Oh..ini binatang yang fenomenal itu. Baru kali ini saya melihatnya secara live dan cukup jelas..*halah lebay*. Lalu ulat-ulat itu saya masukkan ke dalam plastik putih yang sudah digelembungkan supaya ada udara yang cukup. Dan paginya..ternyata ulat-ulat itu sudah jadi kepompong alias enthung a.k.a ungkrung. Lalu ulat hasil tangkapan saya ditambah dengan hasil buruan karyawan saya. Nggak banyak, tapi lumayan sih buat lauk sekeluarga yang doyan tentu saja.
Jadi, karena saya belum pernah memasak ungkrung, sama karyawan saya yang asli pribumi Guki, disarankan agar ungkrung-ungkrung itu direndam dulu dalam air panas selama beberapa menit. Tujuannya untuk menghilangkan zat-zat yang terkandung dalam ulat dan ungkrung itu yang bisa membuat alergi. Agak geli juga, karena sebagian ada yang masih berupa ulat belum menjadi ungkrung. Ih, rasanya gimana gitu waktu mencucinya dengan air panas.
“Nggak papa. Bu..yang masih jadi ulat juga enak kok”, kata karyawan saya lagi.
Oo..tapi saya mah tetap nggak tega makan yang berupa ulat, saya makan yang sudah berupa ungkrung saja.
Kembali ke cara memasak ungkrung ya..setelah direndam air panas, ungkrung-ungkrung tadi saya kasih bumbu garam dan bawang putih. Mirip kayak mau menggoreng tempe gitu. Trus setelah dikasih bumbu, baru deh digoreng. Hm..ini baru enak.
Cara memasak ungkrung nggak melulu cuma digoreng, ada juga yang suka dibacem, atau di oseng-oseng. Terserah selera ajah pokoknya. O,ya..harga ungkrung di pasaran cukup mahal lho..per kilogram bsa mencapai 60 ribu rupiah. Bahkan kalau barangnya sudah langka bisa lebih mahal dari harga daging sapi. Nah lho..
Sempet mikir juga..kalau ulat dan ungkrung-ungkrung ini dimakan, lama-lama nggak ada kupu-kupu dong. Kan sudah memutus proses metamorfosisnya. Nggak juga sih, kan pohon jatinya banyak, ulatnya banyak. Dan nggak semua orang berburu ungkrung-ungkrung ini. Jadi saya yakin, nggak akan punah. Malah bisa menyelamatkan dari hama tanaman. Ya nggak sih. Terus bisa menambah penghasilan untuk penduduk Gunungkidul juga karena harganya yang cukup mahal. Dan ada asupan makanan bergizi juga..hahahah..*sok ilmiah*
Ya sudahlah..baru sadar kalau saya sudah hampir 2 tahun tidak menulis di Kompasiana ini. Semoga tulisan perdana di 2015 ini bisa bermanfaat. Salam dari Gunungkidul with love.. Yeeaayyyy...!!!
[caption id="attachment_346325" align="aligncenter" width="342" caption="Ungkrung goreng ( gambar dipinjam dari www.masliem.blogspot.com )"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H