Pengalaman beberapa tahun lalu, di tahun 2010, teringat kembali pengalaman yang sangat menyayat hati. Pengalaman yang ntah kenapa harus penulis alami.
Waktu itu, penulis baru menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, dan mencoba mencari pengalaman sebagai Paralegal di salah satu LSM yang bergerak di bidang Perlindungan Anak.
Paralegal maksudnya adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan sebagai seorang pengacara namun ia bekerja dibawah bimbingan pengacara/advokat. Paralegal bekerja melakukan pendampingan dan pelayanan hukum di luar pengadilan.
Dalam melaksanakan pekerjaan sebagai Paralegal, pernah punya pengalaman melakukan pendampingan terhadap seorang anak perempuan yang berkebutuhan khusus berusia sekitar 10 tahun.Â
Seorang anak perempuan yang seharusnya menjadi anak yang istimewa karena Ia memang dilahirkan dengan kondisi khsusus berbeda dengan anak pada umumnya.
Sebut saja namanya Mawar. Walau sudah berumur 10 tahun, Mawar belum bisa mandiri, termasuk urusan mandi, BAB, makan, dll. Ia juga tidak bisa berkomunikasi dengan jelas.Â
Hanya Ibunya lah yang mengerti makna dari bahasa tubuh yang Ia sampaikan saat ingin menyatakan sesuatu.
Mawar adalah seorang anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonominya yang kekurangan. Saat tsunami terjadi di Aceh, diujung tahun 2004, ia dan Ibunya bisa selamat dari terjangan maut tersebut.Â
Ayah dan satu orang saudara laki-lakinya turut menjadi korban dan dinyatakan hilang saat tsunami melanda.
Pada awal tahun 2010, Ibunya menikah dengan seorang laki-laki yang berprofesi sebagai tukang becak. Mereka tinggal di komplek Rumah Bantuan dari Jackie Chan, aktor laga terkenal yang sering kita tonton di Tivi.Â
Pasca tsunami, Ia datang ke Aceh untuk memantau langsung dampak parah terjangan ombak laut yang memporak-porandakan pemukiman penduduk di sepanjang pantai.Â
Pada saat itu, Ia banyak memberikan bantuan kepada warga Aceh dalam masa pemulihan dari bencana. Yakni dengan membangun ratusan hunian yang layak bagi para korban tsunami.
Kembali ke cerita Mawar.
Suatu hari, terjadi kejadian yang memilukan hati. Tiba-tiba Mawar hilang pergi ntah kemana. Saat itu, Ibunya pergi belanja ke pasar untuk membeli kebutuhan masak di rumah.Â
Sepulangnya, Ia tidak menjumpai Mawar di rumah. Padahal, Mawar tidak pernah pergi jauh dari rumah. Sudah dicari di sekitar rumah, ditanya ke tetangga. Namun, Ia belum juga ditemukan. Beberapa warga juga turut membantu mencarinya.Â
Sampai malam tiba. Ia akhirnya ditemukan di salah satu gubuk di kebun warga di dekat jalan raya yang berjarak sekitar lebih 1 kilometer dari rumahnya. Tanpa seorang pun yang menemaninya. Ia menangis. Rasa ketakutan terlihat jelas dari raut wajah Mawar.
Setelah melihat kondisinya, ada keanehan yang dialami anak tersebut. Ada bekas luka lecet (maaf) di daerah kemaluan Mawar. Ibunya sangat terpukul akibat kejadian itu.Â
Keesokan harinya, Ibunya melaporkan kejadian tersebut di kantor tempat Penulis, saat itu, bekerja. Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Banda Aceh, namanya.
Saat itu, LBH Anak mendampingi Mawar secara menyeluruh. Baik pendampingan terhadap pelayanan medis yang Ia butuhkan, dampingan konseling, dan dampingan hukum.
LBH Anak betul-betul serius dan bekerja keras untuk pengungkapan kasusnya. Dengan menjalin kerjasama dengan berbagai LSM lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan Mawar.Â
Diantaranya, pihak Rumah Sakit, lembaga konseling, LSM yang konsen perlindungan perempuan, pihak Kepolisian, dan pihak Pemda melalui Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Aceh.
