Mohon tunggu...
Juliarni Clarisa Rajagukguk
Juliarni Clarisa Rajagukguk Mohon Tunggu... Penulis - Guru - SMK - Teknik Instalasi Tenaga Listrik

My Artikel : https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/circuit/article/view/14913/7744

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Harapan

22 September 2024   15:00 Diperbarui: 22 September 2024   15:04 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit senja di atas desa Lembah Biru terlihat seperti kanvas yang dicat dengan warna-warna keemasan dan merah jingga. Angin sore berhembus lembut, membawa aroma tanah basah yang tersisa dari hujan pagi tadi. Di antara suara gemericik air sungai, seorang anak laki-laki bernama Arman duduk di tepi ladang, menatap jauh ke arah horizon.

Arman bukanlah anak yang penuh dengan tawa atau ceria. Setiap hari ia berjuang melawan rasa putus asa, sebuah perasaan yang tumbuh sejak kepergian orang tuanya setahun lalu. Di usia yang masih belia, Arman harus belajar menerima kenyataan bahwa hidup tidak selalu memberi kebahagiaan. Namun di balik setiap penderitaan, ia masih menyimpan sesuatu---sepotong harapan yang selalu ia genggam erat di dalam hati.

Suatu sore, ketika Arman sedang beristirahat di bawah pohon besar, seorang kakek tua datang menghampirinya. Kakek itu membawa seikat ranting dan tersenyum kecil. "Kenapa kau duduk di sini sendirian, nak?" tanya kakek tersebut dengan lembut.

Arman menunduk, mencoba menyembunyikan kesedihannya. "Aku hanya suka melihat langit senja, Kakek. Rasanya damai."

Kakek itu duduk di samping Arman dan memandang ke langit. "Senja selalu indah, karena itu adalah peralihan antara siang dan malam. Seperti hidup, yang kadang terang, kadang gelap. Tapi di antaranya, selalu ada harapan."

Arman menatap kakek itu. "Harapan?"

"Ya, harapan. Kadang-kadang, hidup hanya memberi kita sedikit harapan, sepotong kecil. Tapi itu cukup untuk membuat kita bertahan," jelas sang kakek sambil menyelipkan satu ranting ke dalam ikatannya.

Arman merenung. Selama ini, ia merasa seolah harapannya hanya sekecil sebutir debu, hampir tak terlihat. Tapi ucapan kakek itu membuatnya sadar, bahwa meski kecil, harapan itu tetap ada. Ia mungkin hanya memiliki sepotong harapan, namun itu lebih dari cukup untuk membuatnya bangkit dan melanjutkan hidup.

Malam itu, Arman pulang dengan langkah yang lebih ringan. Ia tahu bahwa masa depannya masih belum pasti, namun satu hal yang pasti: selama ia masih memiliki harapan, sekecil apa pun, ia akan terus berjuang.

Sepotong harapan di hati Arman mungkin kecil, tapi ia tahu bahwa itulah yang akan membimbingnya menuju hari esok yang lebih baik.

Malam semakin larut, dan Arman duduk di depan jendela rumah kecilnya. Di luar, bintang-bintang mulai bermunculan di langit yang gelap. Suara jangkrik dan hembusan angin yang menerobos pepohonan membuat suasana terasa tenang, namun hatinya masih terus bergolak. Harapan yang tadi ia rasakan saat berbicara dengan kakek tua itu masih ada, tetapi seiring dengan kesunyian malam, rasa ragu mulai kembali menghampiri.

"Apakah harapan kecil ini cukup?" pikir Arman dalam hati.

Namun, sebelum ia terlarut dalam pikiran tersebut, terdengar ketukan pelan di pintu. Arman bangkit dan membuka pintu dengan ragu. Di ambang pintu, berdiri seorang gadis kecil dengan wajah yang ia kenali---Lina, teman sekelasnya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Matanya tampak cemas, seolah sedang memikul beban yang berat.

"Ada apa, Lina?" tanya Arman dengan suara rendah, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Aku butuh bantuanmu," jawab Lina, suaranya bergetar. "Adikku hilang sejak sore tadi. Kami mencarinya di seluruh desa, tapi tak ada yang menemukannya."

Hati Arman mencelos. Dia tahu betapa pentingnya adik Lina bagi keluarganya. Tanpa pikir panjang, Arman segera mengangguk dan berkata, "Aku akan membantumu mencarinya."

Tanpa menunggu lebih lama, mereka berdua berlari menuju hutan di belakang desa, tempat terakhir adik Lina dilihat oleh seorang warga desa. Suasana malam di hutan terasa mencekam dengan hanya obor kecil di tangan mereka untuk menerangi jalan. Namun, Arman merasa keberanian muncul dalam dirinya. Harapan kecil yang tadi tampak rapuh kini berubah menjadi dorongan kuat yang memacu langkah kakinya.

Di tengah pencarian yang semakin mendalam, mereka mendengar suara tangis pelan, teredam oleh gemerisik dedaunan. Arman segera berlari menuju sumber suara, dan di balik semak-semak, ia melihat seorang bocah kecil duduk meringkuk dengan tubuh gemetar---adik Lina.

Lina segera menghampiri adiknya, memeluknya erat sambil menangis lega. "Terima kasih, Arman," katanya dengan suara terbata-bata. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak membantu."

Arman hanya tersenyum tipis. Pada saat itu, ia menyadari bahwa sepotong harapan yang ia simpan, meskipun kecil, bisa memberikan kekuatan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain.

Malam itu, ketika ia kembali ke rumah, Arman merasa berbeda. Harapan yang semula hanyalah sepotong kecil, kini tumbuh menjadi cahaya yang lebih besar, menyala di dalam dirinya. Di hari-hari berikutnya, meski kehidupan masih penuh dengan ketidakpastian, Arman belajar bahwa harapan bukanlah soal seberapa besar atau kecilnya, melainkan seberapa kuat kita mau menggenggamnya.

Dan ia berjanji, mulai saat itu, tak peduli seberapa sulit jalan yang harus ia tempuh, ia tidak akan pernah melepaskan sepotong harapan yang dimilikinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun