Fenomena CFW satu sisi dapat dipadang sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Lambat laun dapat dipandang sebagai sebuah bentuk delinkuensi.
Sudarsono (1997) merumuskan bahwa perilaku delinkuensi memiliki arti yang luas, yaitu perbuatan yang menimbulkan keresahan masyarakat. Hal ini bisa saja disebabkan karena adanya rasionalisasi internalisasi diri yang keliru pada remaja.
Norma yang dipandang bertentangan dengan fenomena CFW yakni:
- Norma Kesusilaan
Norma diartikan sebagai sebuah aturan, standar, atau ukuran terkait dengan kesopanan, kepantasan, adat istiadat, keadaban, dan kesusilaan. Norma kesusilaan merupakan aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan buruk dalam masyarkat, yang berasal dari hati nurani manusia.
Norma kesusilaan mengharapkan adanya ketertiban dalam masyarakat, ketentraman, dan saling hormat-menghormati.
Kegiatan CFW di zebra cros atau tempat penyeberangan jalan raya dapat menggangu ketertiban berlalu lintas. Sehingga, menimbulkan kemacetan dan ketidaknyamanan bagi warga yang sedang belalu lintas.
Kondisi ini juga dapat menimbulkan kecelakaan berlalu lintas. Jalan raya seharusnya berfungsi diperuntukkan bagi kenderaan bermotor beralih menjadi lokasi keramaian tanpa standar keamanan.
- Norma Hukum
Kegiatan CFW dinilai bertentangan dengan aturan yang mengatur tentang lalu lintas, yakni Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) . UU ini mengatur tentang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelanaran berlalu lintas.
Pasal 28 UULLAJ mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan.
Melalui aturan ini, pelaksanaan CFW yang merubah fungsi jalan adalah perbuatan yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana.