(Mohon maaf), ketua PGRI kab. Sintang, bukanlah korban penghapusan TPP, beliau adalah pengawas sekolah, bukan guru. Posisi beliau dilematis. Tpp pengawas sekolah alami kenaikan TPP sejak tahun 2020, hingga kenaikan 200% di 2023, untuk pengawas madya.
Beliau juga mengatakan, lebih setuju memperjuangkan TPP guru nonser, (saat wakil guru bertemu beliau di R.S), Beliau juga bingung, mengapa pemda mengatakan dana tidak ada sementara, TPP mereka naik.
Apakah instansi sekelas Keuda Kemendagri di bagian Analis Pern. Angrn. Daerah Wil. III (KALBAR), khususnya Pejabat Eselon III, hanya mengurus dan terima laporan dari organisasi???Meski banyak temuan dan kejanggalan pada keuangan daerah.
Bukankah salah satu fungsi dari keuda, untuk mengawasi dan memonitoring keuangan daerah sesuai wilayah.
Harusnya tidak diskriminasi. Malah mencari alasan yang tidak logis. Seharusnya berterima kasih karena guru-guru membantu Keuda, khususnya di wil III. dalam berantas praktek alih uang.
Guru-guru yang bergabung dalam 12 kec yang (318 kasek yang tergabung dalam komunitas) bergabung sejak April 2023, sebagai korban yang menggugat TPP, bahkan mogok kerja, sehingga Dirjen GTK Kemdikbudristek turun, bahkan kami juga mengirim semua tanda tangan dukungan agar TPP di kaji ulang dari 12 kec. dan sruktur organisasi ke Keuda. Kinerja yang dipertanyakan dari Analis Pern. Angrn. Daerah Wil. III (KALBAR).
3. Karena guru sudah dapat sertifikasi atau tunjangan lainnya.
Sama dengan alasan Pemda Sintang, sementara jelas di PP. No 12 tahun 2019, daerah boleh memberikan TPP kepada ASN sepanjang memiliki dana, tidak ada pasal atau ayat pengecualian untuk tidak beri TPP pada guru.
Semua tunjangan memiliki kriteria dan syarat penerima. Tidak cuma- cuma. Tidak tiba --tiba dapat sertifikasi atau tunjangan khusus. Yang sangat parah, adalah bagi guru penerima tunsus, sudah di pelosok, itupun diganggu gugat TPPnya, bukankah harusnya bersyukur, guru-guru 3T mau mengajar di pelosok.
Pengawas Sekolah juga dapat sertifikasi, mengapa TPP mereka naik, harusnya dianalisis. Diskriminasi yang luar biasa. Dirjen GTK sudah jelaskan buat kriteria/nomenklatur yang berbeda, contah resiko kerja/kondisi kerja. Tetapi terus berputar-putar di daerah.
4. Â Alasan tidak ada dana.