LSM yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), serta sejumlah individu menolak Peraturan Presiden No.18 tahun 2016 tentang Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah. Mereka mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA) dan menganggap ini tidak realistis karena biaya yang tinggi dan adanya kemungkinan kegagalan. Selain itu, dampak kesehatan dari pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah ini juga menjadi perhatian utama.
Arus politik (political stream) melibatkan faktor-faktor politik seperti perubahan dalam kondisi nasional, pergantian administrasi pemerintahan, dan tekanan dari kelompok-kelompok kepentingan. Semua elemen tersebut dapat mempengaruhi fokus terhadap suatu masalah dan upaya untuk melakukan perubahan.
Masyarakat DKI Jakarta memperhatikan revisi kebijakan pengelolaan sampah karena jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari menjadi masalah setiap tahun dari satu gubernur ke gubernur yang lainnya. Selain itu, masalah pengelolaan sampah ini membuat banyak media fokus pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan menjadi masalah signifikan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.Â
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta diminta oleh Gubernur DKI Jakarta untuk menjelaskan kepada DPRD DKI Jakarta tentang kondisi TPST Bantargebang yang akan melebihi kapasitas dan segera membutuhkan Intermediate Treatment Facility (ITF) sebagai teknologi pengelolaan sampah yang efisien dan cepat untuk mengurangi sampah masyarakat DKI Jakarta setiap hari.Â
Revisi Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2013 mengenai pengelolaan sampah disetujui oleh DPRD DKI Jakarta, yang memasukkan sistem pengelolaan Intermediate Treatment Facility (ITF) dan biaya pengelolaan sampah (tipping fee). Kesepakatan ini dibuat dengan bertujuan meningkatkan elektebilitas DPRD DKI Jakarta pada pemilu 2019 dengan memasukkan narasi dalam strategi politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H