Setelah kasus tersebut dilaporkan dan dilakukan visum et revertum terhadap Mawar. Dari hasil pengembangan penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian, diindaksikan bahwa Mawar adalah korban pecelehan seksual.
Namun satu hal yang paling disayangkan, hingga saat ini, kasus tersebut susah diungkap karena tidak ada bukti dan saksi-saksi yang diperoleh dari lokasi kejadiannya. Mawar sebagai korban pun tidak bisa menceritakan dengan jelas siapa pelaku yang sebenarnya.Â
Tapi naluri Ibunya, menduga bahwa pelecehan tersebut dilakukan oleh suaminya, ayah tiri Mawar. Dugaan ini timbul disebabkan ada kecurigaan Ibunya. Sejak saat itu, ayah tiri Mawar jarang pulang ke rumah dan tampak tak ramah dengan Ibu Mawar.
Tapi polisi tidak bisa menemukan bukti-bukti dan saksi yang menjelaskan adanya keterlibatan ayah tiri Mawar.
Belajar dari Cerita Pahit Mawar
Mawar sebagai anak yang berkebutuhan khusus, dalam hal ini, sangat rentan menjadi korban.Â
Dilansir dari hukumonline.com dengan mengutip buku "Pandauan Penangan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga, dan Masyarakat)" yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lainnya yang seusia dengannya.
Anak yang berkebutuhan khusus (ABK) sangat rentan dari perbuatan pelecehan dan kekerasan seksual, diskriminasi, penelantaran, dan eksploitasi.Â
Dalam kasus Mawar, selain secara fisik telah menjadi korban kekerasan seksual, secara psikis ia juga menjadi trauma akibat perlakuan kejam tersebut.
 Walaupun, saat ini kita sudah ada undang-undang yang memberikan jaminan perlindungan bagi ABK melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ("UU No. 8 Tahun 2016").Â
UU No. 8 Tahun 2016 menyebut istilah anak yang berkebutuhan khusus sebagai penyandang disabilitas.
UU No. 8 Tahun 2016 menjamin hak-hak bagi penyandang disabilitas sebanyak 22 jenis hak, diantaranya bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan dan eksploitasi.
Lebih khusus lagi UU No. 8 Tahun 2016 menjamin perlindungan terhadap hak anak sebagai penyandang disabilitas, meliputi: Pertama, mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi serta kekerasan dan kejahatan seksual.Â
Kedua, mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal. Ketiga, dilindungi kepentingannya dalam mengambil keputusan.Â
Keempat, perlakuan anak secara manusia sesuai dengan martabat dan hak anak. Kelima, pemenuhan kebutuhan khusus.Â
Keenam, perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan pengembangan individu. Dan, Ketujuh, mendapatkan pendampingan sosial.
Jaminan atas perlindungan terhadap ABK sebagaimana amanat UU No. 8 Tahun 2016 tidak dengan serta merta memberikan kebebasan bagi mereka dari perbuatan kekerasan dan diskriminasi.
Masih dibutuhkan upaya nyata dari semua pihak agar jaminan hak dan perlindungan ABK dapat diimplementasikan sesuai harapan yang ideal. Agar ke depan, tidak ada lagi diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Terlebih-lebih pada momen Hari Anak Nasional pada tahun ini, semoga membawa kebaikan bagi ABK dalam menempatkan mereka sebagai anak yang memiliki kebutuhan khusus mendapat perhatian lebih atas anak-anak pada umumnya.
Sebagaimana tema Hari Anak Nasional 2022 ini, "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". Semoga peringatan hari anak ini dapat memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa.Â
Termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Mereka juga memiliki impian dan harapan yang dapat diraih dengan dengan doa, semangat dan dukungan keluarga.Â
Selamat Hari Anak Nasional. Selamatkan Anak Yang Berkebutuhan Khusus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H