Mohon tunggu...
Julianda Boangmanalu
Julianda Boangmanalu Mohon Tunggu... Lainnya - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk memahami dan suka pada literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

My Mother Is a Wonder Woman

16 November 2020   15:47 Diperbarui: 16 November 2020   16:14 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bapak dan Ibu yang berbeda profesi saling membantu mencari nafkah. Uang hasil kerja Bapak digunakan untuk membeli kebutuhan makan sehari-hari, sedangkan hasil Ibu menanam padi biasanya untuk menghasilkan beras stok pangan kami terkadang bertahan hingga 3 sampai 4 bulan lamanya. 

Di sela-sela kesibukannya, Ibu tak lupa selalu mendidik kami, terutama aku, agar giat bekerja dan belajar hingga bisa lulus kuliah. Mengikuti semangat ibu, aku juga sering harus bekerja sebagai buruh bangunan disela-sela waktu libur kuliah untuk membantu meringankan beban Bapak dan Ibu. Aku selalu optimis dan semangat menjalani perkuliahanku. Aku selalu meneladani sifat keuletan Ibu dalam bekerja dan membantu Bapak untuk menafkahi kami anak-anaknya. Ibu yang mengajarkan kesederhanaan dan keuletan dalam menjalani hidup. Banyak pelajaran yang aku peroleh dari Ibu. Pun, juga Bapak.

Bertahun-tahun Ibu selalu bekerja keras tak mengenal lelah. Sampai tiba masanya saat aku Wisuda menamatkan kuliahku. Waktu itu aku butuh biaya membayar wisuda dan uang tetek-bengek lainnya.

Rupanya, jauh hari sebelumnya, diam-diam Ibu sudah menabung dari hasil panen cabai yang Ia tanam sendiri. Uang tabungannya sudah cukup bisa membantu membayar biaya wisuda sisanya dibantu uang Bapak.

*****
Setahun sebelum Ibu meninggal, Ia terkena stroke akibat penyakit darah tinggi yang ia derita. Ia sempat terjatuh di kamar mandi yang membuatnya tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya. Sudah banyak tempat kami mencoba membawa Ibu berobat. Mulai dari pengobatan medis dan pengobatan tradisional. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh Bapak dan kami anak-anaknya membantu biaya pengobatan Ibu dan merawatnya secara bergiliran.

Dalam kondisi yang sakit berat, Ibu tampak tegar dan sabar menghadapi sakit yang menderanya. Setahun terakhir kehidupan Ibu adalah masa-masa yang berat bagi kami sekeluarga menjalaninya. Ibu yang sudah tidak bisa berucap lagi dan hanya terbaring kaku, selalu kami rawat dengan lemah lembut. Kami anak-anaknya membagi waktu dan bergiliran merawatnya.

Setiap kali aku memandikannya, Ia selalu meneteskan air mata sebagai bentuk komunikasinya denganku. Kubasuh muka Ibu dengan handuk lembut yang sudah dibasahi dengan air hangat. Kusiram seluruh tubuhnya secara perlahan layaknya seperti seorang bayi. 

Aku teringat semua jasa dan pengorbanan Ibu yang pernah diberikannya padaku. Mulai dari Ia yang mengandungku selama lebih Sembilan bulan lamanya dengan rasa cinta dan kasih sayang. Ia yang melahirkanku ke dunia ini dengan bertaruh nyawa tanpa pamrih. Ia yang menyusui, merawat, membesarkan dan mendidikku tentang cara untuk bisa aku menjadi manusia seutuhnya. Ibu yang mengajarkanku bisa bangkit dari keterpurukan. Ibu yang mengobati setiap rasa sakit yang aku rasakan sejak kecil.

Kubersihkan setiap lekuk tubuhnya agar bersih dari keringat dan daki yang menempel di kulitnya. Setelah mandi, kuusap tubuh kaku Ibu dengan handuk lembut dan bersih. Kuusapkan minyak angin dibagian punggung, dada dan perutnya. 

Kupakaikan ia baju yang tipis agar ia tidak merasa gerah bila berbaring ditempat tidurnya. Kupotong seluruh kuku jari tangan dan kaki yang sudah memanjang. Sesekali kulihat tatapan matanya memandangku dan kutatap dalam-dalam tatapan mata itu seolah banyak yang ingin disampaikannya padaku. Setelah selesai, kucium kening Ibu dengan hangat.

Bagiku, inilah waktu yang tepat untuk memberikan kasih sayang sepenuhnya pada Ibu. Diwaktu menjelang ajalnya, aku rawat ia sepenuh hati, walau aku sadari bahwa apa yang telah aku lakukan selama ini belum sebanding dengan apa yang telah Ibu berikan padaku sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun