahwa perempuan menghadapi keterbatasan akses terhadap dunia digital. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, masih terdapat gap antara perempuan dan laki-laki dalam mengakses internet dengan nilai 5,87.
Bagaimana menguasai digital marketing, jika akses internet saja masih terbatasi ?
Tak berhenti di sana, masih banyak kendala aktual lainnya yang diderita perempuan sebagai pelaku UMKM. Mulai dari iklim usaha dan investasi yang belum ramah perempuan, regulasi yang belum berpihak pada perempuan, hingga kurangnya peluang kerja sama dibandingkan dengan pelaku UMKM laki-laki.
Keberhasilan G20 dalam menangani krisis keuangan global tahun 2008, menginisiasi cikal bakal Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) sebagai bagian kebijakan pajak yang progresif, hingga kontribusinya dalam penanganan krisis pandemi Covid-19 membuat saya yakin dan percaya bahwa Presidensi G20 tahun ini juga akan mampu menghapus batasan-batasan yang dihadapi pelaku UMKM perempuan di Indonesia maupun di tingkat global.
Baik dalam bentuk gebrakan-gebrakan baru yang lebih efektif dalam menciptakan ruang yang lebih terbuka untuk perempuan khususnya dalam menggerakkan UMKM, atau memaksimalkan fungsi program yang telah ada misalnya melalui Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan permodalan melalui PNM Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera), pelatihan pemasaran digital wirausaha perempuan dan masih banyak lagi.
Saya perempuan, Saya mengambil peran.
Presidensi G20 kali ini akan menorehkan tinta emas dalam sejarah, rasanya sayang sekali jika kita sebagai bagian dari Indonesia tidak berpartisipasi aktif. Mari kawal pelaksanaan G20 dan turut membagikan pesan-pesan positif melalui platform masing-masing.
Keterlibatan kita akan sangat berarti bagi bumi pertiwi !
Referensi
International Labour Organization
Side Event G20 Seminar On Empowering Women Entrepreneur Through Inclusive Business
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H