"Bank Aceh tercatat menguasai 54 persen aset perbankan di Aceh, hal yang membuat bank kebanggaan rakyat Aceh ini menjadi market leader industri perbankan di Aceh."
(Disampaikan oleh Haizir Sulaiman, Direktur Utama Bank Aceh, pada upacara HUT Bank Aceh yang dilaksanakan di Kantor Pusat Bank Aceh, Sabtu, (6/8/2022), sumber: acehinfo.id)
Dalam sambutannya pada acara HUT Bank Aceh, sebagaimana dikutip dari acehinfo.id, Haizir Sulaiman menyampaikan bahwa capaian tahun 2021 Bank Aceh masih menguasai 54% aset (28,2 triliun), 62% dana pihak ketiga (24 T), dan 52% pembiayaan (16.3 T).
Selanjutnya, hingga periode Juli 2022, Bank Aceh berhasil membukukan aset sebesar Rp.29,4 triliun, mengalami pertumbuhan 10,5 persen dibanding tahun sebelumnya (YoY). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp25 triliun tumbuh 10%, dan pembiayaan sebesar Rp 16,8 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 7%.
Banyak prestasi yang berhasil diraih Bank Aceh di tahun 2022, seperti Indonesia Best BUMD awards 2022 dari Warta Ekonomi, Indonesia Syariah Award 2022 dari The Iconomics, Top BUMD Awards untuk kategori Bank dan Top CEO untuk Haizir Sulaiman dari Top Business, serta Sharia Finance Awards untuk Kategori Bank serta Top Leadaer Awards untuk CEO Haizir Sulaiman dari Warta Ekonomi.Â
Luar biasa lagi, Bank Aceh berhasil meraih bank terbaik di kelasnya atau menduduki peringkat pertama untuk kategori bank KBMI 1 dengan aset di atas 25 triliun dari biro riset Infobank.
Lantas, apakah prestasi Bank Aceh tersebut berdampak signifikan bagi pertumbuhan perekonomian dan pengentasan kemiskinan di Aceh?
Teorinya, salah satu manfaat keberadaan bank adalah untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 4 UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Sebagai lembaga jasa keuangan, salah satu peran nyata bank yaitu dalam menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan modal usaha melalui usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah. Dengan disalurkannya dana untuk sektor riil di masyarakat tersebut, maka secara tidak langsung bank berperan menggerakkan roda perekonomian bagi masyarakat.
Kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan, kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi, seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan, dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat.Â
Demikian pula keberadaan bank akan membuka dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja, sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang masih menganggur di masyarakat (Fahrial, 2018).
Menurut Fahrial (2018), kegiatan dalam pemberian jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dapat membantu memperlancar arus barang dan jasa di masyarakat.Â
Bank sangat penting dalam kehidupan masyarakat karena bank melancarkan pertukaran barang dan jasa, menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, memberikan informasi dan pengetahuan, dan memberikan penjaminan keuangan.
Dikutip dari buku "Laporan Perekonomian Provinsi Aceh Februari 2022" yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI), diuraikan hingga akhir tahun 2021, untuk seluruh Bank yang ada di Aceh, total aset sebesar 52,25 triliun, DPK sebesar 39,50 triliun, dan pembiayaan 31,02 triliun.
Sedangkan untuk Bank Aceh, total aset dikuasai sebesar 54% (28,2 triliun), DPK sebesar 62% (24 triliun), dan pembiayaan sebesar 52% (16.3 triliun).
Produk Domestik Regional Bruto (DPRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.Â
PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.Â
PDRB menurut harga belaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseren, dan struktur ekonomi suatu daerah. Kemudian, PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak terpengaruh oleh faktor harga.
Data dari BI, bahwa ekonomi Aceh pada triwulan IV 2021 tercatat tumbuh 7,39% (yoy), membaik dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,01% (yoy).Â
Ditinjau dari sisi permintaan, meningkatnya perekonomian Aceh utamanya disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri.Â
Sementara itu dari sisi Lapangan Usaha (LU), perbaikan ekonomi utamanya disumbang oleh LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta Konstruksi. Di sisi lain, PDRB ADHK berdasarkan LU (Sektoral) tahun 2021 sebesar 35,66.
Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2021 melanjutkan kinerja yang positif dari triwulan sebelumnya. Perekonomian nasional mampu tumbuh sebesar 5,02% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,51% (yoy).
Berdasarkan catatan BI, stabilitasi sistem keuangan Provinsi Aceh pada triwulan IV 2021 tetap terjaga. Meskipun dana pihak ketiga dan penyaluran pembiayaan masih mengalami kontraksi, namun pertumbuhan pembiayaan berdasarkan lokasi proyek mulai tumbuh dan tercatat lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.Â
Selain itu, terdapat penurunan kualitas pembiayaan yang tergambar dari peningkatan NPF, namun masih berada pada level yang relatif terjaga.
Dilihat dari sisi lapangan usaha, peningkatan perekonomian Aceh pada triwulan IV 2021 utamanya disebabkan oleh meningkatnya kinerja beberapa lapangan usaha utama, seperti LU transportasi dan pergudangan, LU Perdagangan, dan LU Pertanian pada periode laporan.
Sementara itu, bila melihat data kemiskinan Aceh berbanding terbalik dengan klaim prestasi dan pertumbuhan ekonomi yang ada. Tahun 2021, data kemiskinan di Aceh justeru menunjukkan angka yang membuat hati terenyuh.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tahun 2021 penduduk miskin di Aceh naik menjadi 15,53 persen dari tahun sebelumnya berada di angka 14,99 persen.Â
Kenaikan ini membuat Aceh bertahan sebagai daerah termiskin di Sumatera dan masuk lima provinsi miskin di Indonesia. Jumlah penduduk miskin periode Maret-September 2021 secara persentase naik 0,20 poin menjadi 15,53 persen. Secara angka, penduduk miskin bertambah 16.020 orang.
Fakta ini membuat tanda tanya bagi kita, kenapa pertumbuhan ekonomi dan prestasi yang diperoleh Bank Aceh dalam perannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh tidak sinkron dengan angka kemiskinan yang ada?
Kemiskinan merupakan salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Di hampir semua negara berkembang, standar hidup sebagian besar penduduknya cenderung sangat rendah. Standar hidup yang rendah tersebut terwujud salah satunya dalam bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah atau kemiskinan (Todaro, 2006).
Berdasarkan referensi yang ada, pertumbuhan ekonomi diyakini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan jumlah kemiskinan.Â
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan, terutama di daerah perdesaan yang banyak terdapat kantong--kantong kemiskinan. Sebaliknya kemiskinan juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hipotesis yang dapat diambil dari kenyataan tersebut adalah prestasi dan pertumbuhan ekonomi yang dicapai tidak secara signifikan berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan di Aceh. Hal ini bisa disebabkan karena  pertumbuhan ekonomi yang ada tidak berkualitas dan berkeadilan.
Artinya, bahwa pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan tersebut adalah pertumbuhan yang berpihak pada masyarakat melalui pembangunan sektor industri dan pertanian yang memiliki pengaruh kuat dalam mengurangi kemiskinan (Siregar dan Wahyuniarti, 2007).
Oleh sebab itu, stakeholders terkait, terutama pemerintah dan pemda, dapat membuat terobosan terhadap perbaikan kinerja serta keberpihakan sektor pertanian, transportasi, dan finansial dapat menjadi salah satu senjata dalam memberantas kemiskinan. Atau sektor lain yang paling berpotensi dalam pengentasan kemiskinan di Aceh, secara serius dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H