"Apakah harapan kecil ini cukup?" pikir Arman dalam hati.
Namun, sebelum ia terlarut dalam pikiran tersebut, terdengar ketukan pelan di pintu. Arman bangkit dan membuka pintu dengan ragu. Di ambang pintu, berdiri seorang gadis kecil dengan wajah yang ia kenali---Lina, teman sekelasnya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Matanya tampak cemas, seolah sedang memikul beban yang berat.
"Ada apa, Lina?" tanya Arman dengan suara rendah, merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Aku butuh bantuanmu," jawab Lina, suaranya bergetar. "Adikku hilang sejak sore tadi. Kami mencarinya di seluruh desa, tapi tak ada yang menemukannya."
Hati Arman mencelos. Dia tahu betapa pentingnya adik Lina bagi keluarganya. Tanpa pikir panjang, Arman segera mengangguk dan berkata, "Aku akan membantumu mencarinya."
Tanpa menunggu lebih lama, mereka berdua berlari menuju hutan di belakang desa, tempat terakhir adik Lina dilihat oleh seorang warga desa. Suasana malam di hutan terasa mencekam dengan hanya obor kecil di tangan mereka untuk menerangi jalan. Namun, Arman merasa keberanian muncul dalam dirinya. Harapan kecil yang tadi tampak rapuh kini berubah menjadi dorongan kuat yang memacu langkah kakinya.
Di tengah pencarian yang semakin mendalam, mereka mendengar suara tangis pelan, teredam oleh gemerisik dedaunan. Arman segera berlari menuju sumber suara, dan di balik semak-semak, ia melihat seorang bocah kecil duduk meringkuk dengan tubuh gemetar---adik Lina.
Lina segera menghampiri adiknya, memeluknya erat sambil menangis lega. "Terima kasih, Arman," katanya dengan suara terbata-bata. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak membantu."
Arman hanya tersenyum tipis. Pada saat itu, ia menyadari bahwa sepotong harapan yang ia simpan, meskipun kecil, bisa memberikan kekuatan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain.
Malam itu, ketika ia kembali ke rumah, Arman merasa berbeda. Harapan yang semula hanyalah sepotong kecil, kini tumbuh menjadi cahaya yang lebih besar, menyala di dalam dirinya. Di hari-hari berikutnya, meski kehidupan masih penuh dengan ketidakpastian, Arman belajar bahwa harapan bukanlah soal seberapa besar atau kecilnya, melainkan seberapa kuat kita mau menggenggamnya.
Dan ia berjanji, mulai saat itu, tak peduli seberapa sulit jalan yang harus ia tempuh, ia tidak akan pernah melepaskan sepotong harapan yang dimilikinya.