Untuk sebuah rasa yang belum pernah terungkap, aku ungkapkan hari ini. Setelah sang waktu melaju hingga ke tahun empat belas. Setelah kita memiliki belahan jiwa dan buah hati masing-masing. Tak apa, hanya sekedar untuk kau ketahui. Supaya kau tak perlu ragu lagi untuk memastikan bagaimana rasaku padamu saat itu. Saat aku masih begitu pengecut di hadapanmu. Dan aku selalu merasa sebagai pecundang hingga tak pantas memiliki rasa itu. Kau terlalu sempurna di mataku. Dulu.
Aku merasa berdosa saat diam-diam meninggalkanmu tanpa sebuah kepastian setelah sekian lama kita larut dalam kebersamaan. Aku nyaman bersamamu saat itu, namun aku tahu kau masih ragu padaku. Hanya karena kita berbeda. Ya, kita terlahir dengan banyak perbedaan walaupun kita sama-sama diciptakan oleh-Nya. Aku merasa, hanya sebagai teman, kita akan aman untuk selalu bersama-sama. Tapi tahukah kau, saat kita sudah semakin dekat aku semakin tersiksa dengan rasa yang aku pendam. Ingin rasanya aku ungkapkan saat itu, namun aku dihantui rasa takut akan penolakanmu dan mungkin juga penolakan keluargamu padaku. Kau bagaikan seorang dewi yang tak terjamah olehku. Kali ini aku mengalah dengan pikiranku sendiri.
Lalu, keputusan itu aku ambil demikian cepat. Tanpa kata aku beranjak pergi. Aku tak tahu apakah kau terluka akan sikapku ini. Andai kau tahu, aku pun sangat tersiksa tak dapat bersamamu lagi. Meninggalkanmu adalah perbuatan bodohku yang seringkali kusesali. Bertahun-tahun aku mencoba untuk mengenyahkan rasaku padamu. Tapi maaf, aku tak bisa. Sudah aku coba untuk mencari penggantimu untuk mengisi singgasana tahta hatiku, namun tak pernah ada yang bisa sepertimu. Selalu, hanya kau yang paling indah bagiku.
Lama, hingga belasan tahun aku tak tahu kabar tentangmu. Mungkin kamu telah bahagia bersama laki-laki pujaanmu. Yang lebih segalanya dariku. Jelas, aku bukan apa-apa buatmu. Tak mengapa jika demikian, aku turut bahagia. Toh, aku juga sudah menemukan seseorang yang bisa mengerti tentang aku. Dan aku bahagia, cukup bahagia dengannya. Semoga kau pun juga. Apalagi, buah hatiku sangat lucu. Selalu bisa membuatku bangga sebagai seorang ayah. Ya, aku sudah menjadi seorang ayah sekarang. Pastinya kau juga sudah menjadi seorang ibu bukan ? Anakmu pasti lucu, sama seperti anakku. Ah..
Tempo hari, aku mendengar berita tentangmu. Tanpa sengaja. Lewat seorang temanku yang ternyata temanmu juga. Aku tersentak akan sebuah kebetulan ini. Setelah empat belas tahun. Aku penasaran, ingin tahu bagaimana keadaanmu saat ini. Namun aku malu. Aku ragu. Masihkah kau mengingat diriku dengan baik. Masihkah aku ada dalam memori masa lalumu. Mungkin sudah terlupakan begitu saja. Mungkin namaku sudah masuk dalam daftar temanmu yang tidak penting. Padahal andai kau tahu. Aku begitu memujamu. Mungkin hingga sekarang. Istriku sudah tahu. Aku cerita padanya tentang apa saja. Termasuk tentangmu. Dan dia mau mengerti. Semua orang punya masa lalu katanya. ya..aku lega karena memang cerita kita tidak pernah kelam. Indah, buatku..buatmu aku tak tahu.
Jadi, nomor handphonemu sudah aku dapatkan dari temanku yang juga temanmu itu. Sudah dari kemarin aku dapatkan namun aku ragu-ragu untuk menghubungimu. Aku sudah wanti-wanti dengan temanku supaya jangan memberitahumu kalau aku minta nomor handphonemu. Temanku hanya menatap penuh rasa ingin tahu, namun aku jawab supaya surprise. Lalu dia tersenyum dan tidak bertanya apa-apa lagi. Semoga saja temanku itu bisa dipercaya, sebab kalau tiba-tiba dia memberitahumu tentangku bisa gagal berantakan semua rencanaku.
Sssttt..kali ini aku main rahasia dengan istriku. Biasanya segala sesuatu aku ceritakan padanya. Namun kali ini tidak tentang nomor handphonemu. Aku save namamu dengan nama laki-laki supaya dia tidak curiga. Sebab diam-diam, aku pernah memergokinya membuka-buka handphoneku. Aku tak tahu apakah semua perempuan selalu ingin tahu privacy suaminya, lha wong aku saja tak pernah membuka-buka barang pribadinya. Aku tak mau dan tak mau tahu. Tapi tak apalah, cemburu berarti sayang. Mungkin istriku takut kalau aku selingkuh diam-diam. Belum selingkuh saja sudah curiga, gimana kalau aku selingkuh beneran ? Hush..semoga tidak. Aku ini laki-laki baik-baik kok.
Hm..kurasa sekarang adalah saat yang tepat. Istriku lagi arisan ibu-ibu di rumah tetangga, anakku lagi main di rumah temannya. Tak ada siapa-siapa di rumah ini kecuali aku sendiri. Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul lima sore. Kuambil handphoneku kemudian kuhela nafas dalam-dalam untuk mengeluarkan keberanianku. Hati-hati kupencet nomor teleponmu. Apa yang kaulakukan saat ini ? Tut..tut..tut..tanda panggilanku sudah masuk. Dadaku berdegup kencang. Waduh..rasanya seperti masih remaja saja..
“Halo..?”
Terdengar suara di seberang. Aku yakin itu suaramu. Tidak banyak berubah. Aku senang sekaligus gugup.