Mohon tunggu...
Juliastri Sn
Juliastri Sn Mohon Tunggu... Administrasi - MomBloggerPreneur, Content Creator and Podcaster at Laughing with Juliastri Sn

Seorang yang aktif, dinamis dan menyukai hal-hal yang baru, unik dan berbeda dari yang sudah ada. Seorang pemimpi tingkat tinggi, pengkhayal dan suka berangan-angan yang kadang sulit diterjemahkan oleh logika.. Buat yang ingin mengenal saya lebih jauh, silakan kunjungi blog saya : https://juliastrisn.com https://angananganku.blogspot.com https://ourhobbiesblog.blogspot.com https://bisnisnekad.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat dari Panti Jompo

22 Desember 2011   08:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:54 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anak pertama, seorang laki-laki yang mempunyai kedudukan penting di sebuah perusahaan asing terhenyak membaca surat itu. Dia hanya mampu terdiam. Dialah yang pertama kali mempunyai gagasan untuk memasukkan ibunya ke panti jompo. Istrinya keberatan jika ibu mertuanya selalu tinggal di rumahnya yang megah, malu jika orang tuanya atau saudara-saudaranya yang sangat kaya berkunjung ke rumahnya. Maka, berembuglah si sulung dengan adik-adiknya. Memang tidak semua setuju, namun akhirnya tak ada pilihan lain karena semuanya sibuk.

Anak kedua, seorang perempuan langsung menangis membaca surat dari ibunya. Dia merasa sangat berdosa tapi tak mampu berbuat banyak. Anaknya tiga orang membutuhkan banyak biaya untuk sekolah yang tidak sedikit. Karena itu dia dan suaminya sibuk bekerja seharian sehingga tidak punya banyak waktu untuk anak-anak apalagi mengurus ibunya. Maka memasukkan ibu ke panti jompo sementara menjadi pilihan yang masuk akal.

Anak ketiga, seorang laki-laki merasa terpukul dengan isi surat dari ibunya. Dialah yang menuduh ibunya tidak mengawasi pembantunya dengan baik saat memberi obat tidur anaknya. Istrinya seorang wanita karier sukses yang melanglang buana kemana-mana hingga keluar negeri. Laki-laki itu merasa kalah saing dengan karier istrinya, maka dia bekerja siang malam demi mengejar kedudukan yang sejajar dengan istrinya. Maka, anak dan ibunya jadi korban ambisi butanya.

Anak keempat, seorang laki-laki, mempunyai keluarga paling sederhana diantara kakak-kakaknya. Menangis sesenggukan saat membaca surat dari ibunya. Dia bekerja sebagai guru di sebuah sekolah negeri. Istrinya juga seorang guru TK. Selama ini memang ibunya paling betah tinggal di rumahnya, namun demi menghidupi dua orang anak yang masih kecil dan harus membayar gaji pembantu, mereka hidup pas-pasan sehingga untuk ikut menanggung ibunya mereka kesulitan biaya. Untuk minta kepada kakak-kakaknya, dia tidak enak hati. Maka dia menyerah pada keputusan memasukkan ibu ke panti jompo. Sebuah ironi, karena dia dan istrinya adalah seorang guru.

Anak kelima, seorang perempuan yang bekerja sebagai seorang sekretaris. Menangis setelah membaca surat dari ibunya. Suaminya bekerja sebagai manager di perusahaan ternama. Suaminya pada awalnya adalah orang baik, tapi di saat-saat tertentu mempunyai kepribadian ganda di luar kesadarannya. Sering memukul istrinya tanpa alasan yang jelas dan menteror dengan kata-kata yang kasar. Anak kelima korban kekerasan dalam rumah tangga namun tidak berani melapor karena kasihan dengan anaknya yang masih kecil-kecil. Sudah pasti, ibunya tidak mungkin tinggal bersamanya. Dia tidak ingin ibunya tahu bahwa sebenarnya dia sangat menderita. Dan ibunya tidak pernah tahu, karena itu dia setuju saja saat ibunya dimasukkan ke panti jompo karena itu jalan terbaik untuk saat ini.

Mereka berlima akhirnya menjenguk ibunya ke panti jompo, mengajak anak, suami dan istri masing-masing. Semua bertekad, akan membawa ibu ke rumah mereka masing-masing seperti apa yang sebelumnya mereka lakukan. Mereka tidak ingin dianggap anak yang tidak tahu membalas kasih sayang orang tua. Mereka berjanji akan saling membantu untuk biaya ibu sehari-hari. Mereka bertekad untuk bersama-sama membahagiakan ibunya, terutama di hari tuanya. Biarkan ibunya merasa senang tinggal dengan cucu-cucunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun