Kompasier tentu bertanya-tanya, Apakah Kebijakan Makroprudensial benar-benar bekerja menangani Krisis ?
Setelah satu dekade, tepatnya pada tahun 2008, seolah-olah sejarah berulang, krisis kembali menerpa negeri ini. Krisis tersebut merupakan imbas dari kebangkrutan Lehman Brothers yang merupakan bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat. Usut punya usut kebangkrutan bank tersebut dkarenakan banyaknya debitur yang gagal membaya KPR/subprime mortgage.
Berdasarkan laporan perekonomian Bank Indonesia Tahun 2008, Indeks Harga Saham Gabungan turun dari 2.166 pada 29 Agustus 2008, menjadi 1.256 pada 31 Oktober 2008 (-42%). Indeks harga obligasi pemerintah IDMA turun dari 86,18 menjadi 72,28 pada periode yang sama (-16%). Nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 20,7% sepanjang September dan Oktober 2008. Sementara dalam periode tersebut, cadangan devisa Indonesia turun sebesar USD 7,78 miliar. Â Â Â
Namun, hal yang menarik, walaupun pasar keuangan mengalami gangguan yang cukup signifikan, perbankan Indonesia mampu menyerap risiko tersebut dengan menjaga indikator bulanan pada kisaran NPL 3,9%, CAR 16,5%, LDR 80%, pertumbuhan kredit 34,6% (y-o-y) pada September 2008.
Hal tersebut tidak terlepas dari adanya Kerangka Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia (KSSK) dan Biro Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia yang disusun setelah krisis pada 1998. Melalui kerangka kebijakan tersebut, Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan dengan pendekatan makroprudensial. Jika di tanya mengenai peran kebijakan makroprudensial dalam menjaga SSK, kondisi pada krisis 2008 menjadi salah satu jawaban kongkrit. Â
Pasti Kompasier penasaran dan memiliki banyak pertanyaan seputar Kebjakan Makroprudensial, No Worry ! Mari Kita Simak Penjelasan berikut ini.Â
Apa dan Bagaimana Kebijakan Makroprudensial?Â
Secara sederhana Kebijakan Makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomiÂ
Merujuk pada berbagai definisi kebijakan makroprudensial dari European Systemic Risk Board (ESRB), dan International Monetary Fund (IMF), setidaknya terdapat 3 (tiga) kalimat kunci untuk menggambarkan kebijakan makroprudensial, yakni diterapkan dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan, diterapkan dengan berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan (system-wide perspectives), dan diterapkan melalui upaya membatasi terbangunnya (build-up) risiko sistemik.
Apakah Risiko Sistemik ?Â
Risiko sistemik didefinisikan sebagai risiko yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik dan peningkatan ketidakpastian dalam sistem keuangan sehingga sistem keuangan tidak dapat berfungsi dengan baik dan mengganggu jalannya perekonomian.
Lalu, apakah Kebijakan Makroprudensial hanya mengatur sektor perbankan ?Â