Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.
Pariodisasi dan Latar Belakang Lahirnya Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Sejak awal dekade 1930-an telah muncul pemikiran mengenai korporasi yang beradab. Tahun 1933, A. Berle dan G. Means meluncurkan sebuah buku the Modern Corporations and Private Property. Buku ini menyatakan bahwa seharusnya korporasi modern mentransformasi diri menjadi institusi sosial dari pada institusi ekonomi yang semata-mata hanya bertujuan untuk memaksimalkan laba.Â
Pemikiran ini dipertajam oleh Peter F. Druker pada tahun 1946 melalui buku yang ditulisnya " the Concept of Corporations", yang menyatakan secara tegas, bahwa manajemen harus memiliki tanggung jawab terhadap profesinya, perusahaan dan karyawan serta tanggung jawab terhadap ekonomi dan masyarakatnya.Â
Pada tahun 1962 seorang ibu rumah tangga bernama Rachel Carson mengagetkan dunia dengan buku legendaris berjudul Silent Spring. Buku ini menunjukan bahwa betapa mematikannya pestisida bagi lingkungan dan kehidupan. Buku ini menyadarkan bahwa tingkah laku korporasi harus diluruskan sebelum semuanya mengalami kehancuran.
Dekade 1970-an dapat dikatakan sebagai dekade tarik menarik seputar social responsibility dari sebuah entitas bisnis, yaitu korporasi. Pada awal dekade ini seorang ekomom terkemuka, Milton Friedman menyatakan pernyataan yang cukup kontroversial pada saat itu, yaitu "there is one only one social responsibility in business, to use its resources and angage in activities designed to increase its profits".Â
Pernyataan ini sangat kontroversial sebab tugas untuk sosial dan lingkungan pada hakekatnya merupakan amanat milik pemerintah. Pernyataan itu seperti menantang kalangan yang mulai resah dengan sepak terjang  korporasi yang semata-mata hanya memburu keuntungan.Â
Pada tahun 1972, para cendikiawan dunia yang tergabung dalam Club Of Rome meluncurkan buku the Limits to Growth, yang mengingatkan bahwa disatu sisi bumi memiliki keterbatasan daya dukung, sementara pada sisi lain manusia bertumbuh secara eksponensial, sehingga eksploitasi terhadap alam harus dilakukan dengan cermat agar pembangunan dapat berkelanjutan.
Hingga dekade 1980-1990, perbincangan mengenai konsep Corporate Social Responsibility terus berlangsung. Pada dekade ini aktivitas kedermawanan perusahaan berjalan dengan istilah filantropis dan Community Development.
Pada tahun 1992 diadakan KTT bumi di Rio, Pertemuan ini menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development) sebagai konsep yang harus diperhatikan oleh negara dan juga kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya semakin meluas.
Tekanan dari organisasi-organisasi pada tingkat global agar kelestarian lingkungan, pemberantasan kemiskinan, serta upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dunia dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang mendorong berbagai elemen untuk ikut berperan serta, termasuk sektor swasta dalam hal ini adalah pelaku bisnis.Â