Mohon tunggu...
Juliastri Sn
Juliastri Sn Mohon Tunggu... Administrasi - MomBloggerPreneur, Content Creator and Podcaster at Laughing with Juliastri Sn

Seorang yang aktif, dinamis dan menyukai hal-hal yang baru, unik dan berbeda dari yang sudah ada. Seorang pemimpi tingkat tinggi, pengkhayal dan suka berangan-angan yang kadang sulit diterjemahkan oleh logika.. Buat yang ingin mengenal saya lebih jauh, silakan kunjungi blog saya : https://juliastrisn.com https://angananganku.blogspot.com https://ourhobbiesblog.blogspot.com https://bisnisnekad.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat dari Panti Jompo

22 Desember 2011   08:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:54 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_150543" align="aligncenter" width="276" caption="Gambar dipinjam dari www.4.bp.blogspot.com"][/caption] Anak-anakku,

Saat ini ibu sudah tenang tinggal di Panti Jompo. Kalian tidak perlu risau dengan keadaaan ibu, karena sudah ada yang mengurus ibu disini. Ibu pun sudah punya banyak teman yang senasib dengan ibu di panti ini. Tak perlulah kalian merasa bersalah dengan tindakan kalian yang memasukkan ibu di tempat ini. Tindakan kalian sudah tepat, sangat tepat karena ibu tidak kesepian lagi disini. Ada banyak teman untuk saling berbagi cerita. Bukankah kita semua sudah sepakat kalau ini cara terbaik yang dipilih untuk kebaikan semuanya ?

Ibu tidak merasa kalian telah membuang ibu disini. Justru ibu merasa bisa beristirahat dengan tenang. Ibu tidak ingin menjadi beban bagi kalian semua yang saling bertanya giliran siapa yang akan menampung ibu di rumah megah kalian. Dan kalian tidak perlu khawatir anak-anak kalian salah didikan hanya karena ibu terlalu kolot mendidik cucu. Kita tidak pernah sepaham dalam mendidik anak, padahal dulu ibu mendidik kalian persis seperti apa yang ibu terapkan kepada anak-anak kalian, cucu-cucu ibu. Kalian lebih percaya dengan majalah, internet dan apa kata orang daripada ibu kalian sendiri. Tak apalah, kalian sudah lebih pintar dari ibu. Mungkin juga jaman yang sudah maju, tidak relevan lagi dengan cara didikan ibu yang ketinggalan jaman.

Anak-anakku,

Ibu sangat senang dan bersyukur kalian semua sudah menjadi orang yang mapan. Yang mempunyai kedudukan penting di tempat kerja kalian masing-masing. Ibu bangga, karena segala perjuangan ayah dan ibu dulu tidak sia-sia dalam membesarkan kalian. Tentunya ayah di surga bisa tersenyum bahagia melihat keberhasilan kalian semua.

Tapi, ibu juga khawatir dengan segala waktu yang kalian gunakan dalam bekerja setiap hari. Kalian sudah bangun pagi-pagi sekali saat anak-anak kalian masih terlelap tidur. Demikian pula denga suami ataupun istri kalian. Semua memilih jalannya meniti karier yang tertinggi. Kemudian kalian akan pulang saat hari sudah gelap, dan menyaksikan anak-anak kalian telah terlelap tidur. Mereka, anak-anak kalian, cucu-cucuku tersayang hanya tinggal dengan pembantu selepas usai sekolah. Mereka hanya punya waktu sempit bertemu dengan kalian saat kalian libur, itupun jika kalian tidak kelelahan ataupun saat tidak ada acara dengan relasi kerja kalian di hari libur. Ah..kalian melewatkan banyak momen penting dalam perkembangan anak-anak kalian.

Memang, kalian mampu memberikan pendidikan yang terbaik buat mereka. Melengkapi semua kebutuhan mereka dari pakaian, mainan dan makanan yang lebih dari cukup. Tapi kalian lupa, mereka bukanlah robot yang akan menurut diberi ini itu. Mereka juga berhak kasih sayang dari kalian yang sangat terbatas. Ibu mohon, jangan batasi kasih sayang kalian untuk mereka ya ? Sungguh, sebenarnya ibu ingin sekali menemani hari-hari mereka daripada hanya didiamkan saja oleh pembantu-pembantu kalian.

Anak-anakku,

Ibu tidak pernah menuntut kalian untuk membalas semua perjuangan yang telah ibu lakukan bersama ayah kalian dalam membesarkan kalian. Tidak. Sudah menjadi kewajiban ayah dan ibu sebagai orang tua kalian mendidik, memberikan pendidikan dan kebutuhan selayaknya. Kalian harus jadi orang yang lebih baik pendidikannya dari ayah ibumu ini yang hanya sampai bangku SMP. Tak peduli saat itu ayah harus membanting tulang berjualan apa saja dan ibu rela bekerja apa saja dari menjadi babby sitter, memasak di kost-kostan atau menjadi buruh cuci dan setrika pakaian sekalipun. Semua ayah dan ibu lakukan dengan tulus ikhlas demi tanggung jawab kami untuk penghidupan yang lebih layak bagi kalian.

Ibu pun tahu, saat kalian masih kecil, harus korban perasaan saat ada beberapa teman kalian yang menghina pekerjaan ayah dan ibu kalian. Tak apa, kalian jadi kuat karena itu. Walaupun awalnya, ibu tidak pernah tega melihat air mata yang kalian sembunyikan dari ibu. Ibu tahu, kalian menangis karena malu orang tua kalian bukan pejabat atau seorang pengusaha besar yang penuh limpahan materi. Tak apa, toh orang tua kalian bukan maling, pengemis atau orang yang bekerja dengan merampas hak orang lain. Kami bekerja apa saja yang kami bisa, seijin Tuhan yang selalu membimbing kita. Halal, itu yang kami cari, nak..

Melihat kalian bisa hidup layak seperti sekarang saja ibu sudah sangat bahagia. Tak ada lagi barang duniawi yang ingin ibu miliki. Toh, ibu hanya tinggal menunggu waktu dipanggil sang khalik. Ibu hanya ingin kalian pun bisa bahagia di dunia dan akhirat nanti.

Anak-anakku,

Ibu hanya sedikit menyesal kenapa tidak ada dari kalian yang mau mengalah menjadi ibu rumah tangga mendidik anak-anak kalian. Bukankah pekerjaan suamimu sudah cukup untuk menopang hidup kalian. Bukannya ibu mengabaikan pendidikan kalian yang sudah susah payah ibu perjuangkan, ibu hanya minta kalian memberikan waktu yang lebih untuk perkembangan anak-anak kalian yang masih kecil-kecil, yang masih sangat membutuhkan kasih sayang. Atau, kalian bisa membuka usaha di rumah sehingga anak-anak kalian bisa kalian awasi. Kalian tidak percaya kan saat ibu memergoki pembantu kalian memberi obat tidur kepada anak kalian yang rewel ? Bukannya kalian memecat pembantu itu, kalian malah menyalahkan ibu yang tidak ikut mengawasi pembantu. Tahukah kalian jika pembantu kalian itu seenaknya sendiri saat kalian tidak ada, berpacaran dengan tukang sayur dan meninggalkan anak-anak kalian dengan ibu ? Andai tenaga ibu masih sekuat dulu, mungkin ibu akan menampar pembantu kalian yang kurang ajar itu. Ibu sudah memberi tahu mereka tapi mereka bilang, tidak gampang cari pembantu lagi. Mereka merasa sangat dibutuhkan. Ibu sangat khawatir dengan perkembangan cucu-cucu ibu.

Anak-anakku,

Saat ini ibu sudah dimakan usia. Tenaga sudah tidak sekuat dulu. Ingatan ibu mulai banyak yang berkurang. Pendengaran ibu juga sudah tidak semaksimal dulu. Sering kalian harus membentak-bentak saat bicara dengan ibu. Saat ibu keberatan, kalian bilang serba salah, ngomong pelan tidak dengar, ngomong keras dikira membentak. Mana yang benar sebenarnya. Tidak adakah kesabaran lagi yang kalian miliki ?

Dulu, hanya ibu dan ayah yang bekerja keras membanting tulang, tapi sanggup membesarkan kalian, anak-anakku yang berjumlah lima orang. Sekarang, dari kalian berlima, tidak ada satupun yang mau merawat ibu, orang tua kalian yang tinggal satu-satunya. Kalian cukup patungan berlima membayar semua kebutuhan ibu di panti jompo ini. Mungkin lebih baik daripada ibu menjadi gelandangan karena ayah dan ibu tidak mampu membeli rumah karena penghasilan yang didapat selalu untuk biaya pendidikan dan kebutuhan kalian, selalu hanya bisa mengontrak rumah yang kecil. Tak apa, ibu terima semua ini. Ibu ikhlas. Ibu hanya minta, paling tidak kalian datang kesini menjenguk ibu, bersama dengan suami atau istri kalian, bersama anak-anak kalian, cucu-cucuku tersayang. Tapi apa ? Belum ada satupun yang menjenguk setelah ibu tinggal disini hampir satu bulan. Apa kalian pikir hanya dengan mentransfer uang ke panti ini saja sudah cukup tanpa perlu melihat bagaimana keadaan ibu ? Ibu rindu dengan kalian semua. Tapi kerinduan itu hanya mampu ibu ceritakan dengan teman-teman ibu penghuni panti disini. Kami sama-sama kesepian disini menantikan kunjungan anak-anak yang tak pernah datang.

Anak-anakku,

Jaman memang sudah berubah. Semua orang hanya berpikir praktisnya saja. Memang praktis bagi kalian tanpa harus repot mengurus ibu yang sudah tua ini, yang sudah tak mampu berbuat banyak Untuk menimang cucu saja sudah tidak mampu. Kalah gesit dengan anak kalian yang baru berumur satu tahun. Apalagi sifat ibu sekarang sudah seperti kanak-kanak lagi. Menjadi orang tua yang tak berguna. Hanya bikin malu teman-teman kalian saja. Ya sudah, tak usahlah itu diperdebatkan. Ini hidup ibu. Ibu akan jalani dengan sekuat tenaga. Toh, tugas ibu membesarkan kalian sudah selesai. Tak usahlah kalian ganti merawat ibu dengan sepenuh hati jika hanya merepotkan. Ibu masih terjamin hidup disini. Limpahan kasih sayang ibu tak perlu kalian balas dengan berbuat serupa ibu merawat kalian dari bayi dulu. Tidak, kalian tidak sedang berhutang budi kepada ibu. Karena ibu tidak pernah menganggap semua perjuangan ibu sebagai hutang kepada kalian. Tidak pantas didengar Tuhan. Orang tua tidak berhak menuntut apa-apa kepada anaknya. Pun ketika kalian berkeputusan membawa ibu ke panti jompo ini. Ini sudah lebih dari cukup daripada ibu dibiarkan mati sia-sia.

Salam sayang

Ibu

*****

Surat itu dikirim lewat pos kelima alamat di kota. Kepada lima orang anak dari seorang ibu yang tinggal di panti jompo.

Anak pertama, seorang laki-laki yang mempunyai kedudukan penting di sebuah perusahaan asing terhenyak membaca surat itu. Dia hanya mampu terdiam. Dialah yang pertama kali mempunyai gagasan untuk memasukkan ibunya ke panti jompo. Istrinya keberatan jika ibu mertuanya selalu tinggal di rumahnya yang megah, malu jika orang tuanya atau saudara-saudaranya yang sangat kaya berkunjung ke rumahnya. Maka, berembuglah si sulung dengan adik-adiknya. Memang tidak semua setuju, namun akhirnya tak ada pilihan lain karena semuanya sibuk.

Anak kedua, seorang perempuan langsung menangis membaca surat dari ibunya. Dia merasa sangat berdosa tapi tak mampu berbuat banyak. Anaknya tiga orang membutuhkan banyak biaya untuk sekolah yang tidak sedikit. Karena itu dia dan suaminya sibuk bekerja seharian sehingga tidak punya banyak waktu untuk anak-anak apalagi mengurus ibunya. Maka memasukkan ibu ke panti jompo sementara menjadi pilihan yang masuk akal.

Anak ketiga, seorang laki-laki merasa terpukul dengan isi surat dari ibunya. Dialah yang menuduh ibunya tidak mengawasi pembantunya dengan baik saat memberi obat tidur anaknya. Istrinya seorang wanita karier sukses yang melanglang buana kemana-mana hingga keluar negeri. Laki-laki itu merasa kalah saing dengan karier istrinya, maka dia bekerja siang malam demi mengejar kedudukan yang sejajar dengan istrinya. Maka, anak dan ibunya jadi korban ambisi butanya.

Anak keempat, seorang laki-laki, mempunyai keluarga paling sederhana diantara kakak-kakaknya. Menangis sesenggukan saat membaca surat dari ibunya. Dia bekerja sebagai guru di sebuah sekolah negeri. Istrinya juga seorang guru TK. Selama ini memang ibunya paling betah tinggal di rumahnya, namun demi menghidupi dua orang anak yang masih kecil dan harus membayar gaji pembantu, mereka hidup pas-pasan sehingga untuk ikut menanggung ibunya mereka kesulitan biaya. Untuk minta kepada kakak-kakaknya, dia tidak enak hati. Maka dia menyerah pada keputusan memasukkan ibu ke panti jompo. Sebuah ironi, karena dia dan istrinya adalah seorang guru.

Anak kelima, seorang perempuan yang bekerja sebagai seorang sekretaris. Menangis setelah membaca surat dari ibunya. Suaminya bekerja sebagai manager di perusahaan ternama. Suaminya pada awalnya adalah orang baik, tapi di saat-saat tertentu mempunyai kepribadian ganda di luar kesadarannya. Sering memukul istrinya tanpa alasan yang jelas dan menteror dengan kata-kata yang kasar. Anak kelima korban kekerasan dalam rumah tangga namun tidak berani melapor karena kasihan dengan anaknya yang masih kecil-kecil. Sudah pasti, ibunya tidak mungkin tinggal bersamanya. Dia tidak ingin ibunya tahu bahwa sebenarnya dia sangat menderita. Dan ibunya tidak pernah tahu, karena itu dia setuju saja saat ibunya dimasukkan ke panti jompo karena itu jalan terbaik untuk saat ini.

Mereka berlima akhirnya menjenguk ibunya ke panti jompo, mengajak anak, suami dan istri masing-masing. Semua bertekad, akan membawa ibu ke rumah mereka masing-masing seperti apa yang sebelumnya mereka lakukan. Mereka tidak ingin dianggap anak yang tidak tahu membalas kasih sayang orang tua. Mereka berjanji akan saling membantu untuk biaya ibu sehari-hari. Mereka bertekad untuk bersama-sama membahagiakan ibunya, terutama di hari tuanya. Biarkan ibunya merasa senang tinggal dengan cucu-cucunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